TUGAS INDIVIDU
Nama Dosen : Mustaqim Muhallim, S.Ag.
AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN
MENDIDIK ANAK SALEH
DI SUSUN OLEH :
NAMA : YUSRIKA BAHARA
NIM : K 10540 7877 12
KELAS : E
JURUSAN : PGSD S.1 PPKHB
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2012/2013
BAB
I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Anak adalah merupakan amanat dari Allah. Maka tidaklah ringan beban orang
tua yang telah mendapat amanat dari Allah itu. Dan karena amanat maka hendaknya
dipelihara dan dirawat sesuai dengan pesan dari pihak yang memberi amanat, yang
dalam hal ini ialah Allah SWT.
Untuk itu, kita sebagai orang tua dituntut untuk mendidik dan membimbing
anak-anak kita kepada Agama yang sesuai dengan fitrah (naluri manusia) agar
mereka memiliki akhlak mulia dan menjadi manusia yang bertaqwa. Mereka adalah
bagaikan kertas putih. Kitalah yang nantinya akan memberikan corak warna
lukisan apa yang kita hendaki. Sebagaimana Teori Tabularasa, dimana terbukti
dengan anak yang sejak kecil hidup dalam lingkungan Yahudi akan menjadi Yahudi,
yang hidup dalam lingkungan Nasrani juga akan menjadi Nasrani, Majusi dan seterusnya.
Oleh karenanya mendidik anak sebaiknya dimulai sejak dini, karena
perkembangan jiwa anak telah mulai tumbuh sejak dia kecil, sesuai dengan
fitrahnya. Dengan demikian maka fitrah manusia itu kita salurkan, kita bimbing
dan kita juruskan kepada jalan yang seharusnya sesuai dengan arahnya. Karena
sebagai orangtua maupun guru (pendidik di sekolah) harus benar-benar mengetahui
bahwa begitu besarnya tanggung jawabnya kepada Allah’azza wa jalla terhadap
pendidikan anak-anaknya.
Tentang perkara ini, Allah azza wa
jalla berfirman,
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydßqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pkön=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâxÏî ×#yÏ© w tbqÝÁ÷èt ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtur $tB tbrâsD÷sã ÇÏÈ
Artinya : “Hai orang-orang yang
beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya
adalah manusia dan batu………..”. (At-Tahrim: 6)
Dan di dalam hadits yang diriwayatkan
oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda, yang artinya :
“Setiap di antara kalian adalah pemimpin dan
akan dimintai pertanggungjawaban”
Untuk itu -tidak bisa tidak-, seorang
guru atau orang tua harus tahu apa saja yang harus diajarkan kepada seorang
anak serta bagaimana metode yang telah dituntunkan oleh junjungan umat ini,
Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dan
sehubungan dengan pemaparan di atas, maka sebagai orang tua apabila ingin
bertanggung jawab terhadap amanat yang dibebankan kepadanya dengan hadirnya
seorang anak agar menjadi seorang anak yang baik, yang shaleh/shaleha, dan
berbakti kepada orang tuanya, maka tidak ada alternatif lain bagi orang tua
selain mendidik dan membimbing anak-anaknya kepada taqwallah.
BAB
II
TUGAS
DAN KEWAJIBAN ORANG TUA
A.
TUGAS
– TUGAS POKOK
Sesungguhnya
tugas dan kewajiban orang tua dalam hal mendidik dan membimbing anak-anaknya
dalam Islam mempunyai beberapa landasan sebagai berikut :
1.
Bahwa hal tersebut adalah sebagai tujuan hidup
manusia, agar mempunyai keturunan yang dapat dibanggakan, tidak hanya sekedar
melahirkan anak saja.
2.
Anak adalah sebagai amanat Allah kepada orang
tuanya, yang tentu saja tidak boleh ditelantarkan begitu saja.
3.
Karena anak adalah sebagai amanat dari Allah, maka
dengan sendirinya juga sebagai cobaan dari Allah juga, apakah nantinya yang
akan kita perbuat terhadap anak kita. Karena bilamana kita tidak berbuat dan
bertindak benar, maka kita bisa masuk neraka karena anak.
4.
Telah banyak bukti di hadapan kita, bahwa anak memusuhi
orang tua karena salah didik.
5.
Untuk itu semua, harapan kita adalah agar anak-anak
kita menjadi anak-anak yang shaleh.
Tentang
tugas dan kewajiban orang tua, dalam sebuah hadits diriwayatkan oleh Hakim
menyebutkan bahwa Rasulullah Saw, bersabda :
Artinya : “ Kewajiban orang tua
terhadap anaknya ialah:
a.
Memberi nama yang baik,
b.
Membaguskan (mengajar) akhlaknya,
c.
Mengajar baca tulis,
d.
Mengajar renang,
e.
Mengajar memanah dan menembak ( keterampilan),
f.
Memberi makan yang halal,
g.
Menjodohkannya (menikahkannya) bila telah dewasa dan
orang tua mampu,
h.
Mengadakan aqiqah ketika hari yang ketujuh dari
lahirnya,
i.
Memberikan pelajaran Al-Qur’an
j.
Memerintahkan sholat.
Bila
kesemua hal di atas itu disimpulkan, maka kewajiban orang tua terhadap anaknya
hanya ada dua hal, yakni :
1) Memberikan
pelajaran, didikan dan bimbingan tentang ilmu-ilmu untuk bekal di dunia dan
untuk bekal di akhirat.
2) Agar sang
anak bisa mengamalkan ilmu-ilmu tersebut secara nyata dalam perilaku
sehari-hari sesuai dengan ajaran Islam.
Dua kesimpulan itu sesuai dengan firman Allah dan sabda Nabi Muhammad Saw,
sebagai perintah yang wajib dilaksanakan oleh setiap orang tua ataupun yang
berkepentingan melaksanakannya, yaitu dalil-dalil berikut:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydßqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pkön=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâxÏî ×#yÏ© w tbqÝÁ÷èt ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtur $tB tbrâsD÷sã ÇÏÈ
Artinnya :
Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap
apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)
B.
BEBERAPA
PERINCIAN
Bila hal-hal tersebut agak diperinci, maka ada beberapa perincian pokok,
antara lain yaitu :
a.
Memberi nama yang baik.
b.
Ber’aqiqah pada hari ke tujuh dari kelahirannya.
c.
Mengkhitankan.
d.
Membaguskan akhlaknya.
e.
Mengajarkan membaca dan menulis huruf Al-Qur’an.
f.
Mendidiknya kepada tauhid dan keimanan.
g.
Membimbingnya shalat dan urusan ibadah lainnya.
h.
Memberi pelajaran berbagai ilmu pengetahuan yang
diperlukan.
i.
Memberi pelajaran ketrampilan.
j.
Memberikan pendidikan jasmani.
k.
Memberi makan dan minum yang halal.
l.
Menikahkan (menjodohkan).
m.
Memberi atau meninggali harta (bila ada).
n.
Dan inti dari kesemuanya itu ialah pendidikan urusan
dunia dan akhirat.
BAB
III
PEMBAHASAN
A.
MENDIDIK
ANAK DALAM ISLAM
a.
Contoh
Teladan
Dalam Pribahasa “ Guru kencing berdiri murid kencing
berlari”, menurut ilmu kejiwaan dianggap masuk akal karena anak atau murid
cenderung meniru tingkah laku guru atau anak meniru perilaku orang tuanya. apa
yang dilihat, diamati maka akan ditirunya, apalagi bagi anak yang ingin
mengidentifikasikan dirinya dengan orang yang dihormatinya.
Rasulullah Saw sendiri adalah merupakan contoh
teladan utama yang menjadi kiblat dari segala perilaku perbuatan para
pengikutnya. Contohnya pada waktu peristiwa Perjanjian Hudaibiyah yang pada
mulanya ditentang oleh para Sahabat Nabi, ternyata karena keteladanannya dan
karena tindakan Rasulullah yang nyata, maka para Sahabat akhirnya mengikutinya.
maka orang tua yang tidak dapat memberikan cntoh teladan yang baik kepada anak-anaknya
jangan diharap akan dapat membimbing para putera/putrinya kepada kebaikkan yang
diharapkannya.
b.
Pembentukan Tingkah Laku Melalui Pembiasaan
Perbuatan Sejak Anak-Anak Masih Kecil.
Seorang
failusuf kenamaan, Charles Reade, berkata,: “Sow a though and you reap a habit,
sow a habit and you reap a character, sow a character and you reap a destiny,”
yang artinya secara bebas ialah,” Bila kita telah yakin akan sesuatu pandangan
atau pikiran maka tanamkanlah pikiran itu dalam suatu perbuatan, nanti anda
akan menuainya (mendapatkan hasil) yang bernama tingkah laku. Tanamkanlah
(ulang-ulangilah) tingkah laku itu maka nanti akan anda dapatkan suatu
kebiasaan. Tanamkanlah (ulang-ulangilah) kebiasaan itu, maka nanti anda akan
mendapatkan suatu watak, dan tanamkanlah watak itu, maka nanti akan mendapatkan
nasib yakni akibat baik atau buruk.
Membiasakan
sesuatu amal atau laku perbuatan itulah yang menjadi perhatian kita sekarang
ini dimana sejak kecil anak-anak hendaklah dibentuk menuju pola tertentu dengan
mempraktekkan amal perbuatan yang mendukung tujuan pendidikan kita.
Adat dan
kebiasaan yang bersifat edukatif yang telah biasa dilakukan oleh
anak-anak sejak kecil sangat mempengaruhi perkembangan pribadinya.
Pendidikan budi pekerti yang telah di biasakan dalam kehidupan keluarga,
dimulai dari rumah, dari pergaulan yang dibimbing secara baik, berupa
petunjuk-petunjuk dan bimbingan serta contoh tauladan, merupakan metode yang
tepat. Maka seorang anak yang dibiarkan melakukan sesuatu yang tidak benar (
atau hal-hal yang kurang baik) dan kemudian menjadi kebiasaannya, sungguh amat
sukar meluruskannya kembali, sukar mengembalikan kepada jalan yang utama.
Dengan demikian maka anak yang dibiarkan tidak dibimbing, tidak diperhatikan,
maka ia akan melakukan hal-hal yang kurang
terpuji.
Maka
selayaknya bahwa kita sebagai orang tua menjaga dan mendidik serta membimbing
mereka dengan pendidikan akhlak yang mulia, dan menjauhkan mereka dari bergaul
dengan kawan-kawan sepergaulan yang buruk tingkah lakunya.
c.
Wibawa Orang Tua
Dua hal
yang telah dijelaskan sebelumnya, yakni tentang “ Contoh Teladan” dan “
Membiasakan Tingkah Laku Sejak Kecil,” amat erat hubungannya dengan masalah
KEWIBAWAAN ORANG TUA.
Anak akan
meniru contoh teladan dari orang tua dan mau melaksanakan perilaku yang
dibiasakan atas perintah orang tua, bila semuanya itu anak merasa enggan kepada
orang tua. Akibat dari rasa enggan kepada kewibawaan orang tua timbullah rasa
patuh dan penuh ketundukkan dengan rela hati dan kedamaian.
Tetapi
bilamana sang anak tidak mempunyai rasa enggan terhadap orang tua, itulah
tandanya bahwa orang tua tidak mempunyai kewibawaan di hadapan sang anak. Bila
“ Otoritas” dan wibawa orang tua hilang atau telah pudar, sang anak akan
“gembelengan” karena tidak ada orang yang di “ takuti”.
Orang tua
yang kurang memperhatikan pendidikan anak, orang tua yang berbuat semaunya
sehingga menjadi tontonan bagi anak-anak yang tidak bersifat mendidik,
menyebabkan sang anak mengabaikan wibawa orang tua.
Orang tua
yang tidak memeliki kewibawaan di hadapan anak-anaknya, nasehatnya tidak akan
didengarkan, kata-katanya tidak akan diperhatikan, dan perintahnya tidak akan
dikerjakan. Sebabnya karena rasa hormat dan khidmatnya sang anak kepada orang
tua telah hilang.
d.
Bijaksana Pandai Mendidik
Mendidik
adalah suatu seni juga. Meskipun memang telah ada juga methodologinya,
paedagogiknya, dibekali dengan ilmu jiwa umum, ilmu jiwa anak, atau psycologi
pendidikan, tetapi karena yang dihadapi adalah anak yang punya jiwa, dan lagi
pula kondisi mental spiritual serta kejiwaannya berbeda, maka tanpa seni,
pendidikan kurang berhasil. Hingga di sinilah letak perlunya sifat
kebijaksanaan di dalam mendidik anak.
Mendidik
jelas tidak identik dengan sifat otoriter, juga tidak identik dengan
paternalistik yang terlalu mengayomi si anak didik. Meskipun kedua sifat itu
terkadang diperlukan, tetapi penerapannya hendaknya sesuai dengan kondisi anak
dan suasana peristiwa dari kasus yang terjadi. Maka otoriter terkadang juga
perlu, dan mengayomi terkadang diperlukan juga.
Pedoman Ki
Hajar Dewantoro yang banyak dijadikan pedoman para pendidik, bahwa pendidik
hendaknya:
v Ing Ngarsa Sung Tuladha (di muka hendaknya memberi
contoh teladan),
v Ing Madya Mangun Karsa ( di
tengah-tengah hendaknya berkarya atau berbuat yang nyata),
v Tut Wuri Handayani ( mengikuti
bakat sang anak sambil mempengaruhinya dari belakang atau dari belakang
memberikan motivasi).
Di dalam
mendidik dan membimbing anak, juga janganlah orang tua bersifat kaku dan keras
kepala meskipun berprinsip. Dengan menggunakan methode dan cara yang baiklah
yang ditempuh untuk mencapai tujuan. Dengan berbagai taktik yang kiranya sang
anak tidak bisa menerka apa sebenarnya yang menjadi tujuan kita (yakni tujuan
yang belum mereka sadari kebaikannya, dan dengan itu mereka enggan menjalankan
perintah kita).
Dengan demikian orang
tua atau pendidik seharusnya mempunyai beberapa sikap dasar di dalam mendidik
anak, antara lain:
1.
Tekun, sabar dan ulet.
2.
Dilandasi kasih sayang dan prasangka baik.
3.
Mempunyai keyakinan bahwa anak didiknya mempunyai
kemampuan berkembang sesuai dengan kondisinya.
4.
Mempunyai sifat-sifat yang disukai anak didik (yang
tidak bertentangan dengan sifat edukatif) dan pribadi yang menarik.
5.
Mempunyai kemampuan untuk berkomunikasi dengan anak
didik.
6.
Memiliki kematangan jiwa atau kedewasaan dan jiwa
yang utuh, tidak pecah.
7.
Sensitive (tanggap sasmita) atau mempunyai kepekaan
terhadap kepentingan anak didik.
8.
Bisa memberikan contoh teladan yang baik dan tidak
berperilaku menyimpang dari hal-hal yang bersifat edukatif.
Demikian
antara lain sifat-sifat dasar para pendidik yang juga diperlukan oleh orang tua
agar berhasil di dalam membimbing anak-anak.
e.
Tidak Pilih Kasih
Sering
banyak terjadi seorang anak melakukan aksi protes kepada orang tua karena dia
tidak puas dengan sikap orang tuanya yang dirasa berat sebelah atau pilih kasih
terhadap saudara-saudaranya sekandung. Dari sinilah timbul persoalan,
ketidakpuasan, putus asa, ngambek, pertengkaran, intrik dan fitnah, perpecahan,
bahkan sampai kepada anak durhaka atau melawan orang tuanya, kesemuanya itu
berpangkal kepada masalah satu di atas yaitu berat sebelah atau pilih kasih.
f.
Bila Mempunyai Anak Perempuan
Di dalam
hadits-hadits Nabi Saw, menjelaskan bagaimana pentingnya kaum wanita terhadap
pembinaan watak anak dan bangsa. Bukankah wanita adalah tiang negara, dan
bilamana akhlaknya baik maka tegaklah bangsa itu dan sebaliknya bila rusak
akhlak wanita maka hancurlah bangsa itu.
Bagaimana
dan seberapa jauh peranan wanita dan kaum ibu dalam mendidik anak, terbukti
bahwa pendidikan anak mulai sedini mungkin memang berkaitan dengan pertumbuhan
jiwa anak-anak yang sebagian besar tergantung dari kaum ibu.
Maka
tidaklah benar bilamana anak perempuan yang akhirnya besok menjadi seorang ibu
rumah tangga itu dinista. Kita kaum Muslimin janganlah meniru orang-orang
Jahiliyah dahulu yang mengangap sial anak perempuan, sehingga bilamana mereka
mempunyai anak perempuan maka mereka bunuh.
B. CARA
MENDIDIK DAN MEMBIMBING ANAK DALAM ISLAM
Sebagai orangtua maupun guru hendaknya mengetahui
betapa besarnya tanggung-jawab mereka di hadapan Allah ‘azza wa jalla terhadap
pendidikan putra-putri islam.
Tentang perkara ini, Allah azza wa
jalla berfirman,
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydßqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pkön=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâxÏî ×#yÏ© w tbqÝÁ÷èt ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtur $tB tbrâsD÷sã ÇÏÈ
Artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”. (At-Tahrim: 6)
Dan di dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda, yang artinya :
“Setiap di antara kalian adalah pemimpin dan akan
dimintai pertanggungjawaban”
Untuk itu
-tidak bisa tidak-, seorang guru atau orang tua harus tahu apa saja yang harus
diajarkan kepada seorang anak serta bagaimana metode yang telah dituntunkan
oleh junjungan umat ini, Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Beberapa tuntunan cara mendidik anak dalam Islam tersebut antara lain:
a.
Menanamkan
Tauhid dan Aqidah yang Benar kepada Anak
Suatu hal yang tidak bisa
dipungkiri bahwa tauhid merupakan landasan Islam. Apabila seseorang benar
tauhidnya, maka dia akan mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat.
Sebaliknya, tanpa tauhid dia pasti terjatuh ke dalam kesyirikan dan akan
menemui kecelakaan di dunia serta kekekalan di dalam adzab neraka. Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman:
¨bÎ) ©!$# w ãÏÿøót br& x8uô³ç ¾ÏmÎ/ ãÏÿøótur $tB tbrß y7Ï9ºs `yJÏ9 âä!$t±o 4 `tBur õ8Îô³ç «!$$Î/ Ïs)sù #utIøù$# $¸JøOÎ) $¸JÏàtã ÇÍÑÈ
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni
dosa syirik, dan mengampuni yang lebih ringan daripada itu bagi orang-orang
yang Allah kehendaki” (An- Nisa: 48)
Oleh karena itu, di dalam Al-Quran pula Allah
kisahkan nasehat Luqman kepada anaknya. Salah satunya berbunyi:
øÎ)ur tA$s% ß`»yJø)ä9 ¾ÏmÏZö/ew uqèdur ¼çmÝàÏèt ¢Óo_ç6»t w õ8Îô³è@ «!$$Î/ ( cÎ) x8÷Åe³9$# íOù=Ýàs9 ÒOÏàtã ÇÊÌÈ
Artinya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan
Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang
besar”.(Luqman: 13)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam sendiri telah memberikan contoh penanaman aqidah yang kokoh ini ketika
beliau mengajari anak paman beliau, Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma
dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam At-Tirmidzi dengan sanad
yang hasan. Ibnu Abbas bercerita,
“Pada suatu hari aku pernah berboncengan
di belakang Nabi (di atas kendaraan), beliau berkata kepadaku: “Wahai anak, aku
akan mengajari engkau beberapa kalimat: Jagalah Allah, niscaya Allah akan
menjagamu. Jagalah Allah, niscaya engkau akan dapati Allah di hadapanmu. Jika
engkau memohon, mohonlah kepada Allah. Jika engkau meminta tolong, minta
tolonglah kepada Allah. Ketahuilah. kalaupun seluruh umat (jin dan manusia)
berkumpul untuk memberikan satu pemberian yang bermanfaat kepadamu, tidak akan
bermanfaat hal itu bagimu, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah (akan
bermanfaat bagimu). Ketahuilah. kalaupun seluruh umat (jin dan
manusia)berkumpul untuk mencelakakan kamu, tidak akan mampu mencelakakanmu
sedikitpun, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah (akan sampai dan
mencelakakanmu). Pena telah diangkat, dan telah kering lembaran-lembaran”.
Perkara-perkara yang diajarkan
oleh Rasulllah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Ibnu Abbas di atas adalah
perkara tauhid.
Termasuk aqidah yang perlu
ditanamkan kepada anak sejak dini adalah tentang di mana Allah berada. Ini
sangat penting, karena banyak kaum muslimin yang salah dalam perkara ini.
Sebagian mengatakan bahwa Allah ada dimana-mana. Sebagian lagi mengatakan bahwa
Allah ada di hati kita, dan beragam pendapat lainnya. Padahal dalil-dalil menunjukkan
bahwa Allah itu berada di atas arsy, yaitu di atas langit. Dalilnya antara
lain:
ß`»oH÷q§9$# n?tã ĸöyèø9$# 3uqtGó$# ÇÎÈ
“Ar-Rahman
beristiwa di atas ‘Arsy” (Thaha: 5)
Makna peristiwa adalah tinggi dan
meninggi sebagaimana di dalam riwayat Al-Bukhari dari tabi’in.
Adapun dari hadits,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bertanya kepada seorang budak wanita, “Dimana Allah?”. Budak tersebut
menjawab, “Allah di langit”. Beliau bertanya pula, “Siapa aku?” budak itu
menjawab, “Engkau Rasulullah”. Rasulllah kemudian bersabda, “Bebaskan dia,
karena sesungguhnya dia adalah wanita mu’minah”. (HR. Muslim dan Abu Daud).
b.
Mengajari
Anak untuk Melaksanakan Ibadah
Hendaknya sejak kecil putra-putri
kita diajarkan bagaimana beribadah dengan benar sesuai dengan tuntunan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Mulai dari tata cara bersuci, shalat,
puasa serta beragam ibadah lainnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku
shalat” (HR. Al-Bukhari).
“Ajarilah anak-anak kalian untuk
shalat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka ketika mereka
berusia sepuluh tahun (bila tidak mau shalat-pen)” (Shahih. Lihat Shahih
Shahihil Jami’ karya Al-Albani).
Bila mereka telah bisa menjaga
ketertiban dalam shalat, maka ajak pula mereka untuk menghadiri shalat
berjama’ah di masjid. Dengan melatih mereka dari dini, insya Allah ketika
dewasa, mereka sudah terbiasa dengan ibadah-ibadah tersebut.
c.
Mengajarkan
Al-Quran, Hadits serta Doa dan Dzikir yang Ringan kepada Anak-anak
Dimulai dengan surat Al-Fathihah
dan surat-surat yang pendek serta doa tahiyat untuk shalat. Dan menyediakan
guru khusus bagi mereka yang mengajari tajwid, menghapal Al-Quran serta hadits.
Begitu pula dengan doa dan dzikir sehari-hari. Hendaknya mereka mulai
menghapalkannya, seperti doa ketika makan, keluar masuk WC dan lain-lain.
d.
Mendidik
Anak dengan Berbagai Adab dan Akhlaq yang Mulia
Ajarilah anak dengan berbagai adab
Islami seperti makan dengan tangan kanan, mengucapkan basmalah sebelum makan,
menjaga kebersihan, mengucapkan salam, dll.
Begitu pula dengan akhlak.
Tanamkan kepada mereka akhlaq-akhlaq mulia seperti berkata dan bersikap jujur,
berbakti kepada orang tua, dermawan, menghormati yang lebih tua dan sayang
kepada yang lebih muda, serta beragam akhlaq lainnya.
e.
Melarang
Anak dari Berbagai Perbuatan yang Diharamkan
Hendaknya anak sedini mungkin
diperingatkan dari beragam perbuatan yang tidak baik atau bahkan diharamkan,
seperti merokok, judi, minum khamr, mencuri, mengambil hak orang lain, zhalim,
durhaka kepada orang tua dan segenap perbuatan haram lainnya.
Termasuk ke dalam permasalahan ini
adalah musik dan gambar makhluk bernyawa. Banyak orangtua dan guru yang tidak
mengetahui keharaman dua perkara ini, sehingga mereka membiarkan anak-anak
bermain-main dengannya. Bahkan lebih dari itu –kita berlindung kepada Allah-,
sebagian mereka menjadikan dua perkara ini sebagai metode pembelajaran bagi
anak, dan memuji-mujinya sebagai cara belajar yang baik.
Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
pernah bersabda tentang musik,
لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ اَلْحِرَ
وَالْحَرِيْرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ
Artinya :“Sungguh
akan ada dari umatku yang menghalalkan zina, sutra, khamr dan al-ma’azif
(alat-alat musik)”. (Shahih, HR. Al-Bukhari dan Abu Daud).
Maknanya: Akan datang dari muslimin kaum-kaum yang
meyakini bahwa perzinahan, mengenakan sutra asli (bagi laki-laki, pent.), minum
khamar dan musik sebagai perkara yang halal, padahal perkara tersebut adalah
haram.
Dan al-ma’azif adalah setiap alat
yang bernada dan bersuara teratur seperti kecapi, seruling, drum, gendang,
rebana dan yang lainnya. Bahkan lonceng juga, karena Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda,
“Lonceng itu serulingnya syaithan”. (HR. Muslim).
Adapun tentang gambar, guru
terbaik umat ini (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) telah bersabda,
كُلُّ مُصَوِّرٍ فِي النَّارِ، يَجْعَلُ لَهُ بِكُلِّ صُوْرَةٍ صَوَّرَهَا
نَفْسًا فَتُعَذِّبُهُ فِي جَهَنَّمَ
Artinya : “Seluruh tukang gambar (mahluk hidup) di
neraka, maka kelak Allah akan jadikan pada setiap gambar-gambarnya menjadi
hidup, kemudian gambar-gambar itu akan mengadzab dia di neraka jahannam”(HR.
Muslim).
إِنِّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَاباً عِنْدَ اللهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
اَلْمُصَوِّرُوْنَ
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang paling
keras siksanya di sisi Allah pada hari kiamat adalah para tukang gambar.” (HR.
Muslim).
Oleh karena itu hendaknya kita
melarang anak-anak kita dari menggambar mahkluk hidup. Adapun gambar
pemandangan, mobil, pesawat dan yang semacamnya maka ini tidaklah mengapa
selama tidak ada gambar makhluk hidupnya.
f.
Menanamkan
Cinta Jihad serta Keberanian
Bacakanlah kepada mereka
kisah-kisah keberanian Nabi dan para sahabatnya dalam peperangan untuk
menegakkan Islam agar mereka mengetahui bahwa beliau adalah sosok yang
pemberani, dan sahabat-sahabat beliau seperti Abu Bakr, Umar, Utsman, Ali dan Muawiyah
telah membebaskan negeri-negeri.
Tanamkan pula kepada mereka
kebencian kepada orang-orang kafir. Tanamkan bahwa kaum muslimin akan
membebaskan Al-Quds ketika mereka mau kembali mempelajari Islam dan berjihad di
jalan Allah. Mereka akan ditolong dengan seizin Allah.
Didiklah mereka agar berani
beramar ma’ruf nahi munkar, dan hendaknya mereka tidaklah takut melainkan hanya
kepada Allah. Dan tidak boleh menakut-nakuti mereka dengan cerita-cerita
bohong, horor serta menakuti mereka dengan gelap.
g.
Membiasakan
Anak dengan Pakaian yang Syar’i
Hendaknya anak-anak dibiasakan
menggunakan pakaian sesuai dengan jenis kelaminnya. Anak laki-laki menggunakan
pakaian laki-laki dan anak perempuan menggunakan pakaian perempuan. Jauhkan
anak-anak dari model-model pakaian barat yang tidak syar’i, bahkan ketat dan
menunjukkan aurat.
Tentang hal ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Artinya : “Barangsiapa yang meniru sebuah kaum, maka
dia termasuk mereka.” (Shahih, HR. Abu Daud)
Untuk anak-anak perempuan,
biasakanlah agar mereka mengenakan kerudung penutup kepala sehingga ketika
dewasa mereka akan mudah untuk mengenakan jilbab yang syar’i.
Demikianlah beberapa tuntunan dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam mendidik anak. Hendaknya para
orang tua dan pendidik bisa merealisasikannya dalam pendidikan mereka terhadap
anak-anak. Dan hendaknya pula mereka ingat, untuk selalu bersabar, menasehati
putra-putri Islam dengan lembut dan penuh kasih sayang. Jangan membentak atau
mencela mereka, apalagi sampai mengumbar-umbar kesalahan mereka.
BAB
IV
PENUTUP
KESIMPULAN
· Anak
adalah amanah dari Alloh, dan kita diperintahkan agar bisa menunaikan amanah
dengan sebaik-baiknya. Semoga kita mampu menjaga dan menunaikan amanat yang
diberikan kepada kita.
· Semua anak
dilahirkan diatas fitrah, orang tuanya-lah yang menjadikannya yahudi atau
nashrani atau majusi.
· Dan barang
siapa yang tidak menempati amanahnya, maka Allah akan mengazabnya di akhirat
nanti
· Semoga
kita mampu menjaga dan menunaikan amanat yang diberikan kepada kita.
DAFTAR PUSTAKA
Djumhur, Sejarah Pendidikan, Bandung : Ilmu, 1969.
Mohammad ‘Athiyah Al
Abrasyi, Prof. Dr, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, (dari Attarbiyatul
Islamiyah diterjemahkan oleh Prof.H. Bustami A. Gani dan Djohar Bahry LIS),
Bulan Bintang, Jakarta, 1977.
Sulani MA,BA, Petunjuk
Dalam Mencetak Generasi Muda Muslim,PT. Al Ma’arif, Bandung 1981
Fadhlil al-Djamali, Menerobos Krisis Pendidikan Islam, Jakarta : Golden Press, 1992
Malik, Fadjar, H.A. Visi Pembaharuan Pendidikan Islam, Jakarat : Alfa Grafitama, 1998
Moelim, Abdurrahman, Islam Transformatif, Jakarta : Pustaka Firdaus, 1997
Mahmud Yunus, Prof Dr. H. Sejarah Pendidikan Islam¸ Jakarta : Mutiara Sumber Widya
Zuhairini, Dra, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 2000
Fadhlil al-Djamali, Menerobos Krisis Pendidikan Islam, Jakarta : Golden Press, 1992
Malik, Fadjar, H.A. Visi Pembaharuan Pendidikan Islam, Jakarat : Alfa Grafitama, 1998
Moelim, Abdurrahman, Islam Transformatif, Jakarta : Pustaka Firdaus, 1997
Mahmud Yunus, Prof Dr. H. Sejarah Pendidikan Islam¸ Jakarta : Mutiara Sumber Widya
Zuhairini, Dra, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 2000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar