BAB I
KONSEP ADMINISTRASI PENDIDIKAN
Tujuan
Pembelajaran
Setelah mengikuti secara
aktif kegiatan proses pembelajaran, mahasiswa yang mengambil mata kuliah
Administrasi dan Supervisi Pendidikan diharapkan akan dapat:
1.
Menjelaskan perkembangan Administrasi Pendidikan di
Indonesia
2.
Membedakan pengertian Administrasi Pendidikan dengan
Administrasi Sekolah
3.
Menjelaskan faktor-faktor dan unsur-unsur Administrasi
Pendidikan
4.
Menjelaskan dasar dan tujuan Administrasi Pendidikan
5.
Menjelaskan fungsi-fungsi Administrasi Pendidikan.
PEMBAHASAN
MATERI PEMBELAJARAN
A. PENDAHULUAN
Disadari atau tidak, dalam realitasnya manusia hidup di
abad modern sekarang ini selalu berada dan berhadapan dengan berbagai masalah.
Masalah tersebut silih berganti dari masalah yang satu ke masalah yang lain dan
seterusnya sampai akhir hayat manusia. Rentetan masalah tersebut dapat
dipastikan akan dialami oleh setiap manusia yang pernah hidup, baik masalah
sosial-budaya, masalah ekonomi, masalah politik, maupun kenegaraan dengan kadar
masalah yang bertingkat-tingkat sesuai dengan masalah yang dialaminya.
kompleksitas masalah yang demikian rumit ini dapat dibayangkan, apabila manusia
tidak berupaya mencari cara untuk mengaturnya, mungkin dunia inipun telah
hancur sejak dahulu kala. Pengaturan dimaksud untuk mengarah kepada usaha
kelancaran, keteraturan, kedinamisan dan ketertiban sehingga kesenjangan dalam
hidup dapat diatasi semaksimal mungkin. Hal ini mutlak diperlukan
pengadministrasian untuk mengaturnya agar kehidupan ini menjadi lebih baik.
Seperti apa yang diungkapkan oleh S.P. Siagian dengan
mengutip pendapat Albert Lopawzley, bahwa ”abad ini adalah abad administrasi”.
Tidak ada suatu hal untuk abad modern sekarang ini yang lebih penting dari
administrasi. Kelangsungan hidup pemerintahan yang beradab itu sendiri akan
sangat bergantung suatu filsafat administrasi yang mampu memecahkan
masalah-masalah masyarakat modern”. (S.P. Siagian, Filsafat Administrasi,
1980:1-2)
Demikian pula perkembangan dunia
pendidikan dewasa ini yang sudah demikian pesatnya, baik sistem, metoda
maupun penggunaan alat-alat kerja yang serba otomatis, akan tetapi untuk
mencapai hasil kerja secara maksimal tanpa mengorbankan unsur-unsur
kemanusiaan. Usaha pembinaan, pengembangan dan pengendalian ini sangat
diperlukan penerapan administrasi dan supervisi pendidikan di lingkungan kerja
masing-masing, khususnya pada lembaga-lembaga pendidikan.
Diberbagai lembaga pendidikan
terdapat sejumlah manusia, baik yang berkedudukan sebagai pimpinan ataupun
sebagai tenaga pelaksana, rasanya tidak cukup jika mereka hanya dibekali dengan
pengetahuan dan ketrampilan dalam bidang pendidikan saja, mereka harus dibekali
pula dengan kemampuan administratif. Dengan kata lain, para petugas pendidikan
di sekolah (Kepala Sekolah, penilik sekolah, pengawas, guru dan personil
sekolah lainnya) tidak hanya dituntut kemampuan profesional dalam melaksanakan
kegiatan-kegiatan kependidikan, akan tetapi juga kemampuan dalam mengelola
administrasi pendidikan, yang mengharuskan mereka memiliki pengetahuan,
ketrampilan dan keahlian serta bersikap selaku administrator yang profesional
pula. Kemampuan profesional tersebut terutama menyangkut aspek-aspek yang
berkenaan dengan pengendalian kerjasama seperti kemampuan menyusun perencanaan,
pengorganisasian, pengkoordinasian, pembimbingan/ pengarahan, supervisi dan
evaluasi pendidikan serta kemampuan mewujudkan komunikasi yang harmonis antar
para pelaksana pendidikan di sekolah guna meningkatkan efektivitas dan
efisiensi pencapaian tujuan di lingkungan lembaga masing-masing.
Kemampuan administratif seperti
tersebut di atas adalah sesuai pula dengan kebijaksanaan mengenai Sistem PGBK
(Pendidikan Guru Berdasarkan Kompetensi) yang perlu diberikan dan dipersiapkan
bagi calon guru dan kepala sekolah awal mungkin tanpa harus menunggu bila
mereka telah menjadi guru atau kepala sekolah, pengawas atau penilik sekolah
seterusnya. Sangatlah bijaksana apabila seawal mungkin para pelaksana
pendidikan di sekolah dibekali kemampuan administrasi agar mereka: ”Mengenal
dan mampu menyelenggarakan administrasi sekolah dengan baik”. (Kompetensi 9:
Ary H, Gunawan, 1981:1).
Tuntutan akan kemampuan
administratif seperti tersebut di atas, pada gilirannya menempatkan para
petugas atau pelaksana pendidikan diberbagai tingkat dan jenjang sekolah (dari SD
sampai Perguruan Tinggi) dapat bertanggung jawab terhadap pengelolaan
pendidikan, pada posisi mereka masing-masing apapun sebutan yang diberikan,
baik disebut sebagai administrator, supervisor, pemimpin, maupun disebut
sebagai manajer atau pengelola dan sebagainya. Sebutan-sebutan tersebut di atas
diharapkan tidak hanya merupakan sebutan untuk fungsi administrator tetapi juga
menunjukkan kiat administrator yang baik, seperti kiatnya seorang dokter yang
bertangan dingin yang populer di masyarakat karena ia mampu mendiagnosis dan
menyebutkan berbagai jenis penyakit.
B.
MENGENAL PERKEMBANGAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN DI INDONESIA
1.
Perkembangan Administrasi di Luar Negeri
Administrasi sebagai fenomena sosial di dalam masyarakat telah ada sejak dahulu kala, lebih-lebih sejak
peradaban manusia berkembang. Tetapi proses penyelenggaraannya baru diselidiki
dan dikenal sebagai ilmu pengetahuan kira-kira pada sekitar akhir abad ke XIX.
Mulanya seorang bangsa Perancis yang bernama Henri Fayol
kelahiran Istambul (1841) mengadakan suatu penelitian dan memperkenalkan
teori-teori administrasi kepada bangsa Perancis. Fayol menganggap pengembangan
ilmu adminstrasi itu sebagai satu-satunya jalan bagi Perancis untuk mengisi
kekurangan/kekosongan tenaga-tenaga pimpinan dengan tenaga-tenaga yang faham
akan pengetahuan administrasi pada waktu itu.
Pada pertama kalinya sekitar tahun 1900, Fayol berceramah
dan mengemukakan pendapatnya di depan sebuah Kongres Pertambangan Baja, dengan
dalilnya bahwa ”pengetahuan teknik saja tidak cukup untuk mengurus suatu
perusahaan industri dengan sewajarnya”. Fayol menyadari bahwa pengetahuan
teknik yang dimiliki tentang apa yang diurus tidaklah cukup, kecuali dilengkapi
dengan pengetahuan tentang bagaimana mengurusnya. Untuk itu, pengetahuan
tentang administrasi perlu dikembangkan.
Perhatian terhadap ilmu administrasi yang demikian
besarnya sehingga akhirnya Fayol bertekad untuk mendirikan sebuah Pusat Studi
Ilmu Administrasi di Paris untuk mengembangkan teori-teori administrasi yang
dimilikinya. Tekad ini dimulai pertama kalinya dengan menerbitkan sebuah
brosurnya yang terkenal dengan judul “Administration Industriallle et
Generale”. Bibit administrasi yang dikembangkan Fayol ini akhirnya terkenal dan
tersebar ke seluruh penjuru dunia, sebab itu Henri Fayol dijuluki sebagai Bapak
Ilmu Administrasi.
Perkembangan ilmu administrasi yang semakin pesat telah
tumbuh pula dengan suburnya di Amerika Serikat yang ikut mempengaruhi
cabang-cabang ilmu pengetahuan lainnya. Salah satu cabang ilmu administrasi
yang menjadi perhatian dalam penyelidikan secara ilmiah ialah “Manajemen
Ilmiah” yang dipelopori oleh Frederick Winslow Taylor, yang kemudian ia dikenal
sebagai Bapak Manajemen Ilmiah (1956-1915). Ide-ide pokoknya yang terkenal
dituangkan dalam sebuah bukunya yang berjudul “The Principles of Scientific
Management” (1911). Demikian pula perkembangan bidang ilmu lainnya seperti
bidang kenegaraan dikembangkan oleh Woodrow Wilson, seorang guru besar ilmu
politik pada Universitas Princeton yang kemudian diangkat sebagai Presiden
Amerika Serikat pada waktu kejayaannya itu. Ia terkenal dengan tulisannya yang
berjudul “The Study of Administration”, telah menggugah perhatian para
sarjana politik di Amerika Serikat akan pentingnya administrasi sebagai subyek
studi dalam rangka ilmu politik. Tulisan-tulisan seperti misalnya Frank J. Goodnow
(awal abad ke XX), William B. Monro (1923), Leonard D. White (1926) tentang “An
Introduction to the Study of Public Administration”; Elton Mayo dan
Fritz Roethlisberger masing-masing sebagai ahli psikologi industri dan
psikologi sosial. Keduanya mengembangkan penelitian tentang hubungan antara
lingkungan kerja fisik dan produktivitas kerja (1927-1932); Mery Parker Follet
(1928-1933) seorang filosof wanita dalam bidang politik dan sosial. Dalam
tulisannya yang menekankan faktor manusia dalam administrasi, dengan
pertimbangan utamanya bahwa problem pokok semua organisasi ialah “bagaimana
mengembangkan dan memelihara dinamika dan hubungan yang rukun dan manusiawi
dalam organisasi; Chester Irving Barnard (1938) mengembangkan toeri
komprehensif dengan mengadakan pendekatan dan analisis tentang perilaku
kerjasama dalam organisasi formal, dalam bukunya berjudul ”The Function of
the Executive”; Herbert Alexander Simon (1947) mengembangkan ide Barnard
dengan menggunakan konsekuensi keseimbangan
organisasi sebagai titik tolak untuk suatu teori motivasi kerjasama yang
formal, dituangkan dalam bukunya yang berjudul “Administrative Behavior”.
Menurut Simon, tidak ada cara pemecahan yang lebih baik terhadap permasalahn
tertentu, tetapi beberapa cara pemecahan lebih memuaskan dari yang lainnya
melalui pendekatan keperilakuan manusia dalam organisasi.
Dari
kesemua hasil penelitian/experimen, analisis dan konsep (teori-teori)
pengembangan ilmu administrasi tersebut di atas telah mengangkat bangsa Eropa
jauh lebih maju dalam mengenal administrasi sebagai suatu ilmu pengetahuan
hingga dewasa ini.
2.
Perkembangan
Administrasi
Di
Indonesia, administrasi sebagai proses penyelenggaraan yang merupakan gejala sosial
telah ada jauh sebelum bangsa Eropa mengenalnya sebagai suatu ilmu pengetahuan.
Pada sekitar abad ke VII dan VIII
Masehi (+ 1.000 tahun lampau)
yaitu pada zaman Majapahit dan Sriwijaya, administrasi sudah ada bersama-sama
dengan expansi kedua kerajaan ini, bahkan lebih maju dan tinggi taraf
penyelenggaraannya baik administrasi negara maupun administrasi niaganya bila
dibadingkan dengan Negara-negara lainnya. Bukti untuk hal ini, ialah pada zaman Majapahit
telah berhasil menyatukan negara-negara yang ada di kawasan nusantara, bahkan
sampai keluar wilayah RI sekarang
ini. Karenanya Majapahit sangat disegani oleh negara-negara di sekitarnya.
Demikian pula Sriwijaya dengan hubungan dagangnya mengarungi lautan dengan
kapal-kapalnya yang megah menjadi terkenal oleh negara-negara yang jauh dari
kawasan Sriwijaya pada saat itu.
Walaupunn
administrasi sebagai proses kegiatan sudah dikenal jauh sebelumnya, namun
sebagai ilmu pengetahuan baru dikenal
pada sekitar tahun 1957, yang
ditandai dengan suatu momentum didirikannya LAN (Lembaga Administrasi Negara)
di Jakarta. Tahun-tahun sebelumnya kegiatan untuk mengembangkan ilmu
administrasi ini telah ada di Indonesia,
seperti:
-
Tahun
1954 Pemerintah pernah mendatangkan
suatu perutusan dari Amerika Serikat untuk mengadakan penelitian tentang
administrasi kepegawaian di Indonesia.
Perutusan ini diketuai oleh Edward H.Litchfield dibantu oleh C. Rankin. Hasil
penelitian ini dirumuskan dalam sebuah saran kepada pemerintah RI, dengan judul
“Training Administration on Indonesia”.
-
Tahun
1959 Pemerintah mengundang kembali suatu tim ahli dari negara yang sama dengan
diketuai oleh Lynton K.Caldwell dengan dibantu oleh Howard L. Timn. Hasil
pertemuan dengan tim inilah yang kemudian mendorong pemerintah RI. untuk
mengembangkan ilmu administrasi melalui LAN tersebut. Dari sinilah berkembang
dan berdirinya berbagai perguruan tinggi dengan fakultas-fakultas yang mengembangkan ilmu
administrasi mulai dari administrasi negara, administrasi niaga, administrasi
pemerintahan, administrasi pembangunan, administrasi pendidikan, administrasi
perkantoran, dan lain sebagainya.
Perhatian
besar pemerintah RI. terhadap pengembangan ilmu administrasi, terutama sekali
karena pada awal-awal tahun kedaulatan dipulihkan, banyak jabatan-jabatan
penting yang semula ditempati oleh orang-orang Belanda menjadi kosong,
sedangkan tenaga-tenaga yang ada sangat kurang kemampuannya untuk mengisi kekosongan tersebut, sehingga merupakan masalah yang
berat bagi suatu negara baru seperti Indonesia pada waktu itu. Memang pada
zaman kolonial Belanda dulu tidak memberi kesempatan kepada orang-orang Indonesia
untuk menempati jabatan-jabatan administratif yang penting dalam menentukan kebijaksanaan
politik atau jabatan pimpinan yang penting, kalaupun ada maka hanya sedikit
saja yang mempunyai pengalaman administratif. Pendekatan pada waktu itu
administrasi sebagai proses kegiatan yang integral semata-mata diperuntukkan
bagi golongan orang-orang Belanda saja, sedangkan orang-orang Indonesia diabaikan dari
jabatan-jabatan penting dan menentukan kebijaksanaan dalam negara pada waktu
itu.
Semenjak
berdirinya LAN hingga sekarang ini, ilmu administrasi di Indonesia telah tumbuh dan berkembang
dengan pesat, bahkan masing-masing unsur administrasi yang merupakan suatu
kesatuan telah berdiri sendiri sebagai cabang ilmu pengetahuan juga berkembang
dengan subur di Indonesia. Misalnya:
(a)
Dalam
ilmu organisasi dikembangkan pengetahuan baru tentang organisasi dan metoda
(Organization and Method).
(b)
Ilmu
manajemen dikembangkan pula pengetahuan metodologi pengambilan keputusan
(Decision Making Methology), penelitian operasional (Operational Research),
Network planning dan sebagainya.
(c)
Dari
ilmu komunikasi dalam administrasi dikembangkan pula pengetahuan baru
“Cybernetics”.
(d)
Dari
ilmu administrasi keuangan dikembangkan pula pengetahuan baru “Planning
Programming Budgeting System (PPBS) atau nama lain sekarang sedang popular
yaitu “Sistem Perencanaan Penyusunan Program dan Penganggaran, disingkat SP4.
(e)
Dari
ilmu tata usaha dikembangkan pula pengetahuan baru yang ada hubungannya dengan
computer seperti “Automatic Data Processing” (ADP), dan Management Information
System” (MIS) dan sebagainya.
(f)
Sementara
diusahakan untuk dikembangkan pula ilmu-ilmu kebudayaan administrasi,
administrasi ekonomi pembangunan dan sebagainya sebagai jawaban atas problem
pembangunan di negara kita sekarang ini dan untuk waktu-waktu mendatang.
Dengan
berkembangnya ilmu administrasi di Indonesia, dewasa ini telah memberi angin
segar dan ramai bagi berdirinya lembaga-lembaga pendidikan, balai pembinaan dan
latihan jabatan pegawai, sekolah-sekolah staf dan calon pimpinan,
penataran-penataran pra jabatan dan dalam jabatan untuk melengkapi dan
meningkatkan ilmu pengetahuan serta disiplin administrasi yang lebih mantap dan
dinamis guna mewujudkan cita-cita pembangunan bangsa yang pada suatu saat akan
mampu berdiri di ats kemampuan bangsa sendiri tanpa menggantungkan diri kepada
bangsa-bangsa lain.
C.
PENGERTIAN
ADMINISTRASI PENDIDIKAN
1.
Administrasi
pada umumnya
Apabila
kita berkunjung ke suatu kantor atau sekolah dan kita perhatikan dengan cermat,
maka kita akan melihat banyak orang sedang sibuk dengan berbagai kegiatannya.
Disana kita lihat ada orang yang sedang menulis, ada yang sedang menghitung,
ada yang membaca, ada yang sedang berbincang-bincang tentang sesuatu hal dengan
teman atau dengan orang lain, ada yang tengah memikirkan sesuatu hal untuk
dipecahkan, ada yang sedang menerima dan mengirim surat, ada yang sedang
mengetik, ada yang sedang menyusun atau mengatur buku, daftar, arsip, dan
dokumen-dokumen penting, sementara ada pula yang sedang menunjukkan sesuatu
kepada orang lain, bahkan ada pula yang sedang mengamati orang lain (bawahan) sedang
bekerja, dan macam-macam kegiatan lainnya. Semua kegiatan yang telah disebutkan
di atas, baik mereka yang bekerja sendiri-sendiri maupun bekerja bersama-sama
bukanlah merupakan kegiatan yang berdiri sendiri-sendiri terpisah satu sama
lain, akan tetapi kegiatan-kegiatan tersebut merupakan suatu kesatuan yang
terikat oleh suatu tujuan yang sebelumnya telah disepakati bersama. Dengan kata
lain, kegiatan-kegiatan itu adalah kegiatan yang berencana, terorganisir,
teratur, dan terkontrol/terkendali
secara sistematis, kontinu dan bersasaran untuk mencapai tujuan secara efektif
dan efisien.
Kegiatan-kegiatan
yang telah disebutkan di atas adalah merupakan fenomena dari suatu iven yang
memberikan ciri pada administrasi macam mana seseorang atau sekelompok orang itu
melakukannya. Memang kegiatan administrasi sejak dahulu telah ada bahkan dapat
dikatakan bahwa administrasi itu sendiri sama tuanya dengan adanya manusia di
dunia ini, dan berkembang
bersamaan dengan peradaban manusia. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa
apabila ada dua orang atau lebih yang bekerjasama melakukan suatu kegiatan
dengan maksud untuk mencapai tujuan tertentu, maka kegiatan tersebut
digolongkan sebagai kegiatan administrasi.
Pada
umumnya pengertian administrasi yang dimaksudkan oleh kebanyakan orang dalam
kehidupan sehari-hari adalah terjemahan dari kata “administratie”
(Belanda) yang sama dengan “clerical-work” (Inggeris) yang berarti tata
usaha. Pengertian ini adalah benar sesuai dengan pengamatan sepintas yang
pernah dialami, akan tetapi masih berada dalam pandangan yang sempit, yang
menyangkut kegiatan-kegiatan dari suatu kantor seperti menyelenggarakan
surat-menyurat, mengatur dan mencatat penerimaan, penyimpanan, penggunaan,
pemeliharaan dan pengeluaran barang-barang, mengurus keuangan, pengarsipan, dan
sebagainya. Keseluruhan kegiatan tersebut di atas adalah merupakan kegiatan
ketatausahaan yang bru merupakan gambaran sebagaian kecil dari keseluruhan
proses administrasi yang sesungguhnya.
Administrasi
dalam pengertian luas adalah terjemahan dari
kata “administration” (Inggeris). Secara etimologis, istilah
tersebut berasal dari bahasa Latin “Administrare. Kata administrare
terdiri dari kata ad + ministrare. Kata Ad mempunyai arti
yang sama dengan kata to dalam bahasa Inggeris yang berate ke atau
kepada; dan kata ministrare mempunyai arti yang sama dengan to serve atau to conduct dalam
bahasa Inggeris yang berarti melayani, membantu, menolong, memenuhi, atau
mengarahkan. Jadi kata administrasi dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk
melayani, usaha untuk membantu, usaha untuk menolong, usaha untuk memenuhi,
usaha untuk mengarahkan dan atau usaha
untuk memimpin semua kegiatan yang telah direncanakan untuk mencapai suatu
tujuan tertentu. Sedangkan orang yang diberi wewenang dan tanggung jawab formal
dalam hierarki organisasi (kelompok kerjasama) untuk memberikan bantuan,
pelayanan, pertolongan dalam usaha itu dinamakan “administrator, yang
pada hakekatnya adalah seorang pelayan atau pembantu yang memberikan service
dalam usaha mencapai tujuan tersebut.
Berdasarkan
pengertian di atas, lalu orang mulai menyusun resep dalam pengertian yang umum
tentang administrasi sebagaimana para ahli di bawah ini.
Herbert
Alexander Simon, dalam bukunya “Public Administration” menyatakan : In its broadest
sense, administration can be defined as the activities of group cooperating to
accomplish common goals. Pengertiannya kurang lebih sebagai berikut: Dalam
pengertian yang terluas, administrasi dapat dirumuskan sebagai kegiatan dari kelompok orang yang bekerjasama
untuk mencapai tujuan bersama. (H.A.Simon, 1956:3).
Menurut
Sondang P. Siagian, dalam bukunya “Filsafat Administrasi”, memberikan definisi
administrasi sebagai “keseluruhan proses kerjasama antara dua orang manusia
atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan
yang telah ditentukan sebelumnya. (S.P. Siagian, 1975 :13). Sedangkan The Liang
Gie dan Sutarto dalam bukunya “Pengertian, Kedudukan dan Perincian Ilmu
Administrasi” mengemukakan definisi administrasi sebagai berikut : Administrasi
adalah segenap rangkaian kegiatan penataan terhadap pekerjaan pokok yang
dilakukan oleh kelompok orang dalam kerjasama mencapai tujuan tertentu. (The
Liang Gie, 1977:13).
Berdasarkan
ketiga definisi administrasi di atas, sampailah kita kepada suatu kesimpulan
bahwa “administrasi adalah keseluruhan proses penataan kegiatan dari kerjasama
sekelompok orang untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Dari
definisi ini, dapat dipetik beberapa pokok pikiran yang merupakan kesamaan
pendapat dari para ahli administrasi, yaitu antara lain:
(1)
Administrasi
merupkan rangkaian kegiatan penataan.
(2)
Kegiatan
penataan itu dilakukan oleh sekelompok orang.
(3)
Usaha
kerjasama sekelompok orang itu mempunyai tujuan tertentu yang disepakati untuk
dicapainya.
Pokok pikiran
tersebut di atas ini memuat beberapa aspek penting yang merupakan faktor
penyebab terjadinya administrasi, yaitu: (a) adanya manusia (dua orang atau
lebih); (b) adanya tujuan yang hendak dicapai; (c) adanya serangkaian tugas
pekerjaan yang harus dikerjakan; dan (d) ada proses kerjasama (proses
penataan).
2.
Administrasi
Pendidikan
Pengertian
administrasi pendidikan sampai pada abad ini masih belum terdapat suatu
komitmen yang uniform dari para ahli tentang definisi administrasi pendidikan. Masing-masing
ahli memberikan definisi yang berbeda-beda dengan dukungan argumentasi yang cukup kuat dan rasional. Dalam realitasnya,
ternyata masih terdapat sebagian orang yang memandang administrasi pendidikan
itu sama dengan administrasi sekolah. (Periksa Pedoman Administrasi dan Supervisi
Pendidikan Buku III-b, Kurikulum 1975 dalam pemakaian istilah tersebut).
Kecenderungan inilah yang mengilhami keyakinan mereka sehingga dalam
mendefinisikan administrasi pendidikan cenderung pula mempersempit
pengertiannya, yaitu dalam konteks yang sama dengan tata usaha sekolah,
administrasi pengajaran, dan administrasi sekolah. Sesungguhnya administrasi
pendidikan itu lebih luas dibanding dengan administrasi tata usaha atau
administrasi pengajaran maupun dengan administrasi sekolah.
Untuk menghindari terjadinya interpolasi penerapan
pengertian, dan untuk menunjukkan bukti-bukti bahwa administrasi pendidikan itu
lebih luas dari yang lainnya, maka ada beberapa alasan yang menjadi dasar
pertimbangan dalam penulisan ini, yaitu:
a.
Administrasi pendidikan di Indonesia adalah merupakan
bagian atau cabang dari ilmu administrasi umum, khususnya administrasi negara
dimana dalam praktek penyelenggaraan administrasi pendidikan pada umumnya tetap
berhubungan dengan pola penyelenggaraan sistem administrasi negara. Karena itu, administrasi pendidikan di Indonesia
dilaksanakan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang diatur oleh negara
(pemerintah).
b.
Masalah pendidikan di Indonesia adalah juga masalah
negara. Dasar dan tujuan pendidikan di Indonesia sama dengan
dasar dan tujuan negara, yakni berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Karena
itu, bagaimana bentuk dan sistem negara kita maka begitu pula pendidikannya.
Administrasi pendidikan pada dasarnya menunjukkan ruang lingkup atau ruang
gerak administrasi ke dalam bidang pendidikan. Dengan kata lain, administrasi
pendidikan pada hakekatnya merupakan applaid ilmu administrasi dalam ilmu
pendidikan, dimana dalam kegiatan pembinaan, pengembangan dan pengendalian
usaha-usaha pendidikan yang diselenggarakan dalam bentuk kerjasama sejumlah
orang adalah merupakan obyek atau sasaran kegiatan administrasi pendidikan.
Demikian pula tujuan administrasi pendidikan berkaitan erat dengan tujuan
pendidikan nasional, sebab administrasi pendidikan merupakan alat untuk
mencapai tujuan umum pendidikan nasional.
c.
Wilayah cakupan administrasi pendidikan sama luasnya
dengan wilayah cakupan pendidikan nasional yang dalam praktek
penyelenggaraannya meliputi pendidikan formal, pendidikan non formal, dan
pendidikan informal. Penyelenggaraan administrasi dalam arti luas tidak hanya
dilaksanakan dalam sistem persekolahan akan tetapi meliputi pula kegiatan di
luar sistem persekolahan, termasuk administrasi pendidikan yang berlangsung di
dalam lingkungan keluarga. Demikian pula fungsi administrator pendidikan.
d.
Administrasi pendidikan memang lebih luas dari
administrasi sekolah. Administrasi sekolah hanya merujuk kepada
kegiatan-kegiatan administrasi yang diselenggarakan di sekolah, sedangkan
administrasi pendidikan berkonfusi dan tersirat dalam konteks yang lebih luas
meliputi pula administrasi pendidikan di luar sistem persekolahan. Ini berarti
kontent administrasi pendidikan di dalamnya memuat sebagian masalah-masalah
administrasi yang diselenggarakan di sekolah.
Gambaran tentang luas-sempitnya
administrasi pendidikan telah jelas bagi kita, namun untuk merumuskan suatu
pengertian yang lengkap rasanya sulit bagi kita untuk melepaskan begitu saja
dari bayangan kita mengenai pengertian administrasi pada umumnya. Walaupun
suatu rumusan tidak terlalu dapat menjelaskan pengertian secara lengkap dari
keinginan kita, akan tetapi dalam banyak hal paling tidak dapat membantu
mengurangi kesalahtafsiran kita tentang pengertian administrasi pendidikan yang
sesungguhnya.
Chester W.Harris, dalam ”Encyclopedia of Educational
Research”, memberikan pengertian administrasi pendidikan sebagai berikut:
Educational administration is the process of integrating the effort of personal
and utilizing appropriate materials in such a way as to promote effectively the
development of human qualities. (Piet. A. Sahertian, dkk, 1982:4). Maksud
definisi tersebut di atas kurang lebih sebagai berikut: Administrasi pendidikan
adalah suatu proses pengintegrasian segala usaha pendayagunaan sumber-sumber
personal dan material sebagai usaha untuk meningkatkan secara efektif
pengembangan kualitas manusia.
Hadari Nawawi pada kesimpulannya berpendapat bahwa:
Administrasi pendidikan adalah rangkaian kegiatan atau keseluruhan proses
pengendalian usaha kerjasama sejumlah orang untuk mencapai tujuan pendidikan
secara berencana dan sistematis yang diselenggarakan di lingkungan tertentu,
terutama berupa lembaga pendidikan formal.
(Hadari Nawawi, 1981:11).
Sedangkan M.Ngalim Purwanto, dalam bukunya “Administrasi
Pendidikan”, dijelaskan bahwa: Administrasi pendidikan adalah suatu proses
keseluruhan kegiatan bersama dalam bidang pendidikan yang meliputi perencanaan,
pelaporan dan pembiayaan, dengan menggunakan atau memanfaatkan fasilitas yang
tersedia baik personil, material, maupun spiritual untuk mencapai tujuan
pendidikan secara efektif dan efisien. (M.Ngalim Purwanto, 1975:12).
Akhir dari seluruh rumusan pengertian di atas
disimpulkan bahwa: Administrasi pendidikan adalah suatu proses keseluruhan
usaha kerjasama sekelompok orang dalam bidang pendidikan dengan memanfaatkan
atau mendayagunakan segala sumber potensi yang tersedia, baik personil,
material maupun spiritual secara berencana dan sistematis untuk mewujudkan
tujuan pendidikan yang telah ditetapkan secara efktif dan efisien.
Administrasi sebagai suatu proses keseluruhan
menunjukkan rangkaian seluruh kegiatan, mulai dari kegiatan pimpinan sampai
dengan kegiatan pelaksana, dari pemikiran penentuan tujuan pelaksanaan sampai
tercapainya tujuan melalui serangkaian kegiatan pokok yang meliputi
perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pengarahan, komunikasi,
pengawasan dan penilaian, pembiayaan, pelaporan hingga perencanaan ulang.
Keseluruhan proses kegiatan dimaksud adalah semua proses kegiatan tersebut di
atas dan bukan menunjukkan pada jumlah
proses kegiatan tersebut. Usaha kerjasama sekelompok orang dalam bidang
pendidikan adalah usaha sadar tujuan, yang diselenggarakan oleh orang-orang
yang memang memiliki kesadaran dan kemampuan serta rasa tanggung jawab atas
terselenggeranya pendidikan di lingkungan tertentu, baik formal, maupun
nonformal.
3.
Administrasi
Sekolah
Administrasi
sekolah dalam uraian ini difokuskan pada applaid ilmu administrasi pendidikan
di lingkungan lembaga pendidikan (persekolahan). Pembatasan ini memberi bingkai
pembahasan yang
dikonsentrasikan pada wadah (institusi) tertentu yaitu khusus pada lembaga
pendidikan formal (sekolah), dengan maksud untuk mengurangi atau meniadakan
uraian lebih jauh dan meluas pada hal-hal lain di luar dari sistem
persekolahan. Selain itu, pada administrasi pendidikan cakupannya meliputi
kantor-kantor pendidikan dan kebudayaan dari pusat sampai daerah, maka pada
administrasi sekolah hanya dikonsentrasikan pemikiran khusus pada administrasi
lembaga pendidikan formal termasuk tata usaha sekolah.
Stephen J.Knezevich, dalam bukunya “administration of
Public Education”, mengemukakan pengertian administrasi sekolah sebagai
berikut: School administration is a process concerned with creating, maintaining,
stimulating, and unifying the energies within an education toward realization
of the pre determined objective. (Piet A.Sahertian, dkk, 1982:5). Maksudnya
Adminidtrasi sekolah adalah suatu proses yang terdiri dari usaha mengkreasi,
memelihara, menstimulir, dan mempersatukan semua daya yang ada pada suatu
lembaga pendidikan agar tercapai tujuan yang telah ditentukan lebih dahulu.
Jan Turang, dalam bukunya “Administrasi Sekolah”
mengemukakan pengertian administrasi sekolah sebagai “keseluruhan proses pengendalian,
pengurusan dan pengaturan usaha-usaha untuk mencapai dan melaksanakan tujuan
sekolah. (Jan Turang, 1973:14).
Sedangkan oleh Oteng Sutisna, dalam bukunya “Guru dan
Administrasi Sekolah”, mengemukakan bahwa “administrasi sekolah sebagai keseluruhan rangkaian kegiatan
memimpin dengan mana tujuan-tujuan sekolah dan cara-cara untuk mencapainya
dikembangkan dan dijalankan. Ini meliputi kegiatan mengorganisasi personil,
membentuk berbagai hubungan-hubungan organisasi, menyalurkan tanggung jawab, merencanakan
kegiatan-kegiatan, mengkoordinasikan pelayanan-pelayanan pengajaran, membangun
semangat guru-guru, mendorong inisiatif orang-orang dan kerjasama dalam
kelompok ke arah tercapainya tujuan-tujuan dan nilai hasil-hasil dari rencana,
prosedur, serta pelaksanaannya oleh guru-guru di sekolah. (Oteng Sutisna,
1979:3).
Dengan menganalisis maksud dan tujuan serta hakekat dari
pengertian administrasi sekolah tersebut di atas, kiranya cukup sebagai sampel
yang dapat memberikan masukan bagi kita untuk menetapkan suatu kesimpulan sebagai berikut: yang dimaksud dengan administrasi sekolah
adalah keseluruhan proses kegiatan segala sesuatu urusan sekolah yang
dilaksanakan oleh personil sekolah (Kepala Sekolah, dan Stafnya, guru-guru dan
karyawan sekolah lainnya) dalam suatu kerjasama yang harmonis unhtuk mencapai
tujuan pendidikan dan pengajaran di sekolah secara efektif dan efisien.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka administrasi
sekolah sebagai applaid administrasi pendidikan ke dalam lembaga pendidikan formal
(sekolah) dapat diartikan sebagai berikut:
a.
Administrasi
sekolah adalah suatu proses keseluruhan kegiatan yang berupaya merencanakan,
mengatur (mengurus), melaksanakan dan mengendalikan semua urusan sekolah untk
mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran di sekolah.
b.
Administrasi
sekolah merupakan suatu proses pemanfaatan segala sumber (potensi) yang ada di
sekolah, baik personil (Kepala sekolah dan stafnya serta guru-guru dan karyawan
sekolah lainnya) maupun material (kurikulum, alat/media) dan fasilitas (sarana
dan prasarana) serta dana yang ada di sekolah secara efektif.
c.
Administrasi
sekolah merupakan suatu proses kerjasama yang meliputi proses social, proses
teknis, proses fungsional dan proses operasional penyelenggaraan pendidikan di
sekolah.
d.
Administrasi
sekolah sebagai suatu alat untuk melaksanakan dan mewujudkan tujuan pendidikan
di sekolah yang meliputi: tujuan umum pendidikan, tujuan institusional (tujuan
lembaga), tujuan kurikuler (tujuan bidang studi atau mata pelajaran), tujuan
instruksional umum (TUP) dan tujuan instruksional khusus (TKP).
e.
Administrasi
sekolah merupakan suatu proses yang berlangsung dalam suatu wadah (organisasi)
yang disebut organisasi sekolah dan juga dalam suatu sistem dan mekanisme yang
bersifat normal, karena seluruh penyelenggaraan administrasi sekolah diatur dan
diurus berdasarkan aturan-aturan tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah.
Aturan-aturan formal inilah yang membatasi kegiatan-kegiatan pengelolaan
pendidikan yang berhubungan dengan jenis dan tingkat sekolah tertentu, sehingga
kita kenal adanya administrasi SD, administrasi sekolah menengah (SMTP dan
SMTA), administrasi perguruan tinggi, dan sebagainya.
Kesimpulan
dari seluruh pengertian administrasi sekolah di atas, pada hakekatnya dapat
diklasifikasikan atas dua kegiatan utama, yaitu kegiatan administrasi sebagai
usaha pengendalian kegiatan pencapaian tujuan pendidikan di satu pihak, dan
kegiatan operasional kependidikan untuk mencapai tujuan tersebut di pihak yang
lain. Kegiatan operasional kependidikan adalah kegiatan teknis edukatif,
seperti kegiatan belajar mengajar, bimbingan dan konseling, supervisi
pendidikan, dan lain-lain. Untuk melaksanakan tugas-tugas operasional tersebut
secara efektif diperlukan sejumlah tenaga profesional dalam bidang kependidikan
termasuk juga kemampuan profesional di bidang penguasaan materi bidang studi/mata pelajaran di luar bidang
kependidikan. Sedangkan kegiatan administratif kependidikan adalah menyangkut
kemampuan mengendalikan kegiatan operasional tersebut agar secara serempak
seluruhnya bergerak dan terarah pada pencapaian tujuan yang ditetapkan. Tujuan
mana pada dasarnya untuk mewujudkan efektivitas dan efisiensi kerja yang tinggi
dalam menyelenggarakan tugas-tugas operasional yang bersifat teknis edukatif di
lingkungan lembaga pendidikan formal tertentu.
Untuk
membedakan kegiatan administratif kependidikan dan kegiatan operasional
kependidikan, ikutilah contoh yang dikemukakan oleh Hadari Nawawi sebagai
berikut: Menyusun kurikulum, mengatur agar kurikulum dapat dilaksanakan,
menyediakan dan memelihara peralatan, mengadakan dan mengatur personil untuk
merealisasikan kurikulum dan lain-lain adalah kegiatan yang termasuk dalam
administrasi kependidikan. Sedangkan kegiatan menyusun persiapan mengajar
(SAP), mengajar secara aktual di kelas, membimbing murid-murid untuk belajar
guna mencapai prestasi maksimal sesuai dengan kemampuannya, menyusun dan
melaksanakan evaluasi pendidikan (ujian), dan lain-lain adalah kegiatan yang
ter,asuk dalam operasional kependidikan. (Hadari Nawawi, 1981:11).
Dengan
menguasai pengertian tentang administrasi pendidikan dan administrasi sekolah
beserta contoh-contoh konkrit yang membedakan kegiatan-kegiatan administratif
kependidikan dan kegiatan teknis operasional kependidikan, seyogyanya kita telah
memiliki sebuah konsep yang bulat dengan
langkah dan bahasa yang sama siap menghadapi dan mengeluti tugas-tugas kita
yang akan dating, kapan dan dimanapun, baik dalam usaha yang kecil dan
sederhana maupun dalam usaha yang besar dan kompleks. Seperti apa yang
diungkapkan oleh Oteng Sutisna, bahwa …. Administrasi itu dimanapun sama,
apakah dalam pemerintahan, perusahaan, atau pendidikan, apakah dalam usaha yang
besar dan kompleks seperti misalnya sebuah departemen pendidikan atau dalam
usaha yang kecil dan sederhana, seperti misalnya sebuah sekolah rakyat. (Oteng
Sutisna, 1964:2). Pokoknya, semua kegiatan sekolah dari yang meliputi usaha
besar seperti mengenai perumusan policy, kontrol, perlengkapan dan seterusnya,
sampai kepada usaha-usaha yang kecil dan sederhana sepertinya penjaga sekolah
dsb, (M. Ngalim Purwanto, 1970 :
9), Semuanya itu termasuk dalam kegiatan administrasi pendidikan di sekolah.
Kegiatan-kegiatan tersebut di atas harus mampu dilaksanakan oleh setiap orang
yang disebut administrator pendidikan yang profesional, kalau tidak maka akan
disebut sebagai seorang tukang. Oleh sebab itu, para administrator pendidikan untuk sekarang,
dan dimasa-masa yang akan datang lebih dituntut kemampuan profesionalnya, yang
diharapkan ia dapat dan mampu:
(a)
Berpikir
administratif (administrative thinking);
(b)
Berperilaku
Administratif (administrative behavior); dan
(c)
Bersikap
administratif (administrative attitude);
- FAKTOR-FAKTOR DAN UNDUR-UNSUR DALAM ADMINISTRASI PENDIDIKAN
Di
beberapa literatur administrasi yang sempat kit abaca, disana diketemukan
istilah faktor dan unsur kadang-kadang dipertukarkan karena sebagian menganggap
kedua istilah itu identik (sama) artinya. Agar supaya kita tidak salah (keliru)
dalam menggunakan kedua istilah ini, baik dalam ungkapan lisan maupun dalam
tulisan, tidak berlebihan jika kita telah lebih dahulu perbedaan kedua istilah
tersebut.
Di
dalam Ensiklopedia Administrasi, dijelaskan bahwa faktor merupakan syarat atau
penyebab terjadinya administrasi. Tidak ada salah satu di antara faktor
tersebut maka tidak aka nada administrasi, karena faktor merupakan sesuatu yang
ikut menyebabkan atau mempengaruhi terjadinya suatu hasil atau keadaan.
Pengertian faktor lebih luas daripada unsur, sebab kumpulan dari faktor-faktor
itu selalu merupakan penyebab atau pendorong timbulnya sesuatu hal lain yang
merupakan kebulatan. Sedangkan unsur adalah bagian dari sesuatu kebulatan.
Tidak adanya unsur bukan berarti sesuatu kejadian atau suatu akibat itu tidak
ada. Akibat atau kejadian itu ada tetapi kurang sempurna. (Staf Dosen BPA, 1977
: 119).
Untuk
jelasnya perbedaan antara faktor dan
unsur ini, ikutilah contoh konkrit yang dikemukakan oleh Pariata Westra, dkk,
sebagai berikut: Sebuah baju mempunyai faktor, antara lain: kain, benang, dan
tukang jahit (penjahit). Tidak ada ketiga-tiganya atau salah satu diantaranya
faktor tersebut tidaka akan ada baju.
Sedangkan unsur-unsur baju antara lain : saku, kancing, lengan, dan lain-lain.
Hilangnya salah satu diantara unsur-unsur tersebut, baju tetap ada hanya saja baju tersebut kurang sempurna. Jika
baju tersebut diganti dengan administrasi, maka faktor penyebab terjadinya
administrasi tersebut antara lain: sekelompok manusia, usaha bersama, proses
penataan atau penyelenggaraan, dan
tujuan tertentu. (Pariata Westra, dkk., 1980: A.20).
1. Faktor-faktor Administrasi Pendidikan
Pengertian faktor dan unsur dalam administrasi pendidikan
telah jelas bagi kita. Faktor penyebab terjadinya administrasi paling tidak
meliputi empat pokok pikiran (faktor) sebagai berikut:
a. Sekelompok Orang
Yang dimaksud dengan sekelompok orang dalam administrasi
pendidikan pada hakekatnya adalah sekumpulan orang-orang yang jumlah minimalnya
dua orang dan maksimalnya tidak terbatas. Proses administrasi baru terjadi kalau yang melakukan
administrasi itu adalah sekelompok orang
yang sepakat untuk bekerjasama dalam suatu ikatan formal untuk mencapai tujuan
tertentu (tujuan bersama). Disini faktor manusia menjadi amat penting dan
menentukan dibanding dengan unsur administrasi lainnya. Sebab itu, seandainya
ada kegiatan yang dilakukan bukan oleh manusia, misalnya oleh mesin atau
sekelompok mesin menyerupai manusia (umpamanya robot) tetapi kegiatan tersebut tidak ada manusianya, maka hal itu
tidak termasuk dalam lingkup administrasi. Demikian pula jika kegiatan itu
dikerjakan oleh manusia seorang diri dan
bukan merupakan bagian dari suatu kelompok formal, maka kegiatan ini juga tidak
dapa digolongkan sebagai kegiatan administrasi. Begitu pentingnya manusia dalam
administrasi, sehingga ini juga tidak dapat digolongkan sebagai kegiatan administrasi.
Begitu pentingnya manusia dalam administrasi, sehingga oleh S.P. Siagian
dinyatakan bahwa : Manusia tidak hanya penting tetapi terpenting dalam proses
administrasi dan merupakan salah satu aksioma administrasi. (S.P. Siagian,
1976:7). Suatu kenyataan menunjukkan bahwa administrasi yang baik itu adalah
ditentukan oleh manusia-manusianya,
tanpa manusia akan sulit dibayangkan timbulnya suatu administrasi yang baik.
Sekelompok orang dalam administrasi pendidikan di sekolah biasanya terdiri dari
: Pimpinan sekolah, Wakil pimpinan staf pelaksana, tenaga teknis, guru-guru dan
karyawan administratif (tenaga tata usaha) serta penjaga sekolah dsb.
b. Rangkaian kegiatan penataan (Sistematis)
Faktor penataan sebagai pokok pikiran kedua sekaligus
merupakan suatu ciri yang membedakan kegiatan administrasi dengan kegiatan
lainnya yang juga dilakukan oleh sekelompok orang. Rangkaian kegiatan penataan
ini tidak berdiri sendiri (tunggal) melainkan terdiri dari beberapa kegiatan
yang diwujudkan dalam bentuk:
(1)
Merencanakan kegiatan-kegiatan yang perlu dikerjakan;
(2)
Menyusun dan membagi kerja dalam urutan yang logis;
(3)
Menetapkan hubungan kerja secara hirarkis;
(4)
Mengarahkan dan menyelaraskan kegiatan-kegiatan secara
harmonis.
(5)
Mengendalikan dan menyempurnakan pelaksanaan pekerjaan
dalam usaha kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu.
Proses kegiatan penataan ini termasuk di dalamnya segenap
rangkaian perbuatan melaksanakan (implementasi) semua keputusan yang telah
diambil sebelumnya. Karena itu, administrasi berhubungan dengan apapun yang
akan dilakukan setelah ditetapkan tujuan bersama. Tetapi perlu, bahwa kegiatan
penataan itu bukanlah merupakan kegiatan substantif yang berhubungan dengan
tercapainya tujuan pokok dari usaha kerjasama melainkan hanyalah merupakan
penunjang agar kegiatan substantif tersebut dapat terlaksana dengan baik dan
lancar.
c. Usaha bersama
Yang dimaksud dengan usaha bersama dalam administrasi
pendidikan adalah usaha bersama sekelompok orang untuk melaksanakan dan
mewujudkan suatu maksud tertentu. Usaha kerjasama dalam administrasi ini dapat
digolongkan atas dua sifat kerjasama, yaitu: (a) Kerjasama yang bersifat ikhlas
dan sukarela (Voluntary cooperation), dan (b) kerjasama yang bersifat paksaan
atau semu (Compulsory atau antagonistic cooperation). Kedua macam sifat
kerjasama dalam administrasi ini seringkali terjadi, paling banyak ditentukan
oleh faktor situasi dan kondisi lingkungan kerja serta sifat dari pimpinan itu
sendiri. Kadangkala suatu kerjasama dapat tercipta dengan baik (efektif) dalam
suatu sistem administrasi yang dilakukan atas dasar paksaan dan perintah
semata-mata disertai pengawasan yang ketat. Namun tidaklah berarti bahwa cara
semacam itulah yang terbaik, sebab dalam situasi yang lain kerjasama semacam
itu jarang sekali orang dapat mencapai keberhasilan yang memuaskan, bahkan
kadang-kadang mengalami kegagalan fatal dalam suatu organisasi.
Mekanisme kerjasama yang baik dapat terlihat secara jelas
dalam pembagian kerja dan tergambar
dalam hirarkis yang disusun, tersedianya peralatan dan perbekalan yang memadai
untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah terbagi dalam susunan yang jelas
serta aturan-aturan administratif yang mudah difahami dan dipatuhi dalam usaha
mewujudkan kerjasama tersebut.
d. Tujuan Tertentu
Yang dimaksud dengan tujuan dalam pengertian administrasi
pendidikan, ialah kebutuhan baik jasmani maupun rohani yang harus diperjuangkan
melalui usaha-usaha nyata untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Tujuan yang
bersifat rohaniah dalam organisasi dan
administrasi pendidikan ialah memberikan pelayanan rohani untuk mencapai
kepuasan dalam kerja, seperti pemberian layanan
pendidikan dan pengajaran, penataran, penghargaan, dsb. Sedangkan tujuan
yang bersifat jasmaniah ialah memperoleh bantuan balas jasa atas jasa yang
telah diberikan, seperti pemberian gaji, honor, dan tunjangan lainnya yang
dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan jasmniah, seperti makanan, pakaian,
perumahan, kesehatan, dan kebutuhan hidup lainnya.
Selain kedua jenis dan sifat tujuan tersebut di atas,
terdapat pula tujuan kegiatan administrasi pendidikan itu sendiri, yaitu
pemenuhan kebutuhan jasmani dan rohani untuk mencapai tingkat efektivitas dan
efisiensi dalam pelaksanaan tugas-tugas pendidikan.
Tujuan yang disebutkan terakhir ini akan dijelaskan lebih
lanjut dalam Sub Bab: Dasar dan Tujuan Administrasi Pendidikan.
2. Unsur-unsur dalam Administrasi Pendidikan
Unsur-unsur dalam administrasi pendidikan adalah sebagai
aktivitas penataan tugas-tugas pokok dari usaha kerjasama untuk mencapai tujuan
bersama. Unsur-unsur tersebut dapat diuraikan berturut-turut sebagai berikut:
a. Organisasi
Organisasi merupakan salah satu unsur dari administrasi
sekaligus unsur ini pula merupakan salah satu fungsi atau kegitan adminitratif
pada level pimpinan. Fungsinya untuk mewujudkan suatu sistem dan mekanisme
kerjasama yang lebih baik kompak dan diarahkan pada usaha mengerjakan
tugas-tugas operatif yang lebih tepat guna tercapainya tujuan bersama.
Pengertian tersebut di atas, menunjukkan bahwa organisasi
merupakan suatu proses penataan, pengaturan, penyusunan, pembgian tugas
pekerjaan dari sekelompok orang dalam usaha kerjasama untuk mencapai tujuan
tertentu.dalam pengertian seperti tersebut di atas, unsur organisasi lebih
tepat dinamakan ”pengorganisasian” (organizing).
Langkah pertama pengorganisasian ini diwujudkan melalui
perencanaa, dengan menetapkan bidang-bidang atau fungsi-fungsi tertentu yang
akan diselenggarakan oleh unit-unit tertentu. Bidang-bidang (fungsi-fungsi)
tersebut merupakan total sistem yang diarahkan dan bergerak ke arah suatu
tujuan yang sama, yaitu tujuan organisasi. Dengan demikian, setiap pembidangan
kerja dapat ditempatkan sebagai subsistem yang lebih kecil untuk mengemban
sejumlah tugas yang sejenis sebagai bagian dari keseluruhan kegiatan kelompok
kerjasama tersebut. Pembidangan semacam ini secara administratif dan
organisatoris harus ditampilkan melalui bagan struktur organisasi formal dengan
mekanisme (kerangka kerja) yang menggambarkan fungsi masing-masing subsistem
dan sub-subsistem dengan wewenang dan tanggung jawab yang bersifat hirarkis
(bertingkat) berdasarkan proporsi beban tugas, sifat pekerjaan dan spesialisasi
yang diperlukan untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab masing-masing.
Keadaan demikian ini tidak berarti adanya pengkotakan dalam pembagian kerja
yang terlepas satu sama lain secara terpisah dan mandiri, akan tetapi tetap
merupkan satu kesatuan yang bulat dan seimbang dalam usaha mencapai tujuan
bersama (tujuan organisasi).
Pembidangan kerja dari suatu total sistem menjadi
beberapa subsistem dapat dilakukan dalam beberapa bentuk. Bentuk pembidangan
tersebut seperti apa yang dijelaskan oleh Hadari Nawawi dalam bukunya
”Administrasi Pendidikan”, sbb:
1)
Subsistem yang bersifat struktural, yaitu pembagian
satuan kerja atas dasar hirarki jabatan/kepangkatan dari yang tertinggi sampai
kepada yang terendah. Satuan kerja yang tertinggi sebagai jabatan disediakan
untuk pejabat dengan pangkat tertinggi secara berurutan dan sebaliknya jabatan
terendah untuk petugas dengan pangkat terendah. Dengan demikian dalam struktur
akan terdapat jabatan Kepala, Wakil Kepala, Sekretaris, Kepala Biro, Kepala
bagian, Kepala seksi, dan Kepala Urusan, sehingga pejabat yang memiliki
kepangkatan tertinggi otomatis menduduki jabatan Kepala dan seterusnya secara
bertingkat menurun sampai jabatan Kepala urusan untuk pangkat yang terendah,
dan sebagainya.
2)
Subsistem yang bersifat fungsional, yakni pembagian
satuan kerja atas dasar fungsi yang diemban masing-masing pejabat. Fungsi dari
subsistem ini dikonsentrasikan pada keahlian atau kemampuan fungsional pejabat.
Karena itu, orang yang ditunjuk untuk jabatan ini harus mampu mewujudkan fungsi
satuan kerja masing-masing atas dasar keahlian dan kemampuannya tanpa
menghiraukan hirarki kepangkatan, karena pada jabatan tersebut bukanlah
merupakan jabatantersebut bukanlah merupakan jabatan yang berjenjang atau
bertingkat.Misalnya, jabatan untuk Koordinator Olahraga, Koordinator Kesenian,
Koordinator Keputrian, Koordinator Kepramukaan, Koordinator UKS, Koordinator
PSB (Perpustakaan), dan lain sebagainya.
3)
Subsistem yang bersifat sektoral, yakni pembagian kerja
berdasarkan struktur organisasi yang terdapat dalam unit organisasi kerja di
atasnya (lebih tinggi), sehingga menjadi
sub-subsistem yang lebih kecil, yang berjalan dari unit kerja yang tertinggi sampai kepada unit kerja
yang terendah. Misalnya, instansi diatasnya membagi satuan kerja di lingkungannya atas : Biro
A, Biro B, Biro C. Pada instansi
di bawah satuan kerja tersebut tersebut adalah Bagian A, Bagian B, dan
bagian C, dan seterusnya Seksi A, seksi B dan Seksi C, hingga sampai pada
Urusan A, urusan B, dan Urusan C di lingkungan instansi yang lebih rendah.
(Hadari Nawawi, 1981 : 28-29).
Dalam praktek organisasi, ternyata jarang sekali kita
ketemukan penggunaan salah astu subsistem tersebut di atgas secara murni, akan
tetapi kerapkali digunakan secara gabungan (kombinasi). Penggunaan subsistem
fungsional yang agak mendekati murini ditemui sebagaian pada kerjasama
sekelompok orang seperti dalam Kepanitiaan, Tim Kerja serta organisasi Sosial
Politik yang pejabatnya dipilih oleh anggota-anggota di dalam organisasi itu
sendiri.
Selain itu, ada tiga bentuk organisasi yang umum dikenal,
ayitu organisasi Lini (Line Organization), organisasi staf (Staff
Organization), dan gabungan keduanya, yaitu organisasi lini dan staf (Line and
staff Organization).
1) Organisasi Lini (Line Organization)
Bentuk organisasi ini sangat sederhana dengan garis perintah
(komando) yang berjalan lurus dari atas ke bawah dalam hubungan kerja yang
cenderung bersifat otoritatif. Setiap petugas hanya bertanggung jawab kepada
pimpinan yang tunggal (pucuk pimpinan) tanpa memperhatikan pengaruh-pengaruh
lain dari kawan sekerja yang sederajat/setaraf. Wewenang sepenuhnya berada pada
pucuk pimpinan, karena itu, bawahan hanya berkewajiban melaksanakan tugas-tugas
yang diperintahkan (dikomando) dari atas secara bertingkat. Disamping itu,
bawahan tidak mempunyai wewenang menentukan kebijaksanaan, kecuali wewenang
untuk melaksanakan tugas yang telah diperintahkan.
2) Organisasi Staf (Staff Organization)
Bentuk organisasi ini mempunyai garis kebijaksanaan yang
menyebar secara horizontal dan dalam hubungan kerja yang bersifat demokratis.
Wewenang dibagi habis menurut jenjang satuan kerja berdasarkan beban tugas
masing-masing. Setiap jenjang satuan kerja yang ada diberi pula wewenang untuk
menentukan kebijaksaan organisasi sejauh tidak bertentangan dengan
kebijaksanaan pokok pucuk pimpinan. Realisasi pelaksanaan beban kerja (tugas)
setiap satuan kerja bertanggung jawab kepada satuan kerja di atasnya.
3) Organisasi
Lini dan Staf (Line and Staff Organization)
Bentuk
organisasi ini merupakan gabungan (kombinasi) antara bentuk organisasi lini dan
organisasi lini dan organisasi staf. Garis komando bersifat instruktif dan
garis kebijaksaanyang bersifat demokrtis dalam hubungan kerja yang bersifat
kooperatif. Dengan demikian, wewenang yang bersifat prinsipil tetap berada pada
pucuk pimpinan, sedangkan yang lainnya disalurkan secara menyebar pada satuan
kerja sesuai jenjang dan beban tugas masing-masing.
Lain
halnya dengan organisasi kerja yang diselenggarakan oleh pemerintah (termasuk
organisasi di bidang pendidikan), struktur organisasi yang ada biasanya telah
ditetapkan secara resmi oleh instansi di atasnya yang berwewenang. Biasanya
ketentuan organisasi semacam ini dituangkan dalam bentuk Surat keputusan yang isinya memuat antara lain:
(a)
Susunan
dan penjenjangan satuan kerja (pola usaha kerjasama);
(b)
Jabatan-jabatan yang bersifat struktural;
(c)
Perincian hubungan kerja (mekanisme kerja) masing-masing
satuan kerja;
(d)
Perincian tugas yang menggambarkan wewenang dan tanggun
jawab setiap satuan kerja;
(e)
Penentuan kepangkatan untuk dapat menduduki jabatan
tertentu;
(f)
Batas-batas wewenang dari setiap satuan kerja, dsb.
Dengan demikian, untuk mewujudkan penyusunan suatu
organisasi yang baik (efektif) bagi pencapaian tujuan, perlu diperhatikan
beberapa dasar pemikiran sebagai berikut:
(a)
Organisasi yang disusun harus fungsional bagi pencapaian
tujuan;
(b)
Pengelompokkan satuan kerja harus menggambarkan pembagian
yang jelas;
(c)
Organisasi yang baik harus menampakkan usaha mengatur
pelimpahan wewenang dan tanggung jawab dengan tegas;
(d)
Organisasi harus mencerminkan rentangan kontrol;
(e) Organisasi
yang baik harus fleksibel dan seimbang;
(f) Organisasi
yang baik harus dapat merumuskan tujuan yang ingin dicapai dengan jelas yang
memungkinkan orang lain dapat mengetahuinya.
b.
Manajemen
Manajemen dapat diartikan sebagai ”kegiatan
mengendalikan dan memanfaatkan semua faktor dan sumber daya, yang menurut suatu
perencanaan diperlukan untuk mencapai atau menyelesaikan suatu tujuan
tertentu”. (Prajudi Atmosudirdjo, 1984:124). Pencapaian tujuan dalam pemgertian
ini menunjukkan bahwa manajemen mengandung unsur usaha dan proses. Usaha
ditujukan oleh kemampuan pimpinan dan
staf yang terlibat untuk mengarahkan
segala fasilitas yang ada, antara lain alat-alat, benda, ruang tempat
kerja, waktu, metode kerja, uang, dan sebagainya, yang kesemuanya dapat
mempermudah pelaksanaan kerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Sedangkan proses ditujukan oleh jalannya usaha dalam rangka pencapaian tujuan.
Misalnya, melakukan kegiatan usaha perencanaan, membuat keputusan terhadap
masalah-masalah yang timbul, membimbing bawahan, mengkoordinasikan
satuan-satuan dalam pelaksanaan kerja, mengendalikan pelaksanaan kerja,
melakukan penyempurnaan baik bentuk organisasi maupun tata kerja dari usaha
kerjasama tersebut, dsb.
Dalam memimpin proses penataan seperti tersebut di
atas, seorang manajer pada dasarnya bertanggung jawab atas dua macam kegiatan
pokok, yaitu:
(a) Kegiatan
mengarahkan orang-orang (daya/forces), yakni membangkitkan semangat kerja
bawahan, memberikan dorongan (motivasi) agar mereka bekerja lebih giat dan tekun,
menjuruskan (mengarahkan) dan menertibkan mereka agar disiplin dalam melakukan
tugas-tugasnya dengan baik, demi tercapainya tujuan dalam usaha kerjasama
tersebut.
(b) Kegiatan
mengarahkan segala fasilitas (dana/funds/resorces), yaitu menghimpun, mengatur,
memelihara, dan mengontrol segala fasilitas yang ada, berupa alat-alat, benda,
ruang, uang, waktu, metode kerja, serta peralatan lainnya yang diperlukan untuk
menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang telah direncanakan sebelumnya guna
tercapainya tujuan seoptimal mungkin.
Upaya untuk
menggerakkan orang-orang secara efektif dan mengarahkan segala fasilitas secara
efisien, seorang manajer minimal harus memiliki dua syarat utama, yaitu:
(a) Kualitas
kepemimpinan (quality of leadership), yakni sifat-sifat atau nilai-nilai
pribadi tertentu yang dapat mengangkat martabat kesuksesannya sebagai pemimpin.
(b) Kemahiran
dalam manajemen (managerial skill), yakni kemahiran yang diperoleh dengan
senantiasa belajar dan berlatih secara terus menerus dalam bidang administrasi
umumnya dan dalam bidang manajemen pada khususnya.
Apabila kita ingin mempertegas pengertian kedua
syarat di atas, sulit
bagi kita untuk memisahkan kaitan antara kepemimpinan dan manajemen,
administrasi dan organisasi, pengambilan keputusan dan human relations. Menurut
Soewarno Handayaningrat, kesulitan disebabkan karena, administrasi itu sendiri
pada hakekatnya terdiri dari organisasi dana manajemen (Organization and
Management : Orway Tead), sedang inti daripada manajemen adalah kepemimpinan
(leadership is the key to
management : Dimock and Koening), inti daripada kepemimpinan adalah pengambilan
keputusan (decision making : Prajudi Atmosudirdjo), dan dalam proses
pengambilan keputusan tersebut yang perlu dipertimbangkan oleh manajer ialah
hubungan antar manusia (human relations), terutama antara pimpinan dan yang
dipimpin atau bawahan (S.P. Siagian). Jelaslah, dalam proses pengambilan
keputusan faktor hubungan antar manusia perlu dipertimbangkan sebagai sesuatu
yang amat penting. Karena itu, dikatakan bahwa inti daripada pengambilan
keputusan ialah hubungan antar manusia (human relations). Saling hubungan
antar unsur-unsur tersebut di atas dapat dilukiskan seperti pada gambar di
bawah ini. (Soewarno Handayaningrat, 1982:7).
|
1. Administrasi
2. Organisasi
3. Manajemen 4. Kepemimpinan 5.
Pengambilan
keputusan
6. Human Relations
Dalam prakteknya, keenam komponen tersebut di atas sulit
dipisahkan akan tetapi untuk kepentingan teoritis komponen-komponen tersebut
mengandung pengertian yang dapat dibedakan. Secara kuantitatif, perbedaannya
terletak pada luas sempitnya ruang lingkup masing-masing sebagaimana dilukiskan
pada gambar di atas.
Chester Irving Barnard, mengemukakan tiga tingkat praktek manajer yang berhasil adalah
bertalian dengan : (a)
Pengetahuan tentang pekerjaan (Job know how), (b) Segi-segi khusus dalam
praktek organisasi (Specific organization practice), dan (c)
Pengertian-pengertian yang azasi dan dasar (Principles and fundamentale). Ketiga syarat keberhasilan
tersebut menurut Terry harus dilengkapi pula dengan kemampuan/kemahiran
berpikir sesuai dengan tingkat kedudukannya, yaitu (a) rutin atau telah
terbiasa (routine or habit thinking), (b) pemecahan masalah (problem solving
thinking), dan (c) penciptaan gagasan-gagasan baru (creative thinking). (John
F.Mee, 1956:3). Sedangkan resep Auren Uris, dikatakan bahwa kategori kemahiran
yang perlu dimiliki setiap pejabat pimpinan/manajer adalah: (a) yang bertalian
dengan hubungan kerja kemanusiaan (human
relations skills), seperti bekerja bersama bawahan dan memupuk hubungan baik
dengan atasan; (b) prosedural dan
administratif (prosedural or administrative skills), seperti mengontrol
pekerjaan-pekerjaan tata usaha dan mempergunakan waktu kerja dengan efektif; (c) kematangan pribadi
(personal skills), seperti pengaturan daya ingatan, pemusatan cipta. (Uren
Uris, 1957:212).
Masalah kemahiran (skills) manajer ini oleh Rex F. Marlow
dalam bukunya ”Social Science in Public Relations”, membagi kemahiran
administrator itu atas tiga bagian, yaitu:
(a)
Kemahiran teknis yang cukup untuk melakukan uapay dari
tugas, khususnya yang menjadi tanggung jawabnya (Technical skill) = TS.
(b)
Kemahiran bercorak kemanusiaan yang cukup dalam
bekerjasama guna menciptakan keserasian kelompok yang efektif yang mampu
menumbuhkan kerjasama diantara anggota-anggota bawahan yang dipimpin (Human
skills) = HS.
(c)
Kemahiran menyelami keadaan yang cukup untuk menemukan
antar hubungan dari berbagai faktor yang tersangkut dalam suasana itu, yang
biasa memberikan petunjuk kepadanya dalam mengambil langkah-langkah tertentu
sehingga mencapai hasil yang maksimal bagi organisasi secara keseluruhan
(Conseptual skill) = CS. (Rex. F.Harlow, 1957:189).
Kemahiran-kemahiran tersebut di atas berhubungan erat
dengan tingkat kecakapan/ketrampilan manajer pada setiap organisasi kerja,
seperti:
MTA = Manajer Tingkat Atas (Top Manajer), pucuk
pimpinan yang menempati posisi tertinggi sehingga ia harus bertanggung jawab
terhadap seluruh kegiatan organisasi/lembaga.
MTM = Manajer
Tingkat Menengah (Midle Manager), yakni pimpinan tingkat menengah yang menjabat
sebagai staf pembantu dari Top Manager.
MTB = Manajer
Tingkat Bawah (Lower Manager), yakni pimpinan pelaksana yang bertanggung
jawabatas terwujudnya beban tugas/pekerjaan yang harus dilaksanakan sehari-hari
di lingkungan organisasi/ lembaga.
Ketiga ketrampilan manajer tersebut di atas apabila
dianalisis, maka terdapat dua kelompok fungsi manajer, yaitu :
KMA
= Ketrampilan Manajemen Administratif
(management of Administrative Skills), dan
KMO
= Ketrampilan Manajemen Operatif
(Management of Operative Skills).
Kegiatan
masing-masing dari kedua jenis ketrampilan manajement di atas, dapat dilihat perinciannya pada Bab
II dalam buku ini.
Apabila tingkat-tingkat ketrampilan manajer di atas
dikaitkan dengan kadar fungsinya masing-masing, maka akan nampak gambaran dalam
bentuk sebuah bagan sebagai berikut:
K.M.A
MTA Top
Manager
MTM Middle
Manager
MTB Lower
Manager
Gambar
2. Tingkat-tingkat keterampilan Manajer Pendidikan dan
Batas kewenangannya masing-masing.
Tingkat-tingkat ketrampilan manajemen tersebut di atas
selain menunjuk kepada kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap pemimpin
(Manajer), juga menggambarkan batas wewenang dan tanggung jawab setiap tingkat
pimpinan pada suatu organisasi formal tertentu.
c. Komunikasi
Komunikasi = Communicare (Latin) yang berrati
memberitahukan atau berpartisipasi, menjadi milik bersama. Secara luas,
komunikasi mengandung pengertian
memberitahukan (menyebarkan) informasi, berita, pesan, pengetahuan,
pikiran, nilai-nilai tertentu, dengan maksud agar menggugah partisipasi dengan
harapan agar hal-hal (informasi) yang diberitahukan tersebut menjadi milik
bersama antara orang yang menyampaikan (komunikator) dengan orang yang menerima
informasi itu (komunikan). Disini komunikasi merupakan kegiatan manusia untuk
berhubungan satu sama lain yang demikian otomatis keadaannya, sehingga sering
kita tidak sadari bahwa ketrampilan berkomunikasi adalah merupakan hasil
kegiatan belajar manusia.
Kegiatan berhubungan satu sama lain adalah bagian yang
hakiki dari kehidupan manusia dalam organisasi dan dalam masyarakat. Dengan
kata lain, manusia akan kehilangan hakekatnya sebagai manusia apabila dijauhkan
dari melakukan kegiatan komunikasi sesamanya. Demikian pula halnya
penyelenggaraan administrasi pendidikan, kegiatannya tidak akan berjalan lancar
apabila komunikasi kurang dijalin dengan baik diantara sesama anggota dan
dengan orang lain dalam suatu organisasi. Hal ini akan menentukan pula
lancar-tidaknya usaha kerjasama dalam mencapai tujuan organisasi tersebut.
Apabila uraian di atas dianalisis, maka dalam komunikasi
terdapat beberapa faktor penting yang memungkinkan berlangsungnya suatu
komunikasi secara efektif. Faktor-faktor tersebut antara lain sebagai berikut:
(a)
Siapa yang berkomunikasi ? (sumber/komunikator),
(b)
Mengapa ia berkomunikasi ? (tujuan yang dinginkan),
(c)
Kepada siapa ia berkomunikasi ? (penerima/komunikan),
(d)
Apa yang ia komunikasikan ? (pesan, ide, data,
informasi),
(e)
Sarana komunikasi apa yang digunakan sehingga pesan dapat
diterima oleh dipenerima pesan ? (saluran, alat, chanel),
(f)
Dimana ia berkomunikasi ? (tempat, wadah, organisasi)
(g)
Dalam hubungan apa ia berkomunikasi ? (sifat hubungan),
(h)
Kapan ia berkomunikasi ? (saat, waktu, keadaan).
Demikian beberapa faktor komunikasi yang merupakan syarat
terjadinya suatu komunikasi yang baik, terutama dalam hubungan dengan usaha
kerjasama mencapai tujuan organisasi/ lembaga. Komunikasi yang efektif hanya
mungkin berlangsung apabila setiap individu memperlakukan individu lain sebagai
subyek dalam bentuk saling menghormati, saling menghargai dan saling
mempercayai. Perlakuan manusia seperti itu akan mewujudkan human relationship
yang efektif, yang hanya mungkin terjadi apabila setiap personil menyadari dan
memainkan peranan sesuai dengan posisinya masing-masing di dalam organisasi, dan dalam kedudukannya sebagai personil yang mempunyai
harkat dan martabat kemanusiaan. Hubungan manusiawi yang wajar dan harmonis
akan menimbulkan suasana kerjasama yang memberikan dukungan bagi pencapaian
tujuan organisasi sebagai tujuan bersama. Dalam suasana kerjasama yang demikian
terdapat komunikasi antar individu yang efektif sebagai kondisi yang dapat
memberikan efek-efek sbb:
(a)
Mempermudah mendapatkan informasi yang diperlukan guna
mewujudkan kerjasama yang menjadi bebam tugas organisasi;
(b)
Mempermudah pelaksanaan konsep dan tugas-tugas lain yang
memerlukan tanggung jawab;
(c)
Mempermudah memberikan dorongan agar setiap personil
berpikir dan bekerja dengan penuh
inisiatif, kreatif dan disertai dedikasi yang tinggi;
(d)
Memberikan kepuasan kepada setiap personil, karena dapat
memenuhi dorongan ingin tahu yang ada pada dirinya sesuai dengan posisi
masing-masing. (Hadari Nawawi, 1981:47).
d. Kepegawaian
Kegiatan kepegawaian diartikan sebagai suatu proses
penggunaan tenaga manusia sebagai tenaga kerja, diatur, dikendalikan dan dikembangkan kemampuannya dalam suatu
usaha kerjasama untuk mencapai tujuan yang efektif dan efisien. Proses itu meliputi kegiatan
penerimaan, penempatan (penggunaan), pengembangan (pembinaan) sampai pada
pember-hentian dan pensiun. Pegawai di lingkungan lembaga pendidikan dibedakan
atas dua kelompok, yaitu sebagai berikut:
(a)
Tenaga teknis atau tenaga profesional atau tenaga
edukatif (guru, pengajar, dosen), yaitu personil pelaksana proses belajar
mengajar, dan kegiatan pendidikan lainnya.
(b)
Tenaga administratif atau tenaga non edukatif (non guru)
yaitu personil yang tidak langsung bertugas mewujudkan proses belajar mengajar,
melainkan bertugas melaksanakan kegiatan-kegiatan yang bersifat administratif
(pelayan) antara lain meliputi tenaga tata usaha, tenaga laboran, keuangan,
pesuruh, jaga malam, sopir, pegawai perpustakaan (Pusat Sumber Belajar), tenaga
komputer, dan sebagainya.
Untuk memelihara kontinuitas dan efektivitas kerja pada
saat penerimaan dan penempatan pegawai harus diperhatikan persyaratan tuntutan
jenis dan sifat pekerjaan yang ada. Ketrampilan, pengetahuan, pengalaman dan
sifat-sifat kepribadian personil yang bersangkutan untuk menempati suatu
jabatan harus berpegang teguh
pada prinsip ”the right man on the right place, sehingga tenaga yang diterima
dan ditempatkan itu benar-benar
hasil rekruitmen yang obyektif dan mantap.
Untuk itu di
lingkungan lembaga pendidikan diperlukan kegiatan analisis pekerjaan (job
analysis) untuk menyusun deskripsi tugas/pekerjaan (job description) dan klasifikasi
pekerjaan (job classification), agar pada saat penerimaan dan penempatan dapat
disesuaikan antara pegawai yang diperlukan dengan tuntutan akan jenis dan sifat
pekerjaan yang ada. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi timbulnya berbagai
kerugian, baik tenaga, waktu maupun dana, sementara prestasi kerja yang dicapai
kurang memuaskan (tdak sesuai dengan yang diharapkan). Karena itu, suatu job
description harus memuat pula persyaratan yang lengkap seperti masalah mental,
kepribadian, fisik, kesehatan dan syarat-syarat khusus lainnya seperti
pendengaran, penglihatan, berat dan tinggi badan, golongan darah, dan
sebagainya.
Dari uraian di atas telah jelas bahwa dalam proses
kepegawaian ini terdapat dua pengertian pegawai, yang dapat dibedakan atas
kepegawaian dalam arti luas dan kepegawaian dalam arti sempit. Kepegawaian
dalam arti luas, yaitu menyangkut kebijaksanaan (policy) penerimaan (seleksi),
penempatan, pembinaan dalam menciptakan perangkat kepegawaian yang stabil,
berprestasi, disiplin, serta setia dan taat pada organisasi dan mekanisme
kerja. Sedanhkan kepegawaian dalam arti sempit, yakni kegiatan yang menyangkut
tata usaha kepegawaian untuk memenuhi hak pegawai yang bersangkutan, misalnya
mengenai usaha memproses surat-surat usul pengangkatan, kenaikan pangkat,
pemindahan, cuti, pemberhentian, pensiun dan sebagainya.
Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja
pegawai, maka program pembinaan sangat diperlukan untuk meningkatkan kemampuan
kerjanya, peningkatan dedikasi, moral kerja dan disiplin kerja, serta
pengarahan dan pembentukan motif kerja
secara berkesinambungan. Hal ini dapat ditempuh dengan jalan menambah pengetahuan dan
ketrampilan kerja melalui pendidikan/latihan, seperti penataran (up grading),
tugas belajar, pencangkokan/magang, latihan kerja (job training), baik di lingkungan sendiri
maupun di lingkungan lain, baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan. Maksud program pembinaan ini diadakan dan diarahkan
untuk:
(a)
Meningkatkan kemampuan tenaga kerja yang tersedia;
(b)
Menciptakan hubungan kerja yang menyenangkan;
(c)
Meningkatkan produktivitas kerja pegawai;
(d)
Mengembangkan kemampuan kerja yang relevan dengan
perkembangan IPTEK di bidang kepegawaian;
(e)
Mengurangi hambatan kekurangan/kekosongan tenaga
profesional dan memperlancar jalannya mekanisme kerja organisasi yang lebih
efektif.
(f)
Meningkatkan disiplin kerja, dan mengurangi sampai
sekecil mungkin kesalahan, penyelewengan dan kecelakaan kerja para pegawai di
lingkungan kerjanya masing-masing.
e. Keuangan
Dalam setiap penyelenggaraan kegiatan di lingkungan suatu
organisasi kerja, baik kegiatan pimpinan maupun kegiatan pelaksana sebagian
besar di antaranya memerlukan penyediaan sejumlah biaya (dana) yang dapat
membantu kelancaran pelaksanaan tugas organisasi. Kegiatan penataan atau
pengelolaan uang, mulai dari saat penentuan dari mana sumber dana diperoleh,
cara menggunakan dan bagaimana cara mempertanggung jawabkan uang tersebut
secara sah dan efisien, dinamakan ”administrasi keuangan”.
Pertanggungjawaban secara sah, berarti bahwa kegiatannya
sesuai dan mengikuti peraturan dan tata cara formal yang berlaku. Sedangkan
pertanggungjawaban secara efisien, berarti kegiatan-kegiatan yang dilakukan selalu
diikuti dengan perhitungan yang cermat (teliti), sehingga apa yang dikorbankan
dan apa yang diperoleh merupakan proporsi yang seimbang dan wajar tanpa
terjadinya penyelewengan atau penyalahgunaan. Mengingat uang adalah alat untuk
mempermudah kondisi kerja dalam rangka mencapai tujuan.
Sehubungan dengan maksud tersebut di atas, maka kegiatan
di bidang keuangan ini selalu memerlukan pula kegiatan perencanaan,
pengorganisasian, bimbingan dan pengarahan, koordinasi, kontrol, komunikasi,
dan bahkan juga tata usaha. Di sini nampak jelas bahwa administrasi keuangan
menunjukkan pengertian luas dan sempit. Secara sempit, administrasi keuangan
mengandung segala pencatatan masuk dan keluarnya keuangan untuk membiayai
organisasi kerja, berupa tata usaha atau tata pembukuan keuangan. Sedangkan
dalam arti luas, administrasi keuangan mengandung pengertian penentuan
kebijaksanaan dalam pengadaan dan penggunaan keuangan untuk mewujudkan kegiatan
organisasi, berupa kegiatan perencanaan, pengaturan, pertanggungjawaban dan
pengawasan keuangan dalam penggunaan maupun penyimpanan (pembukuan).
Untuk mengetahui proses penyediaan dan penggunaan
keuangan yang memungkinkan untuk mencapai tingkat efisiensi yang tinggi, dapat
diikuti uraian lebih lanjut pada Bab III, Sub Bab Administrasi Keuangan.
f. Perbekalan
Perbekalan merupakan salah satu unsur administrasiyang
sering diidentikkan dengan istilah material, perlengkapan, peralatan, logistik,
dan lain-lain isitilah yang serupa. Walaupun banyak istilah yang digunakan
untuk menunjuk pada arti perbekalan, namun pada hakekatnya semuanya itu
mempunyai proses dan kegiatan yang sama, yakni proses pengurusan barang-barang
perbekalan dari saat penentuan pemikiran (perencanaan pengadaan) kuantitas dan
kualitas barang, pemakian, pemeliharaan (penyimpanan), sampai dengan
penyingkiran (penghapusan) barang tersebut apabila pada suatu saat barang
tersebut sudah kurang mempunyai dayaguna lagi bagi keperluan kantor/sekolah.
Pada lembaga-lembaga pendidikan, perbekalan tersebut
tidak hanya terbatas pada benda (barang) peralatan kantor/ ketatausahaan,
tetapi juga berupa alat-alat teknis edukatif lainnya yang berhubungan dengan
usaha peningkatan kuialitas (mutu) proses belajar nengajar. Kebutuhan akan
perbekalan tersebut tidak sama untuk setiap organisasi kerja, demikian pula
pada lembaga-lembaga pendidikan yang berlainan jenisnya. Walaupun secara umum
sulit dibantah, bahwa di lingkungan semua lembaga pendidikan diperlukan
sebagian peralatan yang minimal sama, misalnya masih ketik (mesin tulis), kursi
dan meja, kertas dalam berbagai jenis dan ukuran, kursi dan bangku murid,
daftar hadir murid dan guru, dsb. Perbedaan peralatan (perbekalan) hanya
bergantung kepada sifat dan jenis lembaga pendidikan yang ada. Misalnya, antara
sekolah umum dan sekolah kejuruan, masing-masing sudah tentu memerlukan
peralatan khusus yang tidak akan sama persis sesuai dengan beban kerja
masing-masing dalam mewujudkan proses belajar mengajar.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka perbekalan
diartikan sebagai usaha pelayanan dalam bidang material dan fasilitas kerja
lainnya dalam suatu organisasi kerja guna meningkatkan efektivitas dan efisien kerja dalam pencapai tujuan.
Pengertian perbekalan tersebut di atas, pada dasarnya dapat dikelompokkan atas:
(a)
Barang (benda) yang habis terpakai (benar-benar habis/ musnah,
berubah bentuknya dan sifatnya), yakni barang yang dapat habis dalam waktu
relatif singkat apabila dipergunakan. Misalnya: kertas, karbon, kapur tulis,
tinta, kayu, besi, karton manila, dan sejenisnya.
(b)
Barang (benda) yang tahan lama walaupun dipergunakan
secara terus-menerus untuk jangka waktu tertentu kecuali mengalami penyusutan
umur teknis. Misalnya: kursi, meja, bangku murid, papan tulis dan papan
pengumuman, alat-alat peraga, kendaraan bermotor, dan sebagainya.
Uraian lebih terperinci mengenai perbekalan ini dapat
diikuti penjelasan lebih lanjut pada Bab III, Sub Bab D maupun pada Bab IV
tentang Pedoman Penyelenggaraan Administrasi sekolah.
g. Tata Usaha
Tata usaha adalah pengertian yang diambil dari istilah
”administratie” (Belanda) atau dalam Bahasa Inggeris, misalnya ”paper work”
(pekerjaan kertas), ”clerical work” (pekerjaan tulis-menulis) atau ”office
work” (pekerjaan kantor). Pengertian tersebut di atas, adalah berkaitan dengan
fungsi kegiatan dan peranan daripada tata usaha itu sendiri.
(a)
Dari segi fungsinya, tata usaha mengadakan pencatatan
tentang segala sesuatu yang terjadi di dalam organisasi untuk dipergunakan
sebagai bahan keterangan (data) bagi pimpinan dalam mengambil keputusan. Dengan
kata lain, tata usaha adalah segenap rangkaian aktivitas menghimpun, mencatat,
mengadakan, menggandakan, mengirim dan menyimpan berbagai bahan keterangan
untuk keperluan suatu organisasi. Oleh karena itu, kegiatan-kegiatan
ketatausahaan ini harus direncanakan, diarahkan, dikoordinasikan, dikontrol,
dan dikomunikasikan agar benar-benar berdayaguna bagi kepentingan organisasi.
(b)
Dari segi kegiatannya, ternyata dari jenis-jenis kegiatan
tata usaha itu banyak sekali, misalnya mengetik, memeriksa, menulis, mengecap,
membersihkan lantai, membuka pintu kantor/sekolah, membuat sampul surat dan
sebagainya. Karena banyaknya jenis-jenis kegiatan tata usaha antara satu
lembaga dengan lembaga lainnya, maka rasanya sulit untuk mengungkap jenis-jenis
kegiatan tata usaha tersebut secara pasti. Namun The Liang Gie mengelompokkan
kegiatan-kegiatan tata usaha itu secara garis besarnya atas enam kegiatan
utama, yaitu: (a) Kegiatan menghimpun; (b) kegiatan mencatata; (c) kegiatan
mengolah; (d) kegiatan meng-gandakan; (e) kegiatan mengirim, dan (f) kegiatan
menyimpan. (The Liang Gie, 1770:13).
(c)
Dari segi perannya, tata usaha merupakan alat utama yang
menentukan berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuan. Tata usaha
dengan segala kegiatannya yang rumit dan kompleks sehingga tidak boleh
diremehkan oleh siapapun dari suatu organisasi/lembaga pendidikan manapun,
karena memang tata usaha itu mempunyai peranan yang sangat penting bagi setiap
instansi atau lembaga. Peranan tersebut antara lain sbb:
-
Melayani pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan operasional untuk
mencapai tujuan organisasi;
-
Menyediakan keterangan-keterangan penting bagi pucuk
pimpinan untuk mengambil keputusan atau melakukan tindakan-tindakan yang lebih
cepat dan tepat, efektif dan efisien;
-
Membantu kelancaran perkembangan organisasi/lembaga-lembaga
pendidikan, tertentu sebagai suatu keseluruhan.
Pada setiap lembaga pendidikan dari unit terendah sampai pada unit yang tertinggi diperlukan dan diselenggarakan kegiatan tata
usaha yang terarah dan tertib, dimaksudkan untuk mendukung tugas pokok lembaga
tersebut dalam mengembangkan misinya. Tugas-tugas tata usaha yang umumnya
diselenggarakan diberbagai lembaga pendidikan, antara lain sebagai berikut:
(a)
Menerima, mencatat dan memproses surat-surat yang keluar
maupun surat-surat yang masuk secara tertib dan teratur;
(b)
Mengurus penyimpangan, pemeliharaan dan pengawetan arsip;
(c)
Mengatur dan melayani arsip bagi mereka yang membutuhkan;
(d)
Mengatur pemakaian buku agenda, expedisi, dan notulen;
(e)
Bertanggung jawab atas pemakaian stempel/cap sekolah;
(f)
Mempersiapkan dan mengolah rancangan surat-surat;
(g)
Mengatur dan menyediakan alat-alat tulis-menulis;
(h)
Mengurus pencetakan atau penggandaan dan pengadaan
formulir-formulir, kartu-kartu dan daftar-daftar yang diperlukan sekolah;
(i)
Menyelenggarakan rapat-rapat dinas pada waktu tertentu;
(j)
Mengatur komunikasi (hubungan) dengan pihak-pihak luar;
(k)
Memperhatikan dan mengumpulkan pendapat umum untuk
disampaikan kepada pimpinan sekolah sebagai bahan pertimbangan;
(l)
Melakukan pencatatan tentang pemberitaan yang berhubungan
dengan tugas-tugas sekolah; dan
(m)
Melakukan aktivitas-aktivitas lain atas perintah atau
saran pimpinan lembaga, dan sebagainya.
h. Hubungan masyarakat (Publik Relations)
Unsur administrasi yang terakhir ini merupakan suatu
aktivitas yang berusaha menjalin hubungan yang baik antar organisasi dengan
organisasi lain. Hubungan yang terjalin dengan baik ini merupakan perwakilan
dari suatu organisasi ke dalam organisasi lain, karena itu masyarakat ini
sering disebut pula dengan istilah ”perwakilan”.
Keadaan hubungan antar organisasi seperti itu pada
hakekatnya sama dengan hubungan antar manusia. Manusia tidak bisa hidup
sendirian tanpa hubungan dengan manusia lain. Demikian pula keadaannya dengan
hubungan kerjasama antar organisasi lainnya.
Hubungan masyarakat (Public Relations) adalah kependekan
dari kata ”hubungan” dengan kata ”masyarakat” (the relations with public).
Dalam arti luas, hubungan masyarakat itu merupakan komunikasi dan interprestasi
keterangan-keterangan, gagasan-gagasan dari instansi atau lembaga pendidikan/organisasi
kerja tertentu kepada publik dan merupakan pula penyampaian
keterangan-keterangan, gagasan-gagasan dan pendapat-pendapat dari pihak publik
kepada instansi atau lembaga/organisasi kerja, kemudia berusaha agar tercipta
sense of belongingness, sehingga dengan demikian terciptalah persesuaian yang harmonis di antara kedua
belah pihak.
Pengertian ini dapat dipetik minimal tiga unsur utama
dalam hubungan masyarakat tetrsebut, yakni:
(a)
Komunikasi dari instansi kepada publik (masyarakat)
mengenai keterangan-keterabngan, gagasan-gagasan (merupakan aksi).
(b)
Komunikasi dari publik kepada instansi (merupakan reaksi)
(c)
Persesuaian yang terjalin secara harmonis antara kedua
bela pihak (merupakan interaksi).
Dalam hubungan dengan uraian ini, hubungan masyarakat
selanjutnya akan disingkat dengan istilah ”Humas”. Humas adalah suatu aktivitas
dari suatu organisasi kerja/lembaga dalam usaha menciptakan dan memelihara
hubungan-hubungan yang sehat dan produktif dengan publik tertentu, sehingga
terciptalah hubungan yang serasi dan harmonis di antara mereka. Bagi lembaga
pendidikan, penciptaan hubungan tersebut dimaksudkan agar publik dapat
memberikan dukungan secara sadar atas segaka gagasan, kegiatan, program atau
misinya di masyarakat. Beban tugas humas adalah mewujudkan komunikasi secara
harmonis keluar dan menerima informasi masukan dari pihak publik. Hal ini
dimaksudkan untuk menciptakan pemahaman yang sebaik-baiknya di kalangan
masyarakat luas mengenai tugas-tugas dan
fungsi-fungsi yang diemban organisasi kerja tersebut, termasuk juga kegiatan-kegiatan yang sudah, sedang, dan
yang akan dikerjakan di masa-masa yang akan datang.
Penyebaran informasi ini sebaiknya tidak berlebih-lebihan
untuk maksud propagnada, simpati dan dukungan masyarakat, apalagi tidak berpika
kepada data yang benar-benar aktual. Hubungan kerja semacam ini tampak akan
menghasilkan:
(a)
Adanya saling pengertian antar organisasi/lembaga, dengan
pihak luar(masyarakat atau publik);
(b)
Adanya kegiatan saling membantu, karena disadari akan
manfaatnya serta arti dan peranan masing-masing;
(c)
Adanya kerjasama yang erat dengan masing-masing pihak dan
merasa ikut bertanggung jawab atas suksesnya usaha pihak yang lain, dan
sebaliknya.
Dalam mengembang tugas humas tersebut, ada beberapa
kegiatan yang menjadi tugas pokok humas pada setiap organisasi kerja/lembaga
pendidkan, yaitu:
(a)
Memberikan informasi, penerangan berbagai ide atau
gagasan kepada masyarakat atau pihak lain yang membutuhkan agar diketahui
maksud dan tujuan serta kegiatan-kegiatannya, termasuk kemungkinan dipetik
manfaatnya oleh pihak-pihak di luar organisasi/ lembaga pendidikan.
(b)
Membantu pucuk pimpinan yang karena tugasnya tidak dapat
langsung memberikan informasi kepada masyarakat yang membutuhkannya.
(c)
Memberikan bahan-bahan dan saran-saran kepada pucuk pimpinan
mengenai policy dan rencana kegiatan selanjutnya.
(d)
Membantu pimpinan mempersiapkan bahan-bahan/masalah/
informasi yang akan disampaikan atau yang menarik perhatian masyarakat pada
saat tertentu. Dengan demikian, pimpinan selalu siap memberikan informasi yang
up to date.
(e)
Membantu pimpinan mengembangkan rencana dan
kegiatan-kegiatan lanjutan yang berhubungan dengan pelayanan kepada masyarakat
(public service) sebagai akibat dari komunikasi timbal balik dengan pihak luar
dengan harapan dapat menumbuhkan atau menyempurnakan policy atau kegiatan lain
yang telah dilakukan oleh organisasi.
Untuk melaksanakan tugas tersebut di atas, humas harus
pula memperhatikan beberapa asas komunikasi sebagai berikut:
(a)
Asas obyektif dan resmi, yaitu agar semua informasi/ pemberitaan
yang disebar-luaskan kepada publik harus merupakan suara resmi dari
organisasi/lembaga. Karena informasi yang dikeluarkan tidak boleh bertentangan
dengan kebijaksanaan yang dijalankan pimpinan.
(b)
Asas tertib dan disiplin, yakni informasi/pemberitaan
yang dikeluarkan tidak boleh bertentangan (berbeda) dengan kenyataan dalam
jangka waktu yang relatif singkat.
(c)
Informasi atau pemberitaan harus bersifat mendorong
timbulnya keinginan publik untuk ikut berpartisipasi memberikan dukungan secara
wajar.
(d)
Asas memperhatikan opini masyarakat (publik), yakni humas
harus memperhatikan respons masyarakat, berupa saran-saran, pendapat-pendapat,
kritikan-kritikan, keluhan-keluhan, dan pernyataan-pernyataan tidak puas
(mosi). Semua respon itu harus disaring
agar dapat dipergunakan untuk memperbaiki kegiatan-kegiatan dalam rangka
memenuhi harapan masyarakat.
(e)
Asas kontinuitas informasi, yakni humas harus
berusaha agar masyarakat dapat
memperoleh informasi-informasi secara
kontinu sesuai dengan kebutuhannya. Karena itu, informasi lisan dan tertulis
dapat diberitakan secara berkala. Dengan demikian, pihak masyarakat akan
memiliki gambaran yang jelas dan lengkap serta menyeluruh tentang keadaan dan
masalah-masalah yang dihadapi oleh organisasi/lembaga pendidikan tertentu.
- DASAR DAN TUJUAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN
1.
Dasar Administrasi Pendidikan
Dasar yang digunakan sebagai landasan berpijak untuk
mewujudkan kegiatan-kegiatan dalam administrasi pendidikan di Indonesia secara umum
terdapat tiga landasan. Ketiga landasan administrasi pendidikan tersebut
adalah:
(1)
Landasan ideal dan konstitusional, yaitu Pancasila dan
UUD 1945.
(2)
Landasan fundamental dan formal, yaitu
ketetapan-ketetapan Najelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam Garis-garis
Besar Haluan Negara (GBHN) dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950, tentang
Besar-besar Pendidikan dan pengajaran di sekolah.
(3)
Landasan operasional, yaitu Peraturan Pemerintah,
Keputusan Presiden, Keputusan Menteri dan ketentuan-ketentuan lain yang
berkaitan dengan pengelolaan pendidikan di Indonesia.
Ketiga landasan
tersebut di atas, dalam kenyataannya selalu dijadikan sebagai dasar berpijak
dalam melakukan berbagai kegiatan, khususnya kegiatan-kegiatan yang berhubungan
dengan pengaturan tentang masalah-masalah pendidikan di Indonesia.
2. Tujuan Administrasi Pendidikan
Tujuan menempatiposisi terpenting dalam administrasi
pendidikan sebagai proses pengendalian usaha kerjasama. Agar perumusan tujuan
menjadi tepat, prosesnya harus merupakan hasil analisis yang diproyeksikan ke
masa depan dalam bentuk idealisme (cita-cita dan harapan-harapan yang
diusahakan untuk dicapai dengan melakukan kegiatan-kegiatan nyata dalam bidang
pendidikan.
Tujuan khsus administrasi pendidikan adalah “meningkatkan
efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan kegiatan operasional kependidikan
dalam mencapai tujuan pendidikan. Peningkatan efektivitas dan efisiensi
penyelenggaraan pendidikan sebagai tujuan khusus administrasi pendidikan pada
hakekatnya dapat dicapai berdasarkan enam kriteria yang sering pula disebut
dengan istilah enam sumber kerja, yaitu: pikiran, tenaga, jasmani, waktu,
ruang, uang (dana), dan alat-alat atau benda.
Untuk mewujudkan tujuan melalui enam sumber kerja
tersebut, maka prosedur pelaksanaan kegiatan operasional administrasi pendidikan
selalu diusahakan agar tujuan yang dicapai itu mengandung unsur-unsur:
(a)
termudah (dari segi pikiran)
(b)
tercepat (dari segi waktu pelaksanaannya)
(c)
teringan (dari segi penggunaan tenaga)
(d)
termurah (dari segi penggunaan biaya)
(e)
tersingkat (dari segi jarak/ruang)
(f)
terhemat (dari segi penggunaan alat/benda).
Berdasarkan kepada keenam sumber kerja (kriteria)
tersebut di atas sebagai
kriteria keberhasilan dalam pelaksanaan administrasi pendidikan, maka para
administrator lalu berkesimpulan bahwa, pencapaian tujuan administrasi
pendidikan itu ditentukan oleh cara kerja sebagai berikut:
(a)
Cara kerja yang paling mudah (gampang, tidak sulit),
yaitu cara kerja yang tidak banyak memakai pikiran karena sederhana cara
pelaksanaannya tanpa mengurangi kemungkinan tercapainya tujuan yang lebih
besar.
(b)
Cara kerja yang paling ringan (tidak berat) dalam arti
tidak banyak mempergunakan tenaga jasmani yang berlebihan tetapi memperlihatkan
hasil yang sama dengan cara kerja orang banyak.
(c)
Cara kerja yang paling cepat (tidak lama), karena dengan
menggunakan waktu yang sedikit (pendek) lebih baik daripada menggunakan waktu
yang terlalu lama (panjang) dengan hasil yang sama atau lebih sedikit.
(d)
Cara kerja yang jarak pelaksanaannya paling pendek
sehingga tidak boros dalam pelayanan dengan berjalan mondar-mandir yang tidak
perlu (penghematan gerak jasmani).
(e)
Cara kerja yang paling murah (tidak boros) dalam
pemakaian material yang tidak perlu. Sebab pemborosan material berarti
meningkatkan jumlah biaya yang diperlukan dan hal ini bertentangan dengan
tujuan administrasi pendidikan yang ingin dicapai.
Berdasarkan uraian di atas, maka kriteria pencapaian
tujuan administrasi pendidikan pada hakekatnya ditentukan oleh tingkat
efisiensi dalam pelaksanaan tugas-tugas administrasi. Tingkat efisiensi ini
dapat diukur dari perbadingan terbaik antara usaha dengan menggunakan keenam
kriteria (sumber kerja) di atas dengan hasil yang dicapai. Dengan kata lain,
kerja yang paling sedikit dengan mempergunakan sumber kerja tersebut di atas
secara minimal akan tetapi mampu mencapai hasil kerja secara maksimal, baik
kuantitas maupun kualitas dengan resiko yang sekecil-kecilnya.
Di lingkungan persekolahan, cara kerja yang efisien
sangat diperlukan dalam meningkatkan mutu kerja, guna mencapai tujuan
pendidikan pada umumnya. Di Indonesia, tujuan administrasi pendidikan itu
berkaitan erat dengan tujuan umum pendidikan nasional. Tujuan khusus
administrasi pendidikan yang telah disebutkan di atas adalah untuk merealisir
perwujudan tujuan pendidikan secara umum tersebut. Dengan demikian,
administrasi pendidikan bukanlah merupakan tujuan yang berdiri sendiri, dan
bukan pula merupakan tujuan daripada pendidikan itu sendiri melainkan sebagai
alat untuk mencapai tujuan umum pendidikan tersebut. Hal mana karena
kebijaksanaan (policy) penyelenggaraan, pembinaan dan pengembangan pendidikan
di Indonesia telah diatur dan berada sepenuhnya di tangan pemerintah, yang
secara ideal telah digariskan dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 2, bahwa:
”Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran
nasional yang diatur dengan Undang-Undang”.
Oleh karena bidang pendidikan merupakan usaha yang
sepenuhnya di bawah pengendalian dan pengawasan pemerintah, maka secara
konsepsional dapat dikatakan bahwa administrasi pendidikan merupakan bagian
dari administrasi negara.
Apabila tujuan administrasi pendidikan itu diintegrasikan
ke dalam pendidikan secara umum, maka pencapaian tujuan pendidikan berarti
tercapai pula tujuan administrasi pendidikan. Sedangkan pencapaian tujuan
pendidikan secara umum itu berarti tercapai pula salah satu tujuan daripada
negara kita. Seperti telah diuraikan terdahulu, bahwa tujuan pendidikan pada
dasarnya bermaksud mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia agar menjadi
warga negara yang cerdas, memiliki kualitas sesuai dengan cita-cita bangsa
Indonesia berdasarkan falsafah negara Pancasila.
Tujuan tersebut lebih tegas dikemukakan dalam TAP. MPR.
RI Nomor II/MPR/1983, tentang GBHN bahwa ”Pendidikan nasional berdasarkan
Pancasila bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
kecerdasan dan ketrampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian
dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat menumbuhkan
manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta
bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa”.
Administrasi pendidikan dalam kedudukannya terpaut secara
integral dalam usaha mewujudkan tujuan umum pendidikan tersebut, baik sebagai
alat maupun sebagai bagian dari keseluruhan tujuan itu. Tujuan pendidikan
sebagaimana dikemukakan pada hakekatnya memuat beberapa butir terpenting yang
diharapkan dapat terbentuk pada diri setiap insan warga negara Indonesia dalam
proses dan hasil pembangunan di bidang pendidikan agar dapat menjadi manusia
Pancasila yang utuh, yaitu: Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki
kecerdasan dan ketrampilan, mempunyai budi pekerti yang luhur (tinggi),
memiliki kepribadian yang kuat, memiliki rasa kebangsaan yang tebal dan cinta
tanah air, memiliki rasa tanggun jawab yang besar terhadap pembangunan bangsa
dan negara Indonesia.
- FUNGSI-FUNGSI ADMINISTRASI PENDIDIKAN
Banyak pendapat para ahli administrasi yang mengemukakan
tentang fungsi-fungsi administrasi yang berbeda-beda, sehingga sulit bagi kita untuk memilih fungsi-fungsi mana yang paling
tepat untuk ditampilkan dalam pembahasan bagian ini. Salah satu usaha yang
ditempuh adalah dengan berorientasi pada tujuan administrasi pendidikan itu
sendiri, yaitu sebagai usaha untuk meningkatkan produktivitas pendidikan
melalui kegiatan-kegiatan operasional kependidikan yang efektif dan efisien.
Atas dasar pemikiran tersebut dengan tidak mengabaikan pendapat para ahli yang
masih relevan dengan penerapan fungsi-fungsi administrasi pendidikan di Indonesia,
maka dapat dikemukakan beberapa fungsi administrasi pendidikan sebagai berikut:
1. Fungsi Perencanaan (Planning)
Dalam setiap kegiatan apapun dari suatu organisasi,
perencanaan merupakan salah satu syarat mutlak yang harus ada dan dilaksanakan
pada awal setiap kegiatan administrasi dan panjang kegiatan administrasi
berlangsung. Kegiatan administrasi tanpa perencanaan yang mantap seringkali
bahkan dapat dipastikan bahwa pelaksanaan kegiatan tersebut akan mengalami
kegagalan karena berhadapan dengan banyak kesulitan. Kesulitan tersebut baik
berupa penyimpangan arah kegiatan dari tujuan, pemborosan (waktu, tenaga dan
biaya), kesukaran dalam mengevaluasi kemajuan, proses dan hasil kegiatan dan lain kesulitan
yang mengakibatkan gagalnya semua
kegiatan dalam mencapai tujaun yang diinginkan. Biarpun suatu organisasi telah
menyusun rencana kegiatannya dengan baik, namun belumlah dapat dijamin bahwa
kegiatan tersebut tidak akan mengalami kesulitan, sebab di dalam praktek
seringkali suatu kegiatan yang telah direncanakan dengan baik (mantap) namun masih tetap menemui
beberapa kesulitan, baik yang bersumber dari faktor internal maupun dari faktor
eksternal yang semula di luar dari jangkauan pemikiran para perencana.
Di Indonesia sejak
tahun 1967, perencanaan baru mulai dikembangkan, karena dianggap sebagai suatu
cara yang efektif untuk mencapai tujuan dengan baik. Hal ini sudah difahami
dengan mengingat bahwa perencanaan pendidikan merupakan pedoman kerja bagi
pelaksanaan kegiatan, dan memperkecil resiko yang mungkin dihadapi dalam
pelaksanaan kegiatan tersebut. Pemahaman tersebut didasarkan pada kecenderungan
atas pengertian perencanaan sebagai: ”Suatu proses mempersipkan seperangkat
kebijaksanaan bagi kegiatan masa depan yang diarahkan pada pencapaian tujuan
melalui usaha optimal dengan mempertimbangkan kenyataan-kenyataan yang ada di
bidang ekonomi, sosial budaya dan politik untuk mengembangkan potensi sistem
pendidikan, bangsa dan negara serta anak didik yang dilayani oleh sistem
tersebut”. (T.Simanungkait, dkk, 1987:3).
Pengertian tersebut menggambarkan beberapa aspek
perencanaan pendidikan sebagai berikut:
(a) Perencanaan
pendidikan sebagai proses yang kontinu;
(b) Perencanaan
pendidikan melihat jauh ke depan;
(c) Perencanaan
pendidikan selalu memperhatikan prinsip ekonomi, produktif, efektif, dan
efisien;
(d) Perencanaan
pendidikan selain memperhatikan situasi dan kondisi pendidikan juga sosial
budaya, ekonomi dan politik.
(e) Perencanaan
pendidikan selalu memperhatikan kebutuhan dan menyusun strategi/langkah-langkah
kebijaksanaan untuk memenuhi kebutuhan tersebut;
(f) Menyusun
alternatif-alternatif dan skala perioritas mengenai tujuan, kegiatan dan
sasaran yang ingin dicapai;
(g) Menggunakan
seefisien mungkin sumber-sumber yang bersifat terbatas.
Untuk melaksanakan kegiatan perencanaan dengan baik,
maka ditempuh tahap-tahap pelaksanaan perencanaan sebagai berikut:
(a)
Pengumpulan data/informasi; (b) diagnosis untuk
meninjau keadaan data/informasi yang telah dikumpulkan; (c) perumusan
kebijaksanaan; (d) perkiraan kebutuhan; (e) penetapan sasaran; (f) penyusunan alternatif-strategi untuk
mencapai sasaran; (g)
penyusunan rancangan kegiatan (proyek); (h) penetapan rencana dengan
pembiayaan; (i) perincian rencana
(elaborasi rencana); (j) pelaksanaan (implementasi rencana); (k)
penilaian (evaluasi) rancana (hasil).
Apabila tahap-tahap perencanaan diatas berlangsung
sepanjang waktu dan berulang kembali membentuk suatu lingkaran, maka tahap
perencanaan tersebut dinamakan ”siklus perencanaan”.
S. Nasution, membagi tahap perencanaan itu atas lima
fase perencanaan sebagai berikut:
(a) Perencanaan
tujuan; disini diadakan perumusan tujuan yang hendak dicapai sebagai tujuan
umum, yang kemudian diperinci kedalam tujuan khusus. Berdasarkan tujuan khusus
tersebut diadakan pembagian tugas pokok yang diurutkan berdasarkan kepentingan.
(b) Perencanaan
kebijaksanaan; disini dirumuskan berbagai kebijaksanaan yang akan dijadikan
sebagai petunjuk/pegangan/ pedoman tentang bagaimana usaha untuk mencapai
tujuan, sehingga segala usaha yang dilaksanakan akan terarah kepada tujuan yang
hendak dicapai.
(c) Perencanaan
prosedur; disini dirumuskan batas-batas wewenang dan tanggung jawab dari
masing-masing petugas, dirumuskan pembagian tugas dan cara mengerjakan
pekerjaan setiap petugas dalam suasana kerja sama yang harmonis.
(d) Perencanaan
skala kemajuan; disini ditetapkan patokan-patokan (kriteria) tertentu baik
kuantitas maupun kualitas untuk mengukur taraf kemajuan yang telah dicapai.
Secara kualitatif untuk mengukur apakah usaha tersebut dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya.
(e) Perencanaan
menyeluruh (overall planning); disini disusun suatu perencanaan yang menyeluruh
sehingga diperoleh suatu program yang bulat dan teratur yang merupakan
integrasi dari semua perencanaan dari fase pertama sampai dengan fase keempat.
Fase ini disebut dengan fase programming planning. (S. Nasution, 1972:234-235)
Fase perencanaan yang disebutkan diatas lazimnya
merupakan gambaran yang memuat ketegasan-ketagasan dalam proses perancaan yang
memuat unsur-unsur pokok dan sering dikemukakan dalam bentuk pertanyaan sebagai
berikut:
(a)
What : apa yang akan dikerjakan (materinya).
(b)
Why : mengapa justru itu yang dikerjakan (dasar
pertimbangan atau alasannya)
(c) Who : siapa
yang berwewenang mengerjakannya (pelaksana).
(d)
Where : dimana akan dikerjakan
(temapat/wadah/lokasinya).
(e)
When : kapan akan dikerjakan (waktu pelaksanaannya).
(f)
How : bagaimana mengerjakannya (tata cara mengerjakan
peralatan yang digunakan, Termasuk teknik dan
metode
kerjanya.
Rangkaian pertanyaan di atas memperlihatkan pentingnya
unsur perencanaan dalam administrasi pendidikan, karena perencanaan dapat:
(a) Menjelaskan
dan menguraikan/mengajukan secara terperinci tujuan yang hendak dicapai.
(b) Memberikan
pegangan/petunjuk dan menetapkan kegiatan-kegiatan yang harus dikerjakan untuk
mencapai suatu tujuan.
(c) Memberikan
batas-batas wewenang dan tanggungjawab yang jelas bagi setiap pelaksana
sehingga dengan demikian akan dapat meningktakan kerjasama/koordinasi yang baik
antara pelaksana.
(d) Menetapkan
kriteria untuk mengukur kemajuan yang dicapai setiap saat, sehingga memudahkan
dalam evaluasi (penilaian).
(e) Memungkinkan
terpeliharanya kesesuai antara kegiatan usaha dengan situasi dan kondisi
setempat pada setiap saat.
(f) Menghindarkan
terjadinya pemborosan waktu, tenaga dan biaya yang tidak perlu.
2.
Fungsi
pegorganisasian (organizing).
Kegiatan administrasi tidak berakhir setelah
perencanaan disusun, akan tetapi berkelanjutan hingga berakhirnya seluruh
kegiatan setelah tujuan yang diinginkan tercapai. Kegiatan pengorganisasian ini
ditandai dengan adanya pembagian tugas dan tanggung jawab secara terperinci
menjadi bidang-bidang kegiatan tertentu yang terbagi habis kepada para pejabat dan pelaksana,
memperinci hubungan antara bagian-bagian yang ada dan menentukan cara-cara untuk menempati
jabatan-jabatan yang telah dibagikan. Untuk terlaksananya pengorganisasian ini
dengan baik sesuai dengan yang direncanakan, maka perlu berpegang kepada
beberapa prinsip (azas) tertentu. Azas-azas tersebut mempunyai peranan selain
sebagai pedoman untuk menyusun struktur organisasi yang sehat dan efisien, juga
sebagai pedoman untuk melaksanakan kegiatan dalam organisasi tersebut secara
dinamis dan lancar. Agar pengorganisasian dapat berjalan lancar dan fungsional
terhadap tujuan organisasi, maka perlu berpedoman kepada beberapa azas sebagai
berikut:
a.
Perumusan
tujuan dengan jelas
Tujuan adalah kunci kebutuhan manusia baik jasmani
maupun rohani yang diusahakan untuk dicapai melalui kerjasama. Rumusan tujuan
yang jelas akan memudahkan penetapan haluan organisasi, pemilihan bentuk
struktur, penentuan macam pekerjaan yang akan dilakukan, kebutuhan tenaga
pejabat, penyumbangpengalaman, kecakapan , daya kreasi dari para anggota.
b.
Pembagian
kerja yang jelas
Pembagian kerja dalam pengorganisasian berarti
perincian serta penglompokkan aktivitas yang semacam atau erat hubungannya satu
sama lainuntuk dilakukan oleh satuan organisasi tertentu dan oleh pejabat atau
pelaksana tertentu pula. Pembagian tugas pekerjaan yang jelas dalam suatu
organisasi itu dianggap penting dengan alasan sebagai berikut:
(a) Karena
masing-masing orang berbeda pembawaan, kemampuan dan kecakapan serta
spesialisnya;
(b)
Karena orang yang sama tidak dapat berada di dua tempat
pada saat yang bersamaan;
(c)
Karena orang tidak dapat mengerjakan dua pekerjaan pada
saat bersamaan;
(d)
Karena bidang ilmu pengetahuan dan keahlian sudah
demikian luasnya sehingga seseorang tidak mungkin dalam rentang hidupnya masih
menguasai lebih banyak daripada penegtahuan dan keahlian tertentu.
c.
Adanya
koordinasi yang mantap.
Koordinasi adalah suatu azas
organisasi yang menghendakinya keselarasan aktivitas diantara satuan-satuan
organisasi atau para pejabatnya. Dalam pengorganisasian, koordinasi bermanfaat
untuk: menghindari terjadinya konflik, menghindari terjadinya rebutan sumber
atau fasilitas, menghindari waktu menunggu yang terlalu lama untuk setiap
kegiatan, menghindari kekembaran tugas rangkap atau kekosongan pekerjaan (overlopping),
menjamin adanya kesatuan sikap dan tindakan, kesatuan kebijaksanaan dan
kesatuan dalam pelaksanaan tugas-tugas organisasi.
d.
Adanya
pelimpahan wewenang dan tanggung jawab.
Wewenang adalah hak seseorang pejabat untuk mengambil
tindakan yang diperlukan agar tugas serta tanggung jawabnya dapat dilaksanakan
pengoperaan atau penyerahan sebagian atau seluruh tugas yang menjadi tanggung
jawab seorang pejabat. Jadi pelimpahan wewenang berarti penyerahan sebagian hak
untuk mengambil tindakan yang diperlukan agar tugas serta tanggung jawab dapat
dilaksanakan dengan baik dari pejabat yang satu kepada pejabat yang lain.
Biasanya pelimpahan wewenang dilakukan diantara pejabat yang lebih tinggi
kedudukannya kepada pejabat yang setingkat lebih rendah atau lebih rendah, dan
dapat pula dilakukan diantara pejabat yang kedudukan sederajat. Pelimpahan
wewenang yang pertama; disebut pelimpahan wewenang menegak, sedang yang kedua
dinamakan pelimpahan wewenang mendaftar.
Setiap pelimpahan wewenang
harus selalu diiringi dengan tanggung jawab yang dipikulkan kepada sipenerima
wewenang tersebut. Tanggung jawab adalah keharusan melaksanakan wewenang dengan
sebaik-baiknya sebagai suatu kewajiban, agar hak untuk melakukan suatu tindakan
tidak disalahgunakan/ diselewengkan.
Saat-saat yang paling baik
untuk mengadakan pelimpahan wewenang biasanya terjadi apabila: Pimpinan dan
bawahan telah siap secara mental; adanya pegawai baru atau ada pegawai yang
berhenti atau pensiun; bila ada tugas-tugas baru yang berkenaan dengan masalah
khusus yang timbul; bila ada satuan organisasi baru; bila telah tiba masa
berakhirnya suatu jabatan tertentu; bila ada pegawai yang yang kurang cakap
melaksanakan tugasnya, dan sebagainya.
Manfaat yang dapat dipetik dari
pelimpahan wewenang dan tanggung jawab tersebut, adalah sebagai berikut:
(a) Pimipinan
organisasi mendapat kesempatan yang cukup untuk melakukan tugas-tugas lain yang
penting.
(b) Setiap
tugas dapat diselesaikan pada jenjang yang tepat sehingga tidak terjadi
birokrasi.
(c)
Keputusan dapat diambil dengan lebih cepat dan tepat.
(d)
Memperbesar partisipasi dan menumbuhkan rasa tanggung
jawab setiap personil dalam melaksanakan tugas-tugas untuk kepentingan bersama.
(e)
Memungkinkan berkembangnya inisiatif dan krestivitas
pejabat di bidang
pekerjaannya masing-masing.
(f) Menghilangkan
sifat dan sikap menunggu perintah (komando) yang mengakibatkan organisasi
berlangsung secara statis dan kaku.
(g) Pekerjaan
tetap berjalan walaupun atasan atau seorang pejabat sedang berhalangan.
(h) Merupakan
latihan bagi pejabat bawahan agar siap bilamana kelak menduduki jabatan yang
lebih tinggi. (Hadiri Nawawi, 1981 : 34).
e. Mengandung kesatuan perintah.
Tiap-tiap pejabat hendaknya hanya dapat diperintah
dan bertanggung jawab kepada seorang atasan tertentu saja. Sulit bagi seorang
pejabat melayani dua orang atasan sekaligus an tidak mungkin ada anggota dari
unit pelaksana dapat melapor kepada lebih dari seorang atasan. Bilamana sebuah
organisasi tidak kesatuan perintah (komando), maka akan timbul kesimpang-siuran
dalam pelaksanaan tugas-tugas organisasi.
f.
Mencerminkan
rentangan kontrol.
Rentangan kontrol (rentangan
kendali) adalah jumlah terbanyak unit kerja (bawahan) yang dapat dipimpin
secara efektif oleh seorang atasan pejabat tertentu. Rentangan kontrol
dipengaruhi oleh jenis dan sifat pekerjaan, jarak antara unit kerja yang
dikontrol, jumlah (volume) tugas serta stabilitas organisasi.
Faktor-faktor yang sering mempengaruhi luas-sempitnya
rentangan kontrol adalah:
(a) Faktor
obyektif, karena di luar dari diri pejabat yang harus dikontrol berkenaan
dengan corak pekerjaan, jarak atau letak bawahan, stabil atau labilnya
organisasi, jumlah tugas pada bawahan, jumlah tugas pada atasan, waktu yang
berkenaan dengan diri pejabat, dan sebagainya.
(b) Faktor
subyektif, yang berkenaan dengan diri pejabat yang mau melakukan kontrol,
antara lain pengalaman kerja, kecakapan, kesehatan, antara lain pengalaman
kerja, kecakapan, kesehatan, umur, jenisi tanpa mengurangi kelancaran aktivitas
yang sedang berjalan kelamin dan sikap pejabat yang harus melakukan kontrol tersebut.
g.
Fleksibilitas
dan keseimbangan.
Seyogyanya pada setiap
organisasi mempunyai struktur yang mudah untuk dirobah dan disesuaikan dengan
perubahan-perubahan yang mungkin terjadi tanpa mengurangi kelancaran aktivitas
yang sedang berjalan. Misalnya, perubahan tujuan, penambahan tujuan, perluasan
aktivitas, penambahan beban kerja dsb. Untuk memperoleh keseimbangan dalam
pelaksanaan pekerjaan, maka satuan-satuan organisasi harus ditempatkan dalam
struktur organisasi yang sesuai dengan peranan dan kemampuannya. Misalnya,
satuan organisasi yang berperan penting hedaknya ditempatkan pada satuan utama,
satuan organisasi yang berperan menyeluruh sebaiknya ditempatkan di bawah satuan lain secara tidak
tetap, sedangkan beberapa satuan organisasi yang berperan sama hendaknya
ditempatkan pada jenjang yang sama, dsb.
3.
Fungsi
Bimbingan/Pengarahan (Directing).
Adalah
menjadi tugas pimpinan untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada bawahannya
setelah pengorganisasian dilakukan dan pada saat semua personil telah melakukan
tugasnya masing-masing sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya. Bimbingan
dan pengarahan ini harus dilakukan secara kontinyu agar seluruh kegiatan selalu
bermuara pada pencapaian tujuan bersama. Tanpa bimbingan dan pengarahan
dikhawatirkan tugas pekerjaan akan menyimpang dari garis kebijaksanaan yang
menjaga dan memajukan organisasi melalui setiap personil, baik secara
struktural maupun fungsional, agar setiap kegiatan yang dilakukan tidak
terlepas dari usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam
realitasnya, kegiatan bimbingan dan pengarahan ini biasanya dilaksanakan
melalui berbagai kegiatan/cara, antara lain:
(a) Memberikan
informasi, baik secara langsung maupun tidak langsung (dengan surat edaran,
pembicaraan formil/informil, rapat, diskusi, lokarya, dan sebagainya).
(b) Melalui
surat perintah atau instruksi, atau surat keputusan yang bersifat mewajibkan
dan atau menjelaskan perintah.
(c) Memberikan
contoh atau mengerjakan langsung tugas tertentu sementara bawahan mengamati
dengan teliti.
(d) Mengadakan
kontrol/pengawasan yang kontinu agar setiap personil melakukan tugas-tugasnya
secara efisien.
(e) Memberika
kesempatan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan/kecakapan dan keahlian agar
lebih efektif dalam melaksanakan berbagai kegiatan organisasi.
(f) Memberikan
motivasi kerja dengan pemberian hadiah atau pujian (sebagai penguatan) kepada
mereka yang telah menunjukkan disiplin dan prestasi kerja yang tinggi, serta
memupuk rasa tanggung jawab kepada setiap personil.
(g) Memberikan
kesempatan ikut-serta menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk memajukan
organisasi berdasarkan inisiatif dan kreativitas masing-amsing.
(h) Berusaha
untuk mengurangi/menghilangkan segala faktor yang menjadi rintangan/hambatan
jalannya program organisasi.
Tujuan lain yang diharapkan dari
bimbingan dan pengarahan ini
ialah agar masalah-masalah yang timbul dalam organisasi ditekan sekecil
mungkin, bahkan diusahakan agar tidak menimbulkan masalah-masalah yang tidak
perlu.
Pemecahan berbagai masalah
organisasi harus dapat dilihat dan dipertimbangkan dari segala aspek, tidak
hanya dilihat dari satu segi saja lalu mengambil keputusan. Misalnya, masalah
pendidikan, tentang hasil ujian murid-murid ternyata kurang memuaskan karena
sebagian besar murid gagal dalam ujian tersebut. Masalah ini tidak akan dapat
diselesaikan dengan hanya mencari tahu mata pelajaran (bidang studi) mana yang
buruk asilnya, atau mencari penyebab dari kemalasan dan kebodohan murid.
Pemecahan masalah ini harus dilihat atau ditelusuri penyebabnya dari berbagai
aspek. Misalnya faktor guru yang kurang cakap, murid yang kurang mendapat
bimbingan, murid yang intelegensinya rendah, murid yang mengalami kesulitan
belajar, guru yang menjalankan tugasnya dlam keadaan letih, guru kurang
menguasai bahan metode dan tugas-tugas lainnyadalam kaitan dengan tujuan,
kurang kerjasama antar guru, pimpinan kurang kontrol, dsb. Mungkin juga dari
segi prosedur dan metode yang terlalu kaku, jadwal pelajaran yang selalu
berubah-ubah, moral kerja guru yang rendah, PBM yang kurang efektif, sikap
profesional guru kurang meyakinkan, guru yang malas dan kurang siap, kepala
sekolah yang telalu otoriter, pembagian tugas yang tidak jelas, kurikulum yang
tidak serasi dengan silabus, faktor kesehatan guru ataupun murid yang kurang
terjamin, ataupun faktor alat dan pembiayaan yang kurang memadai dengan
kebutuhan belajar, lingkungan yang kurang menyenangkan, dan aspek-aspek
lainnya.
4.
Fungsi
Pengkoordinasian (Coordinating)
Walaupun perencanaan telah
disusun dengan mantap, pengorganisasian telah ditata dengan baik dalam
mekanisme kerja yang sudah
memadai, personil yang memiliki pengetahuan dan kecakapan yang cukup, namun
belumlah dapat dijadikan jaminan akan tercapainya tujuan yang diinginkan tanpa
adanya pengkoordinasian yang baik. Ada kemungkinan semua personil pada setiap
bagian telah bekerja terarah sesuai dengan batas-batas wewenang dan tanggung
jawabnya, tetapi tidak memberikan hasil yang memuaskan, karena tidak nampak
adanya kerajasam antar personil pada setiap unit kerja yang ada dalam organisasi
tersebut. Untuk itu, perlu ada koordinasi yang mantap antar personil setiap
unit atau bagian, sehingga timbul suasana harga menghargai sebagai upaya untuk
memmelihara dan menciptakan kerjasama yang harmonis dalam rangka mencapai
tujuan bersama. Karena itu, perlu ada koordinasi dapat diartikan sebagai
kegiatan mengatur (mengkoordinir) dan membawa personil, metode, bahan, buah
pikiran, saran-saran, cita-cita maupun alat-alat dalam hubungan kerjasama yang
serasi (harmonis), saling isi-mengisi dan tunjangan menunjang, sehingga
pekerjaan berlangsung efektif dan seluruhnya terarah pada pencapaian tujuan
bersama.
Pengelompokan satuan kerja
adalah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja, agar semua satuan
kerja yang ada bergerak ke arah yang sama untuk mencapai tujuan bersama.
Satuan-satuan kerja dalam organisasi tidak boleh bergerak secara terpisah ke
arah yang berbeda (berlawanan), akan tetapi harus terjalin secara terpadu dalam
langkah dan bahasa yang sama, bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama
tersebut. Karena itu, antar unit kerja (bagian) dan antar personil di dalam
suatu unit kerja (bagian) dan antar personil didalam suatu unit kerja maupun antar unit kerja yang berlainan harus
terjalin suatu koordinasi yang efektif untuk dapat mewujudkan tujuan bersama
tersebut.
5. Fungsi
Pengawasan dan Penilaian (Controling and Evaluating).
Pengawasan (kontrol) adlah kegiatan
untuk mengukur kadar (tingkat) efektivitas dan efisiensi penggunaan metode dan
alat-alat kerja tertentu guna melihat apakah kegiatan yang dilaksanakan telah
sesuai dengan rencana yang telah digariskan dan sebagai masukan untuk
menentukan rencana kerja yang akan datang dalam usaha mencapai tujuan. Untuk
itu, diperlukan kegiatan penagamatan (observasi dan supervisi), baik langsung
maupun tidak langsung terhadap berbagai aspek atau kegiatan personil, metode
kerja, peralatan kerja, bahkan pengamatan pada aspek perencanaan,
pengorganisasian, pembimbingan/pengarahan dan pengkoordinasian secara
keseluruhan.
Berdasarkan uraian di atas, maka pengawasan menunjukkan
pengertian pada dua fungsi, yaitu : (1) membandingkan hasil yang telah dicapai
dengan rencana yang telah disusun, dan (2) mencatat hasil pengawasan tersebut
untuk dijadikan bahan penyempurnaan seluruh kegiatan organisasi. Dengan pengawasan
diusahakan agar semua kegiatan dapat berjalan sesuai dengan rencana tanpa
terjadi penyimpangan-penyimpangan yang mengakibatkan tujuan yang telah
direncanakan sulit untuk dicapai.
Untuk
melaksanakan pengawasan dengan baik diperlukan beberapa syarat yang
harus dipenuhi oleh seorang pimpinan (pengawas), yaitu:
(a)
Memiliki
wawasan yang luas mengenai seluk-beluk pekerjaan yang erada di bawah pengawasannya.
(b)
Memiliki
pengetahuan yang cukup tentang rencana, policy, dan tujuan yang akan dicapai
oleh organisasi serta tujuan setiap bagian (unit kerja) yang berda di bawah
pengawasannya.
(c)
Memiliki
kemampuan tentang cara-cara melaksanakan pengawasan yang baik.
(d)
Dapat
menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi dimana pelaksanaan pengawasan itu
berlangsung.
(e)
Memiliki
kemauan yang keras untuk membimbing para petugas yang diawasinya, karena maksud
pengawasan bukanlah untuk mencari-cari kesalahan bawahan, melainkan sebagai
bahan untuk memberikan bimbingan berdasarkan kesalahan yang ditemukan itu.
(f)
Memiliki
sifat-sifat kepribadian yang terpuji, yaitu sabar, jujur, tegas, konsekuen,
ramah, rendah hati, berjiwa besar, memiliki rsa penuh pengabdian dalam
menjalankan tugas pengawasannya.
Pengawasan juga digunakan untuk mengecek rencana
kualitas maupun kuantitas dengan membandingkan hasil yang telah dicapai dengan
rencana yang telah ditetapkan.
Mengamati tingkat efektivitas, maksudnya menilai
kegiatan kegiatan yang telah dilakukan, apakah hasil yang telah dicapai sesuai dengan rencana/mengikuti rel yang
sebenarnya dan tidak menyimpang dari perencanaan tujuan yang telah ditetapkan.
Sedangkan mengamati tingkat efisiensi kerja dimaksudkan adalah menilai
tindakan-tindakan yang telah dilakukan melalui cara yang terbaik atau paling
tepat untuk mencapai hasil yang sebesar-besarnya tetapi dengan resiko yang
sekecil-kecilnya.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, ternyata bahwa hasil
kontrol (pengawasan) tidak hanya berakhir sampai disitu, tetapi harus
memungkinkan dilaksanakannya evaluasi (penilaian) terhadap semua aspek yang
telah dikontrol tersebut.
Sehubungan dengan itu, maka kriteria dalam melaksanakan
evaluasidari suatu hasil kontrol untuk mengetahui tingkat efektivitas dan
efisiensi kerja, adalah tujuan yang hendak dicapai. Kegiatan kontrol yang dapat
dievaluasi tersebut akan sangat bermanfaat untuk:
(a)
Memperoleh
data untuk diolah/dianalisis yang hasilnya dapat dijadikan sebagai dasar bagi
usaha perbaikan kegiatan di masa-masa yang akan datang.
(b)
Memperoleh
cara kerja yang paling efektif dan efisien atau paling tepat dan paling
berhasil sebagai cara yang terbaik untuk mencari tujuan.
(c)
Memperoleh
data tentang kekurangan-kekurangan atau hambatan-hambatan yang dihadapi,
sehingga memungkinkan dapat dikurangi dan dihindarinya.
(d)
Memperoleh
data yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan usaha pengembangan organisasi
dan personil dalam berbagai bidang.
(e)
Mengetahui
sampai seberapa jauh tujuan telah tercapai.
Dari uraian di atas, jelaslah bagi kita bahwa penilaian
tidak sekedar bersifat kuantitatif, melainkan juga bersifat kualitatif, karena
penilaian bersifat penentuan mutu (kualitas) terhadap data yang diperoleh
melalui pengawasan. Interprestasi hasil penilain yang bersifat kualitatif
itu dapat dinyakan dengan berbagai kriteria seperti:
(a) Sangat
baik
(b) Baik
(c) Cukup
(d) Kurang,
dan
(e) Buruk/kurang
sekali.
C.
PERTANYAAN
LATIHAN
1. Jelaskan
secara singkat tentang perkembangan administrasi bagai suatu Ilmu Pengetahuan,
baik di luar negeri maupun di Indonesia.
2.
Jelaskan pendapat anda, mengapa administrasi pendidikan
itu dianggap sebagai suatu faktor yang sangat penting.
3. Mengapa
Henry Fayol dan Frederick Winslow Taylor disebut sebagai Bapak Ilmu
Administrasi dan Bapak Manajemen Ilmiah ?
4. Apa
yang dimaksud dengan administrasi, administrasi pendidikan dan administrasi
sekolah ? Jelaskan pula persamaan dan perbedaan masing-masing.
5. Faktor-faktor
apa yang menyebabkan terjadinya proses administrasi itu?
6. Mengapa
faktor-faktor dalam administrasi pendidikan dibedakan dengan unsur-unsur
administrasi pendidikan ? Jelaskan pendapat anda.
7. Sebutkan
dan jelaskan secara singkat unsur-unsur dalam administrasi pendidikan yang anda
ketahui.
8. Jelaskan,
mengapa administrasi pendidikan itu dianggap lebih luas daripada administrasi
sekolah ? Buktikan !
9. Jelaskan
apa yang dimaksud dengan : Organisasi, manajemen, komunikasi, kepegawaian,
keuangan, perancangan, tata usaha dan hubungan masyarakat (public relations).
10. Jelaskan
bahwa organisasi sebagai suatu total sistem dapat menajdi beberapa susistem, sebutkan
dan jelaskan subsistem apa saja yang bisa dibentuk di dalam total sistem
tersebut.
11. Jelaskan
dan gambarkan perbedaan bnetuk organisasi Lini, Orgainsasi staf serta
organisasi lini dan staf.
12. Sebutkan
dan jelaskan beberapa azas yang harus dipenuhi dalam penyusunan suatu
organisasi yang baik.
13.
Mengapa manusia perlu berorganisasi, berkomunikasi dan
bekerjsama? Jelaskan pendapat anda.
14.
Kemukakan alasan anda, mengapa manajemen dipandang
sebagai inti dari administrasi ? Buktikan pula mengapa administrasi, oganisasi,
manajemen, kepemimpinan, pengambilan keputusan dan human relations tidak bisa
dipisahkan ?
15. Tingkat
ketrampilan/kecakapn apa sja yang perlu dikuasai oleh seorang manajer
pendidikan ?
16. Faktor-faktor
apa saja yang menyebabkan suatu komunikasi bisa terjadi ? Jelaskan ! Untuk apa
komunikasi dilakukan ?
17. Kegiatan-kegiatan
apa saja yang anda anggap perlu dilakukan bagi tata usaha sekolah yang baik ?
18. Sebutkan
dan jelaskan apa yang menjadi dasar dan tujuan dari administrasi pendidikan ?
Kriteria apa yang digunakan untuk mengukur keberhasilan administrasi pendidikan
?
19. Jelaskan
mengapa perencanaan sangat diperlukan dalam suatu organisasi ? Aspek-aspek apa
yang perlu ada dalam suatu perencanaan ? Gambarkanlah sebuah siklus perencanaan
sesuai dengan langkah-langkah pelaksanaannya.
20.
Cara apa saja yang ditempuh seorang pimpinan dalam
melaksanakan bimbingan dan pengarahan keada bawahannya ?
21.
Jelaskan alasan anda, mengapa pengawasan dalam organisasi
sangat diperlukan ? Syarat apa yang perlu bagi seorang pengawas ? Dan apa
manfaatnya pengawasan itu dilakukan ?
22.
Apa yang dimaksud dengan penilaian yang bersifat
kuantitatif dan penilaian yang bersifat kualitatif ?
BAB II
DIMENSI-DIMENSI DALAM ADMINISTRASI PENDIDIKAN
Tujuan Pembelajaran
Setelah
mengikuti secara aktif kegiatan proses pembelajaran, mahasiswa yang mengambil
mata kuliah Administrasi dan Supervisi Pendidikan diharapkan akan dapat:
1. Menyebutkan dimensi-dimensi yang terdapat dalam
Administrasi Pendidikan.
2. Menjelaskan kegiatan manajemen administrasi dan kegiatan
manajemen operatif
3. Menjelaskan macam-macam teknik manajemen dalam
administrasi pendidikan
4.
Menjelaskan
administrasi pendidikan sebagai suatu proses sosial
5. Menjelaskan sifat-sifat yang harus dimiliki seorang
kepala sekolah selaku pemimpin pendidikan.
PEMBAHASAN
MATERI PEMBELAJARAN
Uraikan pada bab
terdahulu tentang administrasi pendidikan telah jelas bagi kita, baik
menyangkut batasan pengertiannya; faktor dan unsur-unsurnya, dasar dan
tujuannya, maupun fungsi-fungsinya secara terperinci. Namun pemahaman tentang
berbagai aspek tersebut di atas secara keseluruhan sangat bergantung kepada
sudut pandangan atau titik tolak dari mana seseorang melihat dan
dengan kacamata macam mana penglihatan itu digunakan. Tentunya setiap orang diharapkan memandang administrasi
pendidikan itu sama penglihatannya walaupun dengan kacamata yang berbeda. Namun
dalam realitasnya masing-masing orang menggunakan kacamatanya sendiri-sendiri
dengan penglihatannya yang berbeda-beda pula sesuai dengan ukuran
besar-kecilnya kacamata serta luas sempitnya sudut penglihatan dari
masing-masing orang. Hal ini menunjukkan ciri bahwa administrasi pendidikan itu
sendiri merupakan fenomena sosial yang mempunyai “aneka muka“. Oleh karena itu,
knezevich tidak terlalu setuju bila kita
memulai mempelajari administrasi pendidikan dengan menentukan suatu batasan
atau definisi terlebih dahulu. Ia
lebih setuju menganalisis pemahaman administrasi pendidikan itu dari berbagai
sudut pandangan yang dia sebut “dimensi”.
Berdasarkan
pengertian tersebut di atas, maka administrasi pendidikan itu bila dianalisis
secara detail maka terdapat beberapa sudut pandangan (dimensi) antara lain
sebagai berikut:
A.
ADMINISTRASI
PENDIDIKAN DILIHAT SEBAGAI SUATU PROSES KEGIATAN MANAJEMEN.
Pengelolaan terhadap seluruh substansi pendidikan bagi
seorang pemimpin pendidikan yang berfungsi selaku administrator, sangat
diharapkan memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang positif terhadap
seluruh fungsi-fungsi manajemen pendidikan. Walaupun diketahui bahwa
fungsi-fungsi manajemen yang diterapkan adalah bersifat umum dan dapat
diberlakukan pada bidang apapun. Dalam kenyataannya tidak dapat disangkal bahwa
proses kegiatan manajemen dapat pula diterapkan secara luas dalam bidang
administrasi pendidikan, termasuk teknik-teknik manajemen baik yang bersifat
tradisional (convensional) maupun yang modern dewasa ini.
Apabila fungsi-fungsi
manajemen yang diterapkan itu dianalisis secara deteil, maka nampak ada dua
aspek yang mempunyai pengaruh besar dan sangat berperan pada diri setiap
manajer, yaitu akal (mind) dan tindakan (action). Namun oleh Piet A.Sahertian
dkk, menganggap bahwa “pekerjaan administrasi pendidikan bukan hanya
membutuhkan akal (mind) dan tindakan (action) tetapi juga pembentukan sikap.
Dengan demikian, kepada setiap administrator pendidikan dipersiapkan agar
memiliki kompetensi yang dapat
berpikir, bertindak dan bersikap administratif”. (Piet A. Sahertian, dkk, 1982
: 7).
Administrasi pendidiakan
sebagai proses kegiatan manajemen dapat dibedakan atas proses kegiatan pimpinan
(manajer) dan proses kegiatan pelaksana (opration). Hadari Nawawi mengelompokkan
kedua proses kegiatan manajemen tersebut atas :
(a) Proses
kegiatan pimpinan (Manajemen administratif), melaksanakan kegiatan-kegitan yang
bertujuan mengarahkan agar semua orang dalam organisasi mengerjakan hal-hal yang sesuai dengan tujuan
yang hendak dicapai. Proses
kegiatan ini berjalan melalui tahap-tahap : (a) Perencanaan (planning); (b)
pengorganisasian (organizing); (c)
bimbingan/pengarahan (directing/commanding); (d) koordinasi (coordinating); (e)
pengawasan (controlling), dan (f) komunikasi (communication).Karena itu, proses
ini disebut pula dengan “management of administrative function”.
(b) Proses
kegiatan pelaksanaan (Manajemen operatif), melaksanakan kagiatan-kegiatan yang
bertujuan mengarahkan dan membina agar dalam mengerjakan pekerjaan yang menjadi
beban tugas masing-masing pelaksanaan dapat dilaksanakan dengan tepat dan
benar. Proses kegiatan pelaksanan ini meliputi : (a) tata usaha; (b)
perbekalan; (c) kepegawaian; (d) keuangan; (e) hubungan masyarakat. Karna itu,
kegiatan ini di sebut pula dengan “management of operative function”. (Hadari
Nawawi, 1981 : 14).
Hendayat Soetopo dan Wasty
Soemanto, (1982:257-258) telah membuat rangkuman spesifikasi yang berhubungan
dengan fungsi-fungsi manajemen sebagai berikut :
HENRY
FAYOL
U
R W I K
G.
R. TERRY
N E W M A N
L. GULLICK
S
E A R S
A
S S A
G R E G G
JENSON
KONZT
& DONAL
|
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
|
Prevoiring,
organizing, commanding, coordinating dan controlling.
Forcasting,
planning, organizing, directing, coordinating, controlling.
Planning,
organizing, actuating, controlling.
Planning,
organizing, assembling, resources, directing, dan controlling.
Planning,
organizing, staffing, directing, coordinating, reporting, budgeting.
Planning,
organizing, directing, coordinating, controlling.
Planning,
alocating, resources, stimulating, coordinating, evaluating.
Decision-Making,
Planning, organizing, communicating, influencing, coordinating, evaluating.
Decision-Making,
programming, stimulating, coordinating, appraising.
Deliberating,
decision-making, programming, stulating, coordinating, appraising.
|
L.
ALLIN
L. ALLEN THE
LIANG GIE
PRAJUDI
ATMOSUDIRDJO
SPRIEGEL
|
:
:
:
:
|
Planning,
organizing, staffing, directing, controlling.
Leading,
Planning, organizing, controlling.
Planning,
decision-making, directing, coordinating, controlling, improving.
Planning,
organizing, directing/actuating, controlling.
Planning,
organizing, controlling.
|
Dari semua ahli yang
mengemukakan fungsi-fungsi manajemen tersebut di atas, Pada hakekatnya hanya terdapat
tiga fungsi pokok, yaitu
fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), dan pengawas
(controlling). Ketiga fungsi pokok tersebut dalam literature diketemukan
minimal ada tiga ahli yang setuju dengan fungsi-funsi tersebut, yaitu Spriegel,
Dalton E. Mc. Farland dan Pariata Westra. Sedangkan dalam prosesnya dapat pula
disarikan menjadi tiga kegiatan utama yaitu kegiatan perencanaan (planning), pelaksanaan
(actuating) dan pengawasan (controlling). Ketiga kegiatan ini penjelasanya
telah diuraikan pada bagian terdahulu dalam diktat/buku ini.
Teknik-teknik Manajemen dalam
Administrasi Pendidikan.
1.
Teknik
Manajemen konvensional.
Teknik manajemen konvensional (tradisional) lebih
menekankan pada aspek mekanisasi dan hubungan kemanusiaan, karena unsur
pengakuan rasional kurang banyak mendapat perhatian. Teknik manajemen konvensional ini dapat pula dibagi atas
empat jenis, yaitu:
(a) Management by personality, yakni teknik manajemen yang
dalam pelaksanaannya banyak menonjolkan kepribadian yang diwariskan oleh pengakuan
akan kewibawaannya dalam mengendalikan organisasi.
(b) Management by
costum, yakni teknik manajemen yang lebih banyak memperhatikan kebiasaan yang
pernah berjalan dan sedang dipakai dalam pengadministrasian. misalnya
kerja-sama dalam bentuk gotong-royong, dan
sebagainya.
(c) Management by reward, yakni teknik manajemen yang
menimbulkan dorongan untuk bekerja dengan diberi motivasi extrinsic. orang
dianggap mempunyai kemauan untuk bekerja
apabila diberi motivasi seperti pujian, hadiah-hadiah yang sesuai dengan
kesenangannya. karena itu produktivitas kerja dalam organisasi ini akan
meningkat apabila motivasi ini tetap dipertahankan, dan akan menurun bila
motivasi tersebut diabaikan.
(d) Management by ligitimation, yaitu teknik manajemen yang
dijalankan disertai dengan pembatasan-pembatasan berupa aturan-aturan
norma-norma) yang dipaksakan kepada para anggota untuk mengikutinya. keadaan
demikian ini akan menimbulkan suasana karyawan yang penuh dengan ketakutan.
2.
Teknik
Manajemen Modern
Berbagai upaya baru telah muncul dalam pengelolaha
proses pendidikan sebagai akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
mutakhir yang semakin tajam dewasa ini.
Falsafah dasar dengan prinsip demokrasi Pancasila berkembang dengan
pengakuan yang mendalam akan hakekat kemanusian menjadi motivasi dalam
penerapan teknik-teknik manajemen yang dianggap masih sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan modern antara lain sebagai berikut:
(a) Management
by delegation, member wewenang dan tanggung jawab kepada setiap pimpinan bagian
(unit kerja) dan kepercayaan ini bias dilimpahkan pula kepada bawahannya (unit
terkecil) dibawahnya sesuai dengan tanggun jawabnya. dalam kesatuan hirarki
yang saling menunjang. teknik semacam ini memberikan pengakuan dan kepercayaan
atas prestasi dan kemampuan pada para bawahan (anggotanya).
(b) Management
by system, dilaksanakan dengan melihat kompenen-komponen yang ada dalam
organisasi sebagai suatu kesatuan yang utuh dan saling menunjang.
komponen-komponen tersebut sangat berpengaruh yang sama pentingnya sehingga
salah satunya kurang maka akan mempengaruhi seluruh sistem yang ada.
(c) Management
by objectives, yaitu teknik manajemen yang pelaksanaan seluruh kegiatannya
berorientasi kepada tujuan sebagai kriteria atau patokan keberhasilan. proses
manajemen yang berhasil adalah yang dapat mencapai tujuan. (Hendyat Soetopo dan
Wasty Soemanto, 1982:267-269).
(d) Bagaimanapun
penerapan teknik-teknik manajemen modern telah dianggap efektif dalam administrasi
pendidikan akan tetapi dalam prakteknya teknik manajemen konvensional masih
tetap di perlukan, proses manajemen dalam administrasi pendidikan masih tetap
menerapkan kedua teknik manajemen tersebut secara terpadu sesuai dengan situasi
dan kondisi serta kenyataan-kenyataan praktis yang ada dalam organisasi
pendidikan.
B.
ADMINISTRASI
PENDIDIKAN DILIHAT SEBAGAI KEGIATAN KEPEMIMPINAN (LEADERSHIP) DAN PERILAKU
MANUSIA (HUMAN BEHAVIOR).
1.
Administrasi
Pendidikan sebagai Proses Sosial
Administrasi pendidikan sebagai proses sosial dapat
dianalisis dari tiga sudut pandangan, yaitu:
a. Dari
segi strukturnya (structurally), administrasi pendidikan dipandang sebagai
interaksi hubungan antara atasan dan bawahan dan dalam suatu sistem sosial.
b. Dari
segi fungsinya (functionally), tingkatan hubungan yang menunjukkan sebagai
tempat menetapkan dan mengintegrasikan berbagai peranan dan fasilitas untuk
mencapai tujuan dari sisitem sosial tersebut.
c. Dari
segi pelaksanaannya (operationally), yaitu proses administrasi pendidikan dangan
segala konsekuensinya di dalam situasi sosial yang meliputi interaksi dari
orang ke orang. Dalam proses demikian inilah penunjukan kedudukan, pengadaan
fasilitas, organisasi prosedur, pengaturan kegiatan, dan penilaian pelaksanaan
kegiatan itu terjadi. Dalam keadaan demikian, administrasi pendidikan
menunjukan suatu mekanime kerja/jaringan kerja yang melibatkan saling interaksi
antar manusia, alat dan bahan (kurikulum) serta fasilitas lainnya dalam proses
pelaksanaan untuk mewujudkan tujuan organisasi.
Apabila administrasi pendidikan sebagai
proses sosial ini ditinjau dari segi sistem (system sosial), maka ada dua
kelompok gejala saling berinterksi secara bebas. kedua kelompok gejala tersebut
oleh Getzels dan Guba memberikan istilah sebagai dimensi nomothetic bagi
penekanan harapan institusional, dan dimensi idiographic untuk penekanan pada
kebutuhan personal. (J.W. Getzels dan E.G. Guba, 1957:423-441).
Dijelaskan oleh Ambo Elo Adam, bahwa bilamana teori
Getzels dan Guba ini diaplikasikan kedalam lembaga sosial, maka dapat
dibayangkan memiliki dua dimensi yang
berdiri sendiri, tetapi dalam situasi sebenarnya saling mempengaruhi. kedua
dimensi itu ialah dimensi sosiologis dan dimensi psikologis. yang pertama,
menunjuk kepada lembaga (institusinya) yang ditandai dengan peranan-peranan dan
harapan-harapan tertentu sesuai dengan tujuan sistem, dan yang kedua, mengacu
kepada individu-individu yang menempati sistem, masing-masing dengan
kepribadian dan disposisi kebutuhan tertentu. tingkah laku sosial dalam sistem
sosial ini dapat dipikirkan sebagai
suatu fungsi dari 2 unsur pokok, yaitu dimensi nomotetik (normatif) dan dimensi
idiografik (personal). dimensi nomotetik meliputi lembaga, peranan, dan
harapan. sedangkan dimensi idiografik terdiri dari indivdu, kepribadian, dan
disposisi (kecenderungan) kebutuhan. (Ambo Elo Adam, 1988:38).
Konsep Getzels dan Guba tentang dimensi nomotetik dan
dimensi idiografik dalam administrasi pendidikan sebagai tingkah laku sosial
dapat dilukiskan secara grafis seperti pada formulasi gambar dibawah ini.
Dimensi Nomotetik
(Nomothetic) = Normatif
Institusi
Peranan Harapan
|
|
Individu Kepribadian Kebutuhan
Dimensi
Idiografik (Idigraphic) = Personal
Gambar 3: Model teori Getzels dan Guba tentang proses
administrasi pendidikan sebagai tingkah laku sosial.
Konsep ini
menjelaskan administrasi pendidikan sebagai suatu proses sosial, dimana
perilaku diterima sebagai fungsi dari dimensi-dimensi nomotetik dan idiografik
dari suatu sistem sosial. dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa tindakan
tertentu dapat timbul secara bersamaan dari dimensi nomotetik dan dimensi
idiografik. perilaku sosial itu timbul atau terjadi sendiri dari pola-pola
ekspektasi atau harapan untuk berperilaku dengan cara-cara yang konsisten
sesuai kebetuhan pribadinya.
|
Militer Guru
Seniman
2. Kepemimpinan dan Tingkah laku dalam Administrasi pendidikan
Kepemimpinan
dan kelakuan manusia dalam suatu organisasi pendidikan merupakan dua unsur yang
biasa dibedakan tetapi sulit untuk dipisahkan, sebab keduanya laksana dua bagian
dari sekeping mata uang. apabila tingkah laku manusia dalam administrasi
pendidikan ini dikaitkan dengan kepentingan kepemimpinan, maka secara
konseptual ada tiga model perilaku yang dapat dijelaskan, yaitu perilaku
pemimpin yang memntingkan dimensi idiografik, pemimpin yang mementingkan dimensi
nomotetik dan pemimpin transaksional. konsep Getzel dan Guba (1957:423-441),
melalui Hendayat Soetopo dan Wasty Soemanto (1982:291-293), dijelaskan ketiga
perilaku pemimpin tersebut diatas sebagai berikut:
(a) Pemimpin yang mementingkan dimensi nomotetik
digambarkan sebagai individu yang menekankan harapan institusi dan konformitas
peranan dengan harapan, yang berarti mengabaikan pribadi individu dan kepuasan
pemenuhan kebutuhannya. ia mementingkan ototritas yang dipandang dari status atau
posisi ia pegang. ia lebih menekankan pada peraturan-peraturan dan prosedur
dengan sanksi ekstrinsik. keefektifan pemimpin nomotetik ini lebih banyak
tergantung kepada keberhasilan yang ia harapkan dari para bawahannya.
(b) Pemimpin yang mementingkan dimensi idiografik (lawan
dari dimensi nomotetik). pemimpin tipe ini lebih menekankan dan mementingkan
pribadi individu. harapan organisasional pada individu sangat dibatasi.
otoritas yang dimiliki administrator sangat dibatasi dan didelegarikan kepada
para anggotanya. hubungan dengan individu yang lain didekatkan dengan kebutuhan
pribadi masing-masing individu. pemimpin yang berdimensi ini lebih menekankan
ego atau pribadi para anggota institusi daripada tuntutan institusional.
(c) Pemimpin transaksional, adalah pemimpin yang berusaha
memadukan (mengkombinasikan) dimensi nomotetik dengan dimensi idiografik dalam
sistem kepemimpinannya. pemimpin transaksional memen-tingkan usaha pencapaian
tujuan institusi, tetapi pada waktu yang sama harapan individu tidak diabaikan
dalam rangka pencapaian tujuan tersebut. Ia mengakui secara mendalam hakekat
peranan dan harapan institusi, akan tetapi ia juga mengharapkan tujuan dapat
tercapai dengan memenuhi dorongan dan kebutuhan pribadi individu masing-masing.
dengan demikian, pemimpin transaksional dalam waktu yang sama ia mampu
menerapkan situasi kepemimpinan yang menekankan dimensi nomotetik sekaligus
dimensi idiografik.
Perilaku pemimpin
dalam administrasi pendidikan akan sangat tergantung pada penekanan individu
yang terlibat terhadap ketiga dimensi di atas, tanpa mengabaikan filsafat
yang dianut seseorang sebagai bagian yang menentukan dalam memilih dimensi mana
yang paling sesuai yang akan mewarnai kepemimpinanya dalam administrasi
pendidikan. tentu saja pemimpin pendidikan yang baik selalu berusaha agar dalam
kepemimpinanya tetap berada dalam kondisi yang seimbang dan berusaha
menetralisir masalah-masalah yang mungkin timbul dalam organisasi, bahkan
mungkin dapat menghilangkannya sama sekali.
Dalam berbagai
interaksi (inter dan antar individu) pada sebagian organisasi sering terjadi
konflik, baik yang bersumber dari konflik peranan dalam institusi dengan
kebutuhan pribadi, konflik peranan dengan peranan, maupun konflik pribadi
dengan pribadi, sehingga menyulitkan seorang pemimpin untuk mengatasinya.
(a) Konflik yang bersumber dari peranan dalam institusi
dengan kebutuhan pribadi, misalnya Kepala Sekolah yang akan memimpin rapat
penting menyambut kedatangan Menteri Dikbud. tetapi pada saat yang bersamaan ia
menerima telepon dari Rumah Sakit bahwa anaknya yang bungsu mendapat kecelakaan
lalu lintas dan sedang dalam keadaan gawat di Rumah Sakit.
(b) Konfilk yang bersumber dari peranan dengan peranan,
misalnya: Guru tidak mau disupervisi oleh penilik sekolah tertentu (konflik
disegreement individual). karena berasal dari kelompok yang berbeda, maka
mereka tidak mau bekerjasama (konflik disegreement kelompok). antara dua
pejabat yang berlainan tujuan (ide/harapan) terjadilah pertentangan pendapat
(konflik harapan), dan contoh-contoh lainnya.
(c) konflik yang bersumber dari pribadi dengan pribadi,
misalnya: Individu-individu dalam kelompok memiliki kebutuhan yang berbeda,
maka arah pelaksanaan tugas tidak serasi. ketidakserasian kebutuhan inilah yang
menimbulkan konflik.
Konflik-konflik
tersebut diatas seringkali muncul dalam kegiatan administrasi pendidikan yang
kadang-kadang menimbulkan keteganagn bipolar antara lembaga (institusi) dengan
tujuan dan harapan, serta individu dengan segala kebutuhannya. Disatu pihak
terdapat pribadi (individu) dengan berbagai kebutuhannya, motivasinya dan
ambisinya dalam organisasi. Dilain pihak terdapat harapan dan peranan institusi
dalam mewarnai pola kerja para anggotanya. dalam situasi demikian sering muncul
ketegangan (konflik), karena pimpinan bekerja dengan banyak anggota yang
mempunyai problem yang bervariasi yang harus dipecahkan dengan baik.
Sebuah rumus
dibawah ini dapat membantu kita untuk melihat hubungan kerja para anggota suatu
organisasi yang diwarnai oleh kebutuhan dan perilaku yang berbeda-beda yang
dengannya sering menimbulkan ketegangan (konflik). rumus tersebut adalah : H = S (P+1) (P/2), dimana : H= hubungan, P =
orang yang bekerja, dan S = sifat atau watak pribadi individu.
Misalnya seorang
kepala sekolah bekerja dengan 10 orang guru di sebuah sekolah, maka akan
terjadi hubungan sebagai berikut: H = S (10 + 1) (10/2) =
11 x 5 = 55, ini berarti, seorang kepala sekolah yang bekerja dengan 10 orang
guru itu tidak berarti hanya terjadi 11 hubungan, melainkan akan melayani
55 hubungan pada sekolah yang dipimpinnya. belum lagi dibayangkan, bila setiap
hubungan itu menunjuk kepada satu sifat atau watak, maka kepala sekolah
sekurang-kurangnya berhadapan dengan kemungkinan 55 sifat atau watak (perangai)
yang berbeda-beda pula (kemungkinan H = S). keadaan demikian inilah yang selalu
menimbulkan ketegangan (konflik) dalam proses kerjasama untuk mewujudkan tujuan
administrasi pendidikan. demikian pula macam dan variasi perilaku kepala
sekolah dalam kepemimpinannya.
Menurut A. W.
Widjaja, bahwa perilaku administratif diwarnai atau dipengaruhi oleh banyak
factor, khususnya faktor pemimpin itu sendiri, factor bawahan serta faktor
situasi dimana proses kepemimpinan itu berlangsung. selain itu dijelaskan pula
bahwa bagi setiap pemimpin faktor yang sering mempengaruhi perilakunya antara
lain (a) letar belakang sosial ekonomi; (b)
latar belakang keluarga; (c) situasi masa kini; dan (d) tujuan yang akan dating (cita-cita masa
depan). (A. W. Widjaja, 1985:59). latar belakang tersebut akan memberikan
pandangan jauh kedepan. kesadaran dan pengertian serta sikap bagi seorang
pemimpin. sebagai manusia, setiap bawahan memiliki emosi (perasaan) yang akan
menimbulkan sikap pro dan kontra terhadap peilaku pemimpinnya. persepsi dan kognisi
akan menimbulkan kecenderungan sikap yang bertentangan atau menolak (kontra)
dan untuk menetralisir sikap yang bertentangan tersebut biasanya orang kembali
kepada kepercayaan (conation), sehingga sikap dan peilaku pemimpin tersebut
kembali sewajarnya. A. W. Widjaja, melukiskan perilaku pemimpin dengan latar
belakangnya seperti pada gambar di bawah ini. (1985:60).
Gambar 5 : Sikap Pro dan Kontra
terhadap perilaku pemimpin berdasarkan
Latar belakang kepemimpinanya.
3. Konsep Kepemimpinan
dalan Aministrasi Pendidikan.
Dalam menguraikan
tentang konsep kepemimpinan pendidikan tentunya kita tidak terlepas dari
pandangan kita terhadap konsep kepemimpinan pada umumnya. secara formal,
kegiatan kepemimpinan harus diselenggarakan oleh seseorang yang menduduki
posisi atau jabatan tertentu yang dilingkungannya terdapat sejumlah orang yang
bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu.
Dalam konsep
kepemimpinan, para ahli cenderung mengartikan kepemimpinan sebagai suatu kemampuan
menggerakkan, memberikan motivasi dan mempengaruhi kelompok orang-orang agar
mereka bersedia melakukan kegiatan-kegiatan (tindakan) yang sesuai dan terarah
pada pencapaian tujuan melalui keberanian mengambil keputusan yang tepat dan
rasional. ada dua unsur yang dapat diungkapkan dari pengertian kepemimpinan di atas,
yaitu:
(a) Kegiatan menggerakkan orang-orang, yang berarti
keseluruhan proses pemberian motivasi agar bekerja secara ikhlas dan
sungguh-sungguh demi tercapainya tujuan organisasi.
(b) Kegiatan tersebut dilakukan oleh seseorang yang memiliki
keberanian untuk tampil ke depan memberikan bimbingan, mempengaruhi dan
mendorong terwujudnya tindakan-tindakan atau tingkah laku yang terarah pada
tujuan.
Dalam kepemimpinan
pendidikan, faktor pemimpin tidak dapat dilepaskan dari faktor uang yang
dipimpin. keduanya saling bergantung, sehingga yang satu tidak ada tak mungkin
ada yang lain. sebab itu, kepemimpinan merupakan proses interaksi manusiawi
(human relationship), karenanya setiap pemimpin harus mampu bekerjasama dengan
orang yang dipimpinnya, memberikan bimbingan dan motivasi agar mereka bekerja
dengan ikhlas dan senang hati, tanpa paksaan dan ancaman yang mungkin akan
menimbulkan perasaan takut dan kesetian yang semu. hanya dengan memahami dan
menghayati perasaan dan pikiran serta kebutuhan para anggotanya seserang akan
dapat diterima, dihormati, dihargai dan disegani sebagai pemimpin. kepemimpinan
yang demikian itu sesuai dengan konsep kepemimpinan pendidikan modern yang
dilandasi oleh asas demokrasi yang sangat menghargai harkat dan martabat
manusia sebagai penentu keberhasilan segala aktivitas. sebab, dalam
kepemimpinan pendidikan modern lebih menekankan spesialisasi tugas,
pendelegasian wewenang dan rentangan control yang tepat. untuk itu, penyusun
konsep kepemimpinan pendidikan harus diorientasikan kepada prinsip-prinsip: (1)
partisipasi; (2) kooperasi; (3) hubungan-hubungan kemanusiaan yang akrab, (4)
pendelegasian dan pancaran kekuasaan serta tanggungjawab; (5) fliksibilitas
organisasi tata kerja; (6) kreativitas; (7) obyektivitas dan rasional
dalam segala tindakan.
Dengan berorientasi
kepada prinsip-prinsip diatas, maka dalam kepemimpinan pendidikan sangat
menghargai perubahan-perubahan, member dorongan terhadap usaha-usaha inovasi,
meningkatkan loyalitas, inisiatif dan kreativitas dalam proses pengembangannya.
kerana itu, kepemimpinan pendidikan modern memandang organisasi sebagai suatu
system sosial individu-individu yang dalam aktivitasnya menganut falsafah
“optimisme”, yaitu segala problem (masalah) yang dialami (dihadapi) pasti dapat
diselesaikan secara wajar melalui cara-cara yang rasional dan manusiawi.
Menurut Ross dan Hendry
(ahli sosiologi) dikutip oleh N. A. Ametembum, memandang bahwa kepemimpinan itu
sebagai suatu fenomena interaksional. keduanya berpendapat bahwa fenomena
kepemimpinan dalam masyarakat manusia adalah sebagai suatu hasil interaksi
diantara berbagai indicator sebagai berikut:
(a) Sifat-sifat seseorang
(b) Kebutuhan-kebutuhan struktual dan sifat-sifat kelompok.
(c) Situasi
dimana timbul kepemimpinan
(d) Sifat atau ciri tugas yang diemban
(e) Jenis kelompok dan kualitas para anggotanya
(f)
Iklim
sosial yang terjadi disekitarnya
(g) Harapan-harapan dan tanggapan kelompok terhadap
pemimpin dan apa yang dikerjakannya. (Ametembun, 1974:21)
Mereka berpendapat
bahwa kepemimpinan adalah suatu proses kehidupan kelompok, karenanya tidak
dapat dipisahkan dengan konteks sosial, adat-istiadat dan kultur setempat dan
banyak faktor lainnya. dikatakan oleh Ross dan Hendry, bahwa kepemimpinan
adalah bersifat dinamik, fleksibel dan sensitif dalam menyebarkan interaksi
diantara banyak faktor tersebut diatas. keduanya mengklasifikasikan konsep
kepemimpinan itu atas tiga kategori, yaitu:
(a) Kepemimpinan
sebagai traits within the individual leader
(b) Kepemimpinan
sebagai suatu function of the group, dan
(c) Kepemimpinan
sebagai suatu function of the situation. (Ametembun, 1974:24).
a.
Kepemimpinan
sebagai Traits within the individual leaders
Kepemimpinan dimasa lalu dipusatkan pada diri pemimpin
sebagai seorang pribadi yang mewrisi kepemimpinan secara turun-temurun.
pemimpin dilahirkan, bukan dijadikan atau dibuat (leaders is born not made).
keadaan ini pernah terjadi di Indonesia
pada masa keemasan raja-raja dulu. nanti setelah runtuhnya feodalisme dan
berkembangnya kesadaran demokrasi, barulah timbul pandangan-pandangan baru
bahwa kepemimpinan itu dapat dipelajari pada setiap situasi dan kondisi
tertentu, disamping itu bahwa pemimpin-pemimpin itu bisa dijadikan/dibuat,
bukan dilahirkan (leaders are made, not born).
Dalam teori sifat (traits theory) nampak ada
kecenderungan bahwa kepemimpinan adalah sesuatu yang ada pada diri seseorang,
sesuatu yang dapat diberikan kepada orang lain/kelompok, dan dapat diterapkan
dalam berbagai situasi sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang sama dalam
kelompok dan situasi yang juga berbeda. untuk mengembangkan fungsi-fungsi
kepemimpinan, seseorang harus membawa sifat-sifat dan kepribadiannya
serta kemampuan-kemampuannya yang ia miliki kepada orang lain. Teori ini
didasarkan kepada pendapat bahwa keberhasilan seseorang pemimpin disebabkan
oleh kelebihan daripada sifat-sifat yang dimiliki oleh pemimpin itu sendiri.
sifat-sifat itu dapat berupa sifat-sifat fisik, seperti tinggi badan, raut muka
stamina dan sebagainya. Disamping sifat-sifat fisik, juga sifat kemampuan,
seperti kecerdasan, lancar berbicara,
cepat mengambil sesuatu keputusan yang tepat dan logis, dan sebagainya.
Sedangkan sifat-sifat lain berupa sifat-sifat kepribadian seperti: harga diri kejujuran, keteladan, kebesaran jiwa, tekun dan rajin,
sabar, kerelaan berkorban, penuh pengabdian, dsb.
b.
Kepemimpinan
sebagai suatu function of the Group
Bila konsep pertama dipusatkan pada sifat kepribadian
pemimpn, maka konsep kedua ini kepemimpinan lebih diarahkan pada fungsi pemimpin
dalam kelompok tertentu. Disini kepemimpinan itu dipandang sebagai suatu fungsi
dari pada kelompok. Karena itu, bila konsentrasi pada kelompok makin
besar, maka akan besar pula untuk mengobservasi tingkah laku, mengorganisir
tindakan-tindakan kepemimpinan, melukiskan interaksi antara pemimpin dan yang
dipimpin. Sebab pola interaksi antar individu dalam kelompok lebih ditentukan
oleh struktur kelompok daripada oleh
kepribadian masing-masing anggota kelompok. Kepemimpinan lalu dirumuskan sebagai
suatu struktur daripada kelompok, esensi kepemimpinan lebih ditekankan pada
sifat suatu kelompok daripada sifat suatu kelompok daripada sifat pribadi
individu. Dengan demikian, kepemimpinan bukan terutama terletak pada diri
pribadi pemimpn melainkan dipandang sebagai suatu fungsi daripada struktur
kelompok tadi. Perlu dicatat bahwa, hal ini tidak berarti bahwa apa yang
dibawakan setiap individu bagi kelompok tidak penting. Tiap individu merupakan
unsur-unsur esensil, dan merupakan pula faktor yang dapat membatasi
perkembangan struktur kelompok. Juga bahwa kelompok itu sendiri merupakan pula
faktor pembatas, terutama dilihat sebagai keadaan yang membawakan perubahan
dalam organisasi. Sebab keberhasilan dalam kepemimpinan itu tergantung dari dan
berorientasi kepada kemampuan kelompok. Untuk itu, bagaimana pemimpin kelompok ini
memanfaatkan kemampuan tersebut untuk memperoleh keberhasilan dalam
kepemimpinannya.
c.
Kepemimpinan
sebagai suatu Function of the Situation
Konsep kepemimpinan ini mencoba menganalisis tentang
situasi dimana kelompok itu berada. Kepemimpinan bukanlah sesuatu yang dapat
dioper dan diimport dari luar ke dalam diri si pemimpin. Kepemimpinan ini
timbul, tumbuh, berkembang dan terwujud dalam aspirasi kelompok sebagai akibat
dari rangsangan dan dorongan “situasi” untuk bergerak.
Ketidakpuasan terhadap konsep kepemimpinan yang
berorientasi pada sifat-sifat pribadi individu, kemudian beralih pada
fungsi-fungsi struktur kelompok juga nampaknya tidak cukup, maka konsep
kepemimpinan yang berorientasi pada situasi dimana individu dan kelompok itu
berada menjadi konsentrasi dan sorotan daripada analisis yang terakhir ini. Ini
berarti bahwa kepemimpinan yang diharapkan adalah kombinasi dinamis dari fungsi
individu, fungsi kelompok, dan fungsi situasi dalam proses kepemimpinan. Setiap
pemimpin pendidikan diharapkan berada pada
kombinasi ketiga konsep kepemimpinan itu untuk melaksanakan fungsi-fungsi
kepemimpinannya tanpa mengabaikan : (1) sifat daripada tugas yang dipercayakan;
(2) watak daripada kelompok; (3) sifat-sifat daripada anggota kelompok
(individu); (4) hubungan-hubungan para anggota kelompok tersebut; (5) iklim
sosial (social climate) yang ada pada saat itu, dan (6) proposisi-proposisi
kepemimpinan yang dianut.
Berdasarkan penelitian, perilaku seorang pemimpin yang
mendasarkan teori/konsep ini mempunyai kecenderungan kearah 2 hal.
Pertama:
yang disebut konsideransi (consideration), ialah kecenderungan kepemimpinan
yang menggambarkan hubungan akrab dengan bawahan dan gejala lain dalam tingkat
ini, seperti sifat pemimpin yang ramah tamah, selalu membantu kepentingan
bawahan, membela bawahan, bersedia berkonsultasi dengan bawahan, memeberikan
kesejahteraan kepada bawahan, dan sebagainya.
Kedua:
disebut struktur inisiasi (initiating structure), ialah kecenderungan seorang
pemimpin yang memberikan batasan-batasan antara peranan pemimpinan dan peranan
bawahan dalam mencapai tujuan organisasi. Kecenderungan kedua ini dapat dilihat
dari berbagai gejala seperti, bawahan diberi instruksi dalam pelaksanaan tugas,
kapan dan bagaimana pekerjaan dilakukan, hasil apa yang dicapai. Kepemimpinan
teori ini selalu membuat standard yang perlu dilaksanakan oleh bawahannya,
bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Berdasarkan teori ini, seorang
pemimpin yang ideal, ialah pemimpin yang perhatiannya terhadap bawahan – tinggi
dan terhadap hasil yang ingin dicapai juga tinggi. Singkatnya, tingkah laku
pemimpin dalam teori ini harus selalu disesuaikan dengan situasi “kedewasaan”
bawahan.
Istilah ‘kedewasaan” bagi bawahan, mempunyai komponen
pengertian:
(a) Orang-orang
yang mempunyai tujuan, termasuk kemampuan menyusun tujuan dan dapat mencapai
tujuan tersebut.
(b) Orang-orang
yang mempunyai rasa tanggung jawab, dalam arti orang yang memiliki kemampuan
(kompetensi) dan kemauan (motivasi).
(c) Orang-orang
yangmempunyai pendidikan dan pengalaman
(d) Mempunyai
relevansi dengan tugas, yaitu kemampuan teknis melaksanakan tugas, dn memiliki
rasa percaya pada diri sendiri dan harga diri. (A.W. Widjaya, 1985:34).
Berdasarkan konsep kepemimpinan yang telah diuraikan,
maka lahir pula berbagai pandangan tentang jenis dan sifat kepemimpinan sebagai
berikut:
a. Menurut
bentuknya, kepemimpinan dapat dibedakan atas:
(1)
Tipe
kepemimpinan otoriter (otokratis)
Seorang pemimpin yang bertipe otokritas ialah pemimpin
yang dalam kepemimpinannya memperlihatkan ciri-ciri sbb:
(a) Menganggap
organisasi yang dipimpinnya sebagai milik pribadinya.
(b) Tujuan organisasi sama halnya dengan tujuan pribadinya.
(c) Bawahan dianggap dan diberlakukan sebagai alat semata.
(d) Tidak senang (tidak mau) menerima kritikan dan
saran-saran dari bawahannya walaupun untuk sesuatu yang baik.
(e) Dalam kepemimpinannya lebih banyak mengandalkan kekuasaan
formal (otoritas, pangkat dan jabatan).
(f) Dalam menggunakan bawahan, mempergunakan cara paksaan/ perintah
yang mengandung unsur ancaman sebagai hukuman.
(g) Semua tugas yang diperintahkan/diinstruksikan harus
dilaksanakan tanpa banyak membuat alasan.
(h) Tidak terlalu banyak memperkenankan bawahan untuk
bertanya, karena semua perntah dan tugas dianggap jelas dan benar, dan
sebagainya.
(2)
Tipe kepemimpinan Paternalistis
Seorang pemimpin yang bertipe paternalistis dalam
kepemimpinannya selalu memperlihatkan hal-hal sebagai berikut:
(a) Meganggap
bawahan sebagai manusia yang belum dewasa;
(b) Dalam
berbagai situasi ia selalu berusaha melindungi bawahannya;
(c) Kurang
member kesempatan kepada bawahan untuk berinisiatif dan berkembang sendiri;
(d) Sering
berpendapat bahwa dirinyalah yang lebih mengetahui segala sesuatu daripada
orang lain (bawahannya);
(e) Ingin
tetap menjadi pemimpin, karena ia kuatir organisasi yang dipimpinnya akan menjadi
berantakan bila dipimpin oleh orang lain;
(f) Bekerja
keras, karena kurang percaya dan tidak sampai hati member pekerjaan tersebut
kepada orang lain (bawahan) untuk mengerjakannya.
(3)
Tipe
kepemimpinan Kharismatis
Seorang pemimpin yang bertipe kharismatis ialah pemimpin
yang alam kepemimpinannya didasarkan pada kharismatis yang terpencar dari
pribadi pemimpin yang bersangkutan. Pemimpin tipe ini mempunyai daya tarik yang
luar biasa sehingga orang dengan sukarela mau menjadi pengikutnya. Sampai
sekarang, para ahli belum berhasil mengungkap sebab-sebab apa seorang pemimpin
memiliki charisma, ciri-ciri yang dimiliki pemimpin kharismatis ini antara
lain:
(a) Adanya
daya tarik yang luar biasa dari pribadi pemimpin yang bersangkutan, sehingga
orang mau menjadi pengikutnya.
(b) Adanya
rasa kepatuhan yang besar dari para pengikutnya, sehingga para pengikut
kadang-kadang pasrah/menyerah tanpa alasan kepada sang pemimpin tersebut.
(c) Umumnya
bawahan yang dipimpin (pengikut) bekerja tanpa dipaksa tetapi dengan hati yang
ikhlas dan sukarela bekerja untuk kepentingan pemimpin tipe kharismatis ini.
(4)
Tipe
kepemimpinan laissez-faire
Tipe kepemimpinan ini dekat dengan tipe paternalistis
dan merupakan kebalikan dari tipe otoriter dan militeristis. Pemimpin dalam
tipe ini kedudukannya hanya sebagai symbol belaka, karena itu sering dijuluki
sebagai pemimpin simbolis atau pemimpin kebapaan atau bos besar dan semcamnya.
Ciri pimpinan tipe laissez-faire ini antara lain sbb:
Bawahan diberi kebebasan sepenuhnya untuk bertindak dan
mengambil keputusan yang dianggap perlu.
(a) Pemimpn
hanya berfungsi sebagai penasihat, memberikan saran dan pendapat bila dirasa
sangat perlu/penting.
(b) Wewenang
dan tanggung jawab dalam organisasi kurang jelas.
(c) Bawahan bebuat sesuka hatinya karena tidak ada pengawasan
dari atasannya.
(d) Perwujudan pekerjaan menjadi simpang siur dan kacau,
karena tidak ada koordinasi yang jelas
dan bawahan bekerja sendiri-sendiri sesuai keinginannya..
(e) Waktu masuk dan keluar kantor tidak menetu, karena tidak
tergambar secara formal, demikian pula tugas masing-masing anggota organisasi
yang dipimpinnya.
(5)
Tipe
kepemimpinan demokratis
Pengetahuan di bidang
kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe kepemimpinan demokratis adalah yang
paling tepat (ideal) untuk suatu organisasi modern dewasa ini, termasuk
organisasi lembaga-lembaga kependidikan. Dalam kepemimpinan ini, para pemimpin
memperlihatkan ciri-ciri kepemimpinannya sebagai berikut:
(a) Pemimpin
selalu memperhatikan, mengetahui, memper-timbangkan dan menghargai harkat dan
hakekat bawahan sebagai manusia yang mempunyai hak-hak azasi.
(b) Selalu
berusaha agar terdapat keserasian, keseimbangan, dan kesetaraan serta ke
selatan antara kepentingan organisasi dengan kepentingan bawahan,
(c) Senang
menerima saran, pendapat dan kritikan-kritikan yang bertujuan untuk perbaikan,
(d) Mengutamakan kerjasama dalam usaha mencapai tujuan,
(e) Bersifat mendidik dengan jalan memberikan kesempatan
kepada bawahan untk bekembang,
(f) Berpendapat bahwa keberhasilan adalah hasil usaha bersama
dan bukan dari hasil usaha pimpinan sendiri,
(g) Dalam kepemimpinannya selalu berpegang pada prinsip Ing
ngarso sung tulodo, Ing madya mangun karso dan Tut wuri handayani”.
(h) Berusaha selalu mengikuti perkembangan dan kemajuan
dengan keberhasilan bersama,
(i) Menerima pendapat yang berbeda tidak untuk
dipertentangkan, tetapi untuk dipertimbangkan/dipertemukan dalam musyawarah
untuk memperoleh mufakat.
Kepemimpinan yang
demokratis ini paling tepat diterapkan di
bumi nusantara Inonesia, karena sesuai
dengan jiwa falsafah Pancasila yang memiliki kewibawaan, jujur, dipercaya,
bijksana, mengayomi, dan berani mawas diri untuk membawa serta memimpin
masyarakat ke dalam kesadaran bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
b. Menurut
jenisnya, kepemimpinan dapat dibedakan atas:
(1) Pemimpin Formal (Formal
leader)
Pemimpin formal
(resmi), yakni seseorang yang oleh organisasi tertentu diangkat atau ditunjuk
berdasarkan surat keputusan pengangkatannya untuk memangku sesuatu jabatan dan
menjalankan tugas-tugas kepemimpinan dengan segala hak dan kewajibannya untuk
mencapai ssaran-sasaran yang telah ditetapkan. Dalam realisasi kepemimpinannya
belum tentu berlangsung efektif. Sampai dimana efektivitas kepemimpinannya
sangat dipengaruhi oleh pola/ bentuk
kepemimpinan yang dijalankan. Pemilihan atau penunjukan seorang pemimpin formal
yang tepat akan memungkinkan ia mampu menggerakkan dan memberi motivasi pada
orang-orang yang dipimpinnya untuk berbuat/melakukan kegiatan-kegiatan secara
sungguh-sungguh dan terarah pada pencapaian tujuan yang diharapkan.
(2) Pemimpin informal (Infromal leader)
Pemimpin informal
adalah pemimpin yang muncul dari dalam kelompok sebagai orang yang mampu
menggerakkan dan mempengaruhi sehingga disenangi, dihormati, dan dipatuhi
keputusan-keputusannya. Dari pemimpin informal ini diharapkan adanya peranan
sosial (social role) tertentu yang terwujud dalam partisipasi masyarakat, yang
karena kualitas-kualitas serta sarana tertentu yang dimilikinya diperkirakan
akan dapat memenuhi harapan masyarakat. Peranan sosial tersebut sangat
tergantung dari status yang dimiliki oleh pemimpin informal tersebut dalam
masyarakat. Status sosial tersebut ditentukan oeh beberapa kriteria, misalnya
keturunan, kekayaan, pendidikan, dan ciri-ciri biologis lainnya.
Untuk membandingkan
atau membedakan pemimpin formal dari pemimpin informal, maka ada beberapa cirri
di bawah ini akan mempermudah kita melihat perbedaan tersebut, yang
diantisipasi dalam sebuah daftar sebagai berikut:
Pemimpin Formal
|
Pemimpin Infromal
|
a.
Memiliki legalitas forma (penunjukkan oleh pihak yang
berwenang)
b.
Diberi backing oleh organisasi fomal untuk menjalankan
keputusan-keputusan.
c. Berstatus selaku pemimpin formal selama pengang-katannya masih berlaku.
d. Memperoleh balas jasa yang berkaitan dengan posisinya (jabatannya).
e. Dapat mencapai promosi (kenaikan pangkat formal), dan dapat dimutasikan.
f.
Selalu memiliki fihak atasan.
g.
Harus memiliki syarat-syarat formal lebih dahulu sebelum diangkat.
h.
Diberikan sanksi apabila melakukan kesalahan atau
pelanggaran.
i.
Selama menjadi pemimpin ia harus menjalankan tugas
kegiatannya secara terus menerus sesuai dengan wewenang dan tanggung
jawabnya.
j. Dalam kepemimpinannya sering kali mendapat pengawasan dari atasannya.
k. Akhir masa kepmimpinannya selalu dimintai pertanggung jawaban.
|
a. Tidak memiliki legalitas penunjukan sebagai pemimpin oleh/dari atasan.
b. Tidak ada backing dari sesuatu organisasi formal untuk menjalankan
keputusan.
c. Berstatus selaku pemimpin inormal selama masyarakat/ kelompok yang dipimpinnya
masih menerima/mengakuinya.
d. Biasanya tidak memperoleh balas jasa material, kecuali diusahakan.
e. Tidak pernah mencapai promosi dan tidak pula dapat dimutasikan.
f. Tidak memiliki atasan dalam arti formal.
g. Tidak memiliki syarat-syarat formal, tetapi disegani/ dipatuhi/diteladani/dan
sebagai sumber bertanya/ tukar pikiran.
h. Tidak ada sanksi secara formal, kecuali berbuat kesalahan akan kurang
ditaati/dipatuhi dan tidak diakui lagi.
i. Selama menjadi pemimpin, kadang-kadang ia melak-sanakan kepemimpinannya,
kadang-kadang tidak.
j. Selama menjalanan tugas selaku pemimpin ia tidak pernah diawasi oleh
siapapun.
k. Akhir masa keemimpinannya ia kadang-kadang mempertanggung jawabakan
kadang-kadang tdak kepada masyarakat.
|
Kalau pemimpin formal
di atas diorientasikan pada seorang Kepala sekolah selaku pemimpin pendidikan,
maka ia harus mewujudkan sedemikian rupa sehingga tugas-tugas pokok di bawah
ini dapat terealisir.
Tugas-tugas
pokok tersebut antara lain adalah:
a. Membantu
orang-orang dalam masyarakat sekolah merumuskan tujuan-tujuan pendidikan dengan
jelas, yaitu:
(a) Memperjelas
nilai-nilai dan pandangan-pandangan masyarakat terhadap tujuan pendidikan di
sekolah.
(b) Memberikan
dasar rasional bagi persetujuan mengenai tujuan-tujuan operasional dan
usaha-usaha untuk mencapainya.
(c) Mencari
suatu dasar rasional bagi persetujuan peranan sekolah sebagai salah satu
lembaga pendidikan dari masyarakat.
(d) Memperjelas
peranan badan-badan yang ada di luar sekolah yang dapat diikutsertakan untuk
mencapai tujuan pendidikan.
b. Memperlancar
proses belajar mengajar dengan mengembangkan pengajaran yang lebih efektif,
dengan melalui kegiatan-kegiatan antara lain:
(a) Berinisiatif
mencari penjelasan secara terus-menerus, mengusahakan penerimaan tujuan-tujuan
pendidikan serta usaha untuk mencapai tujuan tersebut.
(b) Mencari
dan mengusahakan memakai konsep perubahan dalam pengembangan pengajaran yang
cocok.
(c) Membuat
proses belajar mngajar menjadi pusat dari semua usaha organisasi pendidikan.
(d) Membuat
sarana yang memadai untuk perubahan institusional maupun individual.
c. Membentuk
atau membangun suatu unit organisasi yang produktif, fungsi kepala sekolah
dalam mewujudkan aktivitas ini adalah:
(a) Mengusulkan
dan mencari kesepakatan mengenai struktur organisasi dan menetapkan hubungan
kerja fungsional yang dituntut dari seluruh anggota staf untuk mencapai
tujuan-tujuan sekolah.
(b) Mencari
penjelasan dan penerimaan bersama peranan-peranan daripada individu-individu
dan bagian-bagian kelompok dalam organisasi.
(c) Menjelaskan
hubungan-hubungan wewenang, tanggung jawab dan kekuasaan diantara
indiidu-individu dan bagian-bagian dalam kelompok.
(d) Membuat
ketentuan-ketentuan komunikasi yang memadai di seluruh antara sekolah dan
badan-badan lain dalam masyarakat.
(e) Memberi penilaian yang memadai secara kontinyu.
d. Menciptakan suatu iklim di mana kepemimpinan pendidikan
dapat tumbuh dan berkembang. Karena iklim dan kondisi-kondisi lingkungan banyak
mempengaruhi tingkah laku manusia, maka pemimpin pendidikan hendaknya peka
terhadap kondisi-kondisi tersebut baik yang menguntungkan maupun yang
menghambat pertumbuhan dalam jabatan. Sebab, suasana pertumbuhan dalam jabatan
sangat tergantung pada tingkah laku para pemimpin formal itu sendiri. Ada
beberapa kondisi yang dapat menunjang pertumbuhan jabatan (profesi) antara lain
sebagai berikut:
(a) Adanya perasaan guru-guru, bahwa suasana kerja di sekolah
adalah kondusif/mengasilkan kreativitas, eksperimentasi dan aktualiasi
ketrampilan maupun bakat.
(b) Guru-guru yang mengalami kesulitan mengajar harus merasa
bebas untuk meminta bantuan.
(c) Dukungan dan motivasi harus diberikan untuk menjamin
integritas program pengajaran dan yang bekerja untuk memajukannya.
(d) Ketergantungan harus diletakkan pada kepemimpinan secara
mendadak (imergent leadership).
(e) Adanya pemimpin yang dirasakan oleh guru-guru memiliki sifat
suka menolong.
(f) Membantu mencarikan dan memberikan sumber-sumber yang
memadai untuk pengajaran yang efektif. Organisasi tidak akan berkembang dengan
baik tanpa dukungan sumber-sumber yang memadai, baik personal maupun material.
Jenis sumber yang diperlukan untuk mengembangkan organisasi antara lain sebagai
berikut:
(a) Pengetahuan
dan ketrampilan professional.
(b) ketrampilan-ketrampilan dalam memelihara human relations
(c) Pelayanan-pelayanankhusus (kesehatan dan kesejahteraan).
(d) Ketrampilan-ketramilan
organisasional dan konseptual
(e) Sumber-sumber eksternal dari institusi-institusi lain
dsb.
C.
ADMINISTRASI
PENDIDIKAN DILIHAT SEBAGAI SUATU GUGUSAN SUBSTANSI (WUJUD) PROBLEM-PROBLEM
TERTENTU
Angapan masyarakat tentang pekerjaan administrasi
pendidikan adalah menyangkut kegiatan ketatausahaan (clerical work) sesuai
kenyataan yang ada dewasa ini sudah kurang dibenarkan. Secara konvensional,
administrasi pendidikan banyak mengurus suatu
gugusan substansi tertentu, misalnya mengurus kurikulum (pengajaran), kesiswaan, ketenagaan, keuangan,
material dan alat pelengkapan sekolah/kantor, bahkan mengurus hubungannya
dengan masyarakat dan pemerintah. Memang substansi itulah yang berada dalam
jajaran administrasi dan manajemen pendidikan, sehingga memberi ciri yang dapat
dibedakan dengan ciri dari administrasi pada lembaga-lembaga di luar lembaga
pendidikan. Substansi yang demikian rumit dan kompleksnya, sehingga Knezewich
menyebutnya a cluster of substantive
problems, yang menandai bahwa administrasi pendidikan bukan hanya mengurus pekerjaan
tata usaha tetapi lebih daripada itu sebagai alat untuk mencapai tujuan
pendidikan pada umumnya.
Calvin Grieder dan Truman N.Pierce dalam bukunya “Public
School Administration” membagi substansi administrasi pendidikan tersebut
(dalam datar isi bukunya hal. vii – viii) melalui Piet A. Sahertian, dkk,
(1982:10). disebutkan sebagai berikut:
(a) Organization
of Public Education
(b) Leadership
in educational administration
(c) Administration
o School special service
(d) Administration
of instructional program
(e) Pupil
personnel administration
(f) Financial
and Business Administration
(g) School
Plant Administration, and
(h) School
Cummunity Relation
Ary H. Gunawan, membagi substansi administrasi
pendidikan tersebut atas 10 bidang garapan yang harus dikuasai administrator
pendidikan, yaitu:
(a) Administrasi
murid
(b) Administrasi
personal sekolah/tenaga kependidikan
(c) Administrasi
kurikulum
(d) Administrasi
fasilitas/sarana pendidikan
(e) Administrasi
tatalaksana pendidikan/tata usaha sekolah
(f) Administrasi
lembaga/organisasi sekolah/organisasi pendidikan
(g) Administrasi
pembiayaan/anggaran pendidikan
(h) Administrasi
hubungan masyarakat/komunikasi pendidikan.
(i) Perencanaan
dan pengembangan pendidikan/ sekolah
(j) Dasar-dasar
Supervisi Pendidikan (Ary H.Gunawan, 981:2).
M. Ngalim Purwanto, membagi substansi administrasi
pendidikan tersebut atas: (a) Ketatausahaan sekolah, (b) Personalia guru, (c)
Personalia murid, (d) Supervisi pengajaran, (e) Pelaksanaan dan pembinaan
kurikulum, (f) Pendirian dan perencanaan bangunan sekolah, (g) Hubungan sekolah
dengan masyarakat.
Pembagian lain yang terdapat dalam “Ensiklopedi
Pendidikan”, dikutip oleh S.Mochtar
Husain, dkk, (978:1) disebutkan sbb:
(a) Undang-Undang
pendidikan
(b) Personalia (untuk manajemen dan untuk melayani
murid-murid)
(c) Keuangan
sekolah
(d) Pengawasan
pendidikan
(e) Hubungan
masyarakat
(f) Evaluasi,
testing dan membuat raport
(g) Pembangunan
dan pemeliharaan gedung-gedung sekolah
(h) Pembangunan
masyarakat.
Berbagai pendapat di atas nampaknya tidak menunjukkan
adanya perbedaan yang mendasar, karena pada hakekatnya mereka mempunyai maksud
dan tujuan yang sama, yaitu berusaha mengelola berbagai kegiatan di sekolah
yang dapat menunjang kelancaran pelaksanaan. Aktivitas-aktivitas operasional
administrasi pendidikan ini telah dirumuskan secara sistematis dalam buku
Pedoman Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Kurikulum tahun 1975 Buku III-D
yang memuat kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
(a) Kegiatan
mengatur proses belajar mengajar
(b) Kegiatan
mengatur kesiswaan
(c) Kegiatan
mengatur personalia
(d) Kegiatan
mengatur peralatan penganggaran
(e)
Kegiatan
mengatur dan memelihara gedung serta perlengkapan sekolah
(f) Kegiatan
mengatur keuangan sekolah
(g) Kegiatan mengatur hubungan sekolah dan masyarakat
Keseluruhan kegiatan
yang disebutkan terahir ini akan diuraikan lebih lanjut pada Bab III dan Bab IV
dalam buku/diktat ini.
- PERTANYAAN LATIHAN
1. Sebutkan
dan jelaskan pendapat anda tentang dimensi-dimensi yang terdapat dalam
administrasi pendidikan.
2. Sebutkan
dn jelaskan kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam fungsi manajemen
administratif dan kegiatan-keitan dalam fungsi manajemen operatif.
3. Sebutkan
fungsi-fungsi manajemen yang anda ketahui dan buatkanlah sebuah daftar
spesifikasi untuk mengelompokkan masing-masing fungsi tersebut, sesuai
kedudukannya.
4. Sebukan
dan dan jelaskan macam-macam teknik manajemen dalam administrasi pendidikan,
baik yang tradisional maupun modern.
5. Jelaskan
pendapat anda bahwa administrasi pendidikan itu dapat ditinjau sebagai suatu
proses sosial.
6. Bagaimana
tingkah laku sosial seorang guru dilihat dari segi peranan (role) dan
kepribadian (personality)?
7. Buatlah
sebuah gambar teori Getzels dan Guba tentang perilaku sosial tersebut, dan
berikanlah penjelasan seperlunya.
8. Jelaskan
secara singkat disertai sebuah contoh konkrit tentang konflik peranan dalam
isntitusi dengan keputusan pribadi, konflik peranan dengan peranan maupun
konflik pribadi dengan pribadi.
9. Gunakan
rumus yang ada dalam diktat ini dan carilah hubngan yang harus terjadi dalam
organisai pendidikan jika seorang kepala sekolah mempunyai 25 orang bawahannya
(guru).
10. Berdasarkan
hasil perhitungan pada pertanyaan nomor 9 di atas, coba anda buat sebuah gambar
(sosiometri) yang merupakan gambaran dari hubungan-hubungan tersebut.
11. Sebutkan
dan jelaskan sifat-sifat apa saja yang seharusnya dimiliki oleh seorang kepala
sekolah selaku pemimpin pendidikan.
12. Jelaskan secara singkat konsep kepemimpinan di bawah ini:
a. Kepemimpinan
sebagai traits within the individual leader
b. Kepemimpinan
sebagai suatu function of the group
c. Kepemimpinan
sebagai suatu function of the situation.
13. Jelaskan
secara singkat bentuk-bentuk dan jenis-jenis kepemimpinan pendidikan yang anda
ketahui. Sebutkan ciri-ciri dari kepemimpinan tersebut secara jelas.
14. Jelaskan
secara singkat, tugas-tugas pokok kepala sekolah selaku pemimpin pendidikan.
15. Substansi
apa sajakah yang terdapat dalam administrasi pendidikan? Jelaskan !
16. Buatlah
sebuah daftar spesifikasi yang memuat pengelompokkan substansi-substansi dalam
administrasi pendidikan, menurut para ahli dan tempatkan dalam datar dimana
persamaan dan perbedaan dari substansi-substansi tersebut.
17. Menurut
pendapat anda, substansi mana yang paling tepat seharusnya ada dan dilaksnakan
pada sekolah-sekolah kita dewasa
ini. Kemukakan alasan anda memiliki substansi-substansi tersebut.
BAB III
RUANG LINGKUP ADMINISTRASI PENDIDIKAN
Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti secara aktif kegiatan proses
pembelajaran, mahasiswa yang mengambil mata kuliah Administrasi dan Supervisi
Pendidikan diharapkan akan dapat:
1.
Menjelaskan
kegiatan-kegiatan Administrasi Kurikulum (pengajaran).
2.
Menjelaskan
kegiatan-kegiatan Administrasi Kesiswaan (murid).
3.
Menjelaskan
kegiatan-kegiatan Administrasi Personil.
4.
Menjelaskan
kegiatan-kegiatan Administrasi Keuangan.
5.
Menjelaskan
kegiatan-kegiatan Administrasi Material (perbekalan)
6.
Menjelaskan
kegiatan-kegiatan Administrasi Gedung Sekolah.
7.
Menjelaskan
kegiatan-kegiatan Bidang Hubungan Sekolah dan Masyarakat.
PEMBAHASAN MATERI PEMBELAJARAN
Ruang lingkup administrasi pendidikan secara makro
meliputi tujuh bidang garapan. Ketujuh
bidang garapan tersebut garis besarnya adalah sebagai berikut:
A. Bidang
Administrasi Kurikulum (Pengajaran)
B. Bidang
Administrasi Kesiswaan (Murid)
C. Bidang
Administrasi Personal Sekolah
D. Bidang
Administrasi Keuangan Sekolah
E. Bidang
Administrasi Mateial (Perbekalan)
F. Bidang
Administrasi Gedung Sekolah, dan
G. Hubungan
Sekolah dan Masyarakat.
Untuk mengetahui lebih
lanjut tentang masing-masing bidang administrasi tersebut di atas, ikutilah
uraian di bawah ini.
A.
BIDANG
ADMINISTRASI KURIKULUM (PENGAJARAN)
Administrasi kurikulum adalah keseluruhan proses
penyelenggaraan yang menitik beratkan pada usaha-usaha pembinaan situasi
belajar mengajar yang bertujuan agar seluruh kegiatan pengajaran terlaksana
dengan lancar, efektif dan efisien. Fungsinya sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pengajaran agar proses belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar,
terencana, terorganisir, terlaksana, dan terkendali dengan baik. Karena administrasi kurikulum berkaitan erat
dengan proses belaja mengajar maka kegiatan ini sering disebut atau
diidentikkan dengan “administrasi pengajaran”, yang menang pada hakekatnya
adalah sama.
Pada pokoknya, administrasi
kurikulum (pengajaran) dalam pelaksanaannya meliputi kegiatan-kegiatan sebagai
berikut:
1. Kegiatan
yang berhubungan dengan tugas guru
Guru berfungsi selaku
pengelola PBM dan berfungsi pula selaku pembantu kepala sekolah dalam
pelaksanaan sebagian tugas-tugas administrasi. Dalam rangka administrasi
kurikulum, ada beberapa kegiatan pokok yang perlu dilaksanakan sehubungan dengan tugas guru adalah:
(a) Pembagian
tugas (beban mengajar) guru.
(b) Penyusunan
jadwal kegiatan guru.
(c) Pengaturan bimbingan guru terhadap kegiatan murid-murid.
(d) Penyusunan
rencana mengajar guru berdasarkan GBPP.
(e) Penyusunan persiapan mengajar harian (SAP) dengan
berpedoman pada pola PPSI sesuai bidang studi masing-masing.
(f) Pelaksanaan tugas-tugas pembinaan kegiatan ekstra
kurikulum.
(g) Pencatatan kegiatan hasil belajar mengajar.
(h) Penyusunan laporan kegiatan guru sesuai dengan tugasnya.
2.
Kegiatan
yang berhubungan dengan tugas murid
Murid sebagai subyek pendidikan mempunyai hak dan
kewajiban serta tugas-tugas tertentu baik intra maupun ekstra kurikuler. Ia
mempunyai hak yang sama dalam memnggunakan segala fasilitas pendidikan yang ada
di sekolah, untuk memperoleh pelayanan edukatif/ instruksional maupun pelayanan
administratif bila diperlukan. Tetapi ia juga mempunyai kewajiban untuk
mentaati segala aturan yang berlakau di sekolah, baik aturan akademik maupun
aturan administratif dengan konsekuensinya, serta kewajiban mengikuti
pendidikan dan pengajaran di sekolah sesuai dengan haknya masing-masing.
3.
Kegiatan
yang berhubungan dengan PBM
Telah dijelaskan terlebih dahulu bahwa seluruh
administrasi kurikulum pada hakekatnya diarahkan pada usaha-usaha pembinaan situasi
belajar mengajar yang lebih baik. Kegiatan-kegiatan pokok yang berhubungan dengan PBM tersebut meliputi
antara lain sbb:
a.
Penyusunan
program pengajaran tahunan/semesteran
Kepala sekolah dan guru-guru setiap tahun ajaran sebelum
berlangsungnya kegiatan PBM, bertugas menyusun program tahunan/ semesteran
sebagai pedoman kerja selama waktu tertentu. Tugas penyusunan tersebut adalah
mengidentifikasikan dan menjabarkan berbagai kegiatan ke dalam program yang ada
hubungannya dengan pendidikan di sekolah, khususnya masalah PBM. Program kerja
ini pada umumnya tergambar secara jelas di dalam kalender pendidikan sesuai
dengan pedoman yang telah ditetapkan oleh Mendikbud. Nomor: 0255/U/1976,
tanggal 15-10-1976 yang isinya meliputi:
(a) Kegiatan
persiapan tahun ajaran baru
(b) Kegiatan
penerimaan siswa/murid baru
(c) Kegiatan
belajar mengajar yang terdiri dari: persiapan belajar, penyaajian belajar,
evaluasi hasil belajar, kenaikan kelas, tamat belajar, dan kegiatan bimbingan
siswa.
(d) Kegiatan
upacara bendera
(e) Kegiatan-kegiatan dalam liburan sekolah, dan
(f) Kegiatan-kegiatan
ekstra kurikuler
Dalam penyusunan kalender pendidikan tersebut perlu bagi
kepala sekolah dan guru-guru agar selalau mempertimbangkan beberapa hal penting
sebagai berikut:
(a) Setiap
kegiatan mempunyai fungsi peningkatan kualitas, efektivitas dan efisiensi dalam
pelaksanaan PBM.
(b) Setiap
kegiatan mempunyai kaitan fungsional dalam kegiatan lainnya.
(c) Dalam
fungsi peningkatan pendidikan/PBM, intra kurikuler, kokurikuler dan ekstra
kurikuler mempunyai satu kegiatan yang integratif dengan tujuan pendidikan.
(d) Penjadwalan ekstra kurikuler harus menjamin kelancaran
pelaksanaan kegiatan kurikuler.
- Penyusunan jadwal pelajaran
Dalam penyusunan jadwal pelajaran di sekolah perlu
dipertimbangkan atau diperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
(a) Alokasi
jam pelajaran harus sesuai dengan target kurikulum yang ingin dicapai
(ditargetkan).
(b) Jumlah
jam pelajaran harus seimbang untuk setiap bidang studi/ mata pelajaran
perhari/minggu.
(c) Urutan waktu yang tepat sesuai dengan berat-ringannya
bidang studi/mata pelajaran yang dibinanya.
(d) Penyusunan tugas guru (alokasi waktu mengajar) perlu
memper-timbangkan sistem guru, sistem mata pelajaran dan sistem PBM yang dianut
oleh sekolah.
(e) Pembagian tugas mengajar guru pada setiap bidang
studi/mata pelajaran harus diperhatikan pula keahlian dan kewenangan
masing-masing guru.
(f) Perangkapan
mata pelajaran dan pengalaman bertugas bagi setiap guru.
Untuk menyusun suatu jadwal pelajaran, yang perlu
dipertimbangkan adalah beberapa syarat utama sebagai berikut:
(a) Jam
pelajaran pada pagi hari sebaiknya diperuntukkan untuk mata pelajaran yang
berat, karena banyak meminta tenaga dan pikiran murid-murid.
(b) Mengeluarkan
tenaga jasmani pada waktu teriknya matahari membawa banyak kesulitan, karena
itu mata pelajaran olahraga sebaiknya diberikan pada pagi hari (untuk praktek).
(c) Siang
hari sebaiknya murid-murid diberikan mata pelajaran yang agak santai untuk
membangkitkna kegembiraan dan semangat belajarnya.
(d) Perhatikan
waktu selingan, jangan tiga jam berturut-turut berfikir dalam matematika,
tetapi kegiatan yang baik selalu tidak boleh lebih dari tiga jam, kalau satu
jam rasanya terlalu singkat.
(e) Perhatikan jadwal pelajaran disamping kelas lain, jangan
sama-sama menarik suara, karena akan saling mengganggu.
(f) Aturlah waktu yang seimbang sehingga ada kesempatan untuk
menyelesaikan tugas-tugas lain yang penting.
(g) Berilah penekanan didaktis-metodis dan psikologis dalam
penyusunan jadwal pelajaran dari pada kepentingan pribadi masing-masing guru.
c.
Penyusunan
Disain Instruksional
Disain instruksional dapat disusun sekaligus selama
waktu satu semester, satu caturwulan atau satu minggu. umumnya disain
instruksional ini disusun oleh guru untuk waktu penggunaan satu hari atau
seminggu dalam SAP (Satuan Acara Pengajaran) dengan komponen-komponen tertentu
yang isinya dirancang sebagai berikut:
(a) Identitas;
meliputi nama mata pelajaran/bidang studi, satuan bahasan, kelas/program,
semester dan waktu pertemuan (tatap muka).
(b) Tujuan;
yaitu tujuan dari masing-masing pokok bahasan yang meliputi TIU/TUP, dan TIK
atau TKP.
(c) Materi
pelajaran; yaitu uraian bahan sajian yang akan diajarkan sebagai penjabaran
dari dari tujuan yang dirumuskan.
(d) Kegiatan
belajar-mengajar (siswa dan guru), pendekatan yang digunakan serta
langkah-langkah pertemuan yang disusun.
(e) Alat
dan sumber pelajaran (alat peraga/media/buku-buku) yang digunakan sebagai
kondisi untuk mempermudah pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar.
(f) Evaluasi,
adalah tahap akhir dari PBM untuk menemukan umpan balik dan untuk mengukur
tingkat penguasaan siswa.
Dewasa ini penyusun disain instruksional itu dirancang
lebih efektif dengan penekanan pada keterlibatan siswa secara aktif dalam PBM, baik mental-psikologis maupun fisik dengan
berorientasi secara CBSA. berdasarkan kecenderungan itu, maka penyusunan disain
instruksional lebih ditekankan pada dimensi-dimensi sebagai berikut:
(a) Yang
nampak pada dimensi subyek didik, antara lain:
-
Keberanian untuk mewujudkan minat, keinginan
dan dorongan-dorongan dalam PBM.
-
Keberanian
dan keinginan mencari kesempatan berpartisipasi sebagai akibat dari disain
instruksional yang dirancang guru.
-
Dorongan
ingin tahu yang besar pada diri subyek didik akan hal-hal baru dalam peristiwa
PBM.
-
Usaha
dan kegiatan siswa lebih aktif dalam menyelesaikan kegiatan belajarnya lebih
cepat utnuk mencapai keberhasilan (tuntas).
-
Rasa
lapang dan bebas melakukan sesuatu tanpa tekanan, paksaan siapapun termasuk
guru.
(b) Yang
nampak pada dimensi guru, antara lain:
-
Usaha membina serta mendorong siswa dalam
meningkatkan kegairahan serta partisipasinya dalam interaksi belajar mengajar.
-
Kemampuan
dalam menjalankan fungsi dan peranannya sebagai inovator, motivator, moderator
dan fasilitator dalam PBM.
-
Sikap tidak mendomminir kegiatan belajar
mengajar siswa.
-
Pemberanian kesempatan belajar siswa menurut
cara, dan irama perkembangan serta kemampuan masing-masing.
-
Kemampuan menyiapkan kondisi belajar
mengajar dengan berbagai strategi melalui pendekatan multimedia dan multi-metode
sehingga memberi peluang bagi berlangsungnya kegiatan belajar mengajar siswa
aktif.
(c) Yang
nampak dimensi program, antara lain:
-
Tujuan instruksional, konsep dan isi
pelajaran harus memenuhi kebutuhan belajar, minat dan kemampuan siswa dalam
PBM.
-
Memungkinkan terjadinya pembagian konsep
maupun aktivitas siswa dalam PBM.
-
Program yang tidak kaku dalam memilih dan
menentukan metode, alat/media yang tepat, dimana semua siswa mudah memahaminya.
(d) Yang
nampak dalam dimensi situasi belajar mengajar
-
Terjelmanya komunikasi edukatif yang sehat
dan intim antara guru dan siswa maupun antara siswa dengan siswa.
-
Adanya kegairahan dan kegembiraan belajar di
kalangan para siswa di dalam PBM.
d.
Pelaksanaan
Kegiatan Belajar Mengajar
Didalam buku petunjuk pelaksanaan pengelola kurikulum
SMA, (tahun 1985:11), dijelaskan bahwa pelaksanaan belajar mengajar harus
mencerminkan komunikasi dua arah, tidak semata-mata merupakan pemberian
informasi searah dari pihak guru tanpa mengembangkan kemampuan mental, fisik
dan penampilan siswa.
Proses belajar mengajar hendak mengacu kepada bagaimana
siswa belajar selain kepada apa
yang dipelajari untuk mendapatkan mengolah, menilai, menggunakan dan
menkomunikasikan perolehannya (hasil belajar).
Penyajian bahan pelajaran terutama yang berhubungan
dengan konsep, maka guru harus mengikutsertakan siswa secara aktif, baik secara
perorangan maupun kelompok, agar siswa memperoleh kesempatan untuk:
(a) Mempelajari materi/konsep dengan penuh perhatian dan
kesungguhan;
(b) Mempelajari, mengalami, dan melakukan sendiri cara
dapatkan sesuatu pengetahuan/konsep;
(c) Merasakan sendiri kegunaan, mengembangkan rasa ingin
tahu, jujur, tekun, disiplin, rapi, kreatif, dan terikat pada tugas-tugas yang
diberikan guru-gurunya;
(d) Belajar dalam kelompok akan menemukan sifat dan kemampuan
diri sendiri serta sifat dan kemampuan teman sekelompoknya;
(e) Memikirkan,
mencobakan sendiri, dan mengembangkan
konsep dari suatu nilai tertentu;
(f) Menemukan
dan mempelajari kejadian gejala yang dapat mengembangkan gagasan-gagasan baru;
(g) Menunjukkan
kemampuan mengkomunikasikan cara bersifat yang menghasilkan penemuan baru dan
penghayatan nilai-nilai, baru secara lisan, tertulis, gambar, maupun penampilan
diri.
e.
Menyusun
daftar/buku-buku Acuan
Penyusunan daftar buku dalam PBM, meliputi:
(a) Kegiatan
penyusunan buku-buku yang berhubungan langsung dengan kegiatan belajar
mengajar, berupa buku-buku acuan/ rujukan pokok yang langsung digunakan dalam
PBM.
(b) Kegiatan
penyusunan buku/daftar yang mendukung pelaksanaan belajar mengajar di sekolah.
Kegiatan yang disebutkan terakhir ini lebih menyangkut
tata usaha kelas, misalnya penyediaan daftar hadir murid, jadwal pelajaran
kelas, daftar regu kerja, buku persiapan mengajar, daftar evaluasi belajar murid,
buku kumpulan soal-soal, buku batas pelajaran, buku laporan pendidikan, dsb.
- Pengisian Daftar Laporan Kemajuan Belajar Siswa
Sekolah mempunyai tugas
selain menyusun daftar buku-buku yang diperlukan juga bertugas menyiapkan data
kolektif tentang kemajuan belajar siswa setiap kelas. data ini disusun oleh
masing-masing guru kelas/bidang studi selama satu caturwulan/semester.
Pengisian daftar ini memudahkan supervisi kepala sekolah dalam hal
perkembangan/kemajuan belajar siswa setiap kelas kesesuaian isi kurikulum yanag
ditargetkan untuk dicapai. Fungsi lain dari daftar kemajuan kelas adalah untuk
memudahkan tugas guru bila terjadi mutasi, maka guru penggantinya mudah
mengerjakan acara berikutnya tanpa terjadi kesulitan.
g.
Penyelenggaraan
Evaluasi Hasil Belajar (Achievement
test)
Evaluasi hasil
belajar bertujuan untuk mendapatkan umpan balik bagi guru tentang
sejauhmana tujuan instruksional telah tercapai. dengan demikian dapat
ditetapkan langkah-langkah dan cara mengajar bagaimana yang perlu diperbaiki
atau ditingkatkan pelaksanaannya. secara singkat fungsi evaluasi hasil belajar
adalah sebagai berikut:
(a) Memberi
arah dan petunjuk dalam pelaksanaan PBM.
(b) Siswa dapat mengenali gambaran kemampuan dirinya.
(c) Sebagai umpan balik (masukan) untuk perbaikan PBM.
(d) Sebagai salah satu indikator penentuan keberhasilan
belajar siswa.
Usaha untuk mengetahui
kemampuan (penguasaan) dan perubahan dari berbagai kegiatan belajar siswa dapat
dilakukan evaluasi sebagai berikut:
(a) Evaluasi formatif, yaitu evaluasi yang dilakukan guru
setelah satu pokok bahasan selesai dipelajari murid yang biasa juga disebut
dengan istilah ulangan harian.
(b) Evaluasi diagnosis, yaitu evaluasi yang dilakukan untuk
mengetahui sebab-sebab kesulitan belajar siswa, penentuan penempatan, pemberian
materi pelajaran baru, maupun untuk pemilihan program belajar siswa.
(c) Evaluasi sumatif, yaitu evaluasi yang dilakukan setelah
kegiatan belajar mengajar berlangsung selama jangka waktu tertentu, misalnya
setelah satu caturwulan/semester. jenis tes biasanya dilaksanakan oleh sekolah
secara serentak dan biasanya disebut dengan ulangan umum.
Menurut jenisnya, tes
dapat dibagi atas tes essay dan tes objektif. disebut tes
essay karena siswa diminta menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan
menguraikan/menerangkan pendapat-nya dalam bentuk ceritera. Sedangkan objek
tes, dimaksudkan agar siswa memperoleh penilaian secara objektif dari guru. Bentuk
tes objektif yang dikenal secara umum adalah:
(a) Bentuk
benar-salah (true-false test)
(b) Bentuk
pilihan ganda (multiple choise test)
(c) Bentuk
menjodohkan (matching test)
(d) Bentuk
jawaban singkat (short answer test)
(e) Bentuk
melengkapi (completing test)
(f) Bentuk
sebab akibat, dan
(g) Bentuk
menyangkal/pengecualian.
4.
Kegiatan
ekstra kulikuler
Kegiatan ekstra kulikuler adalah kegiatan belajar diluar
ketentuan kurikulum yang berlaku, bersifat paedagogis-psikologis dan banyak
memberikan efek pengiring bagi pertumbuhan dan perkembangan pengetahuan,
keterampilan dan sikap siswa. Tujuannya untuk memperkaya dan memperluas wawasan
pengetahuan, mendorong pembinaan dan pembentukan nilai/sikap yang memungkinkan
penerapan lebih lanjut pengetahuan yang diperoleh dari berbagai mata pelajaran,
baik para program inti maupun pada program khusus.
Melalui kegiatan ekstra kulikuler ini siswa paling
banyak memperoleh pengelaman belajar dari kurikulum tersembunyi dengan melalui
berbagai kegiatan seperti: kegiatan pramuka, palang merah remaja, lomba
penelitian ilmiah remaja (LPIR), UKS dan dokter kecil, kegiatan bakti sosial,
olahraga prestasi (rekreasi), cinta alam dan lingkungan, patroli keamanan
sekolah, koperasi sekolah, peringatan hari-hari besar dan sebagainya.
5.
Kegiatan
pelaksanaan EBTA
Kegiatan pelaksanaan EBTA (evaluasi belajar tahap akhir)
adalah kegiatan akhir tahun ajaran untuk mengevaluasi hasil kegiatan
instruksional selama siswa mengikuti pendidikan di sekolah. Pelaksanaan EBTA
dilakukan serentak oleh semua sekolah dan melibatkan hampir semua guru dan
merupakan pertanggungjawaban akhir dari sekolah terhadap hasil pendidikannya. Tinggi
rendahnya keberhasilan yang dicapai merupakan barometer terhadap nilai sekolah
tersebut dalam pelaksanaan kurikulum. EBTA diikuti oleh seluruh siswa yang
berada pada tahap akhir (tingkat terakhir) dari suatu sekolah tertentu, yang
pelaksanaannya diatur secara terpusat berdasarkan petunjuk dan tata tertib yang
dikeluarkan oleh departemen pendidikan.
6. Kegiatan
pelaksanaan Bimbingan dan Konseling (BP)
Kegiatan pelaksanaan
bimbingan dan konseling atau bimbingan dan penyuluhan di sekolah diarahkan pada
usaha pemberian bantuan atau layanan pemecahan masalah yang dialami siswa
sehingga dengannya akan menyadarkan siswa kepada kepribadiannya, yang diharapkan pada suatu saat ia
dapat menyelesaikan masalahnya
sendiri. Kegiatan bimbingan di sekolah dilakukan dengan memperhatikan
kenyataan-kenyataan tentang adanya kesulitan (masalah) yang dihadapi siswa
dalam rangka perkembangan yang optimal, sehingga siswa dapat memahami dirinya,
mengarahkan dirinya, dan bertindak serta bersikap sesuai dengan kemampuan
dirinya, keadaan lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat. Dengan demikian,
bimbingan di sekolah diarahkan kepada pencapaian tujuan pendidikan dengan
memperhatikan problem-problem khusus yang dialami siswa dalam belajarnya.
Dewasa ini BP di sekolah selain
ditujukan pada bimbingan belajar siswa juga diarahkan pada bimbingan karier melalui penelusuran bakat dan minat yang
dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, terencana dan berkelanjutan.
Tujuan BP/BK adalah
mendorong pertumbuhan dan perkembangan sikap sosial, pengetahuan dan
keterampilan dalam mempersiapkan diri untuk ikut serta dalam kegiatan belajar mengajar
di sekolah. Fungsinya dalam untuk:
(a) Membantu siswa memilih program belajar yang sesuai dengan
bakat, minat serta kemampuan dirinya (fungsi penyaluran).
(b) Membuat siswa untuk memperoleh kemajuan dalam
perkembangan dirinya secara optimal (fungsi penyesuaian).
(c) Membantu
siswa lebih memahami dirinya dan orang lain dengan segala aspeknya (fungsi
pemahaman).
(d) Membantu
siswa dengan guru mengadakan pembulatan/perbaikan terhadap hal-hal yang belum
mencapai apa yang diharapkan dalam seluruh PBM fungsi korektif).
(e) Membantu
siswa mepercepat proses belajarnya, baik dalam arti waktu maupun materi
pelajaran (fungsi akselerasi).
Misalnya
siswa yang tergolong lambat dalam pelajaran dapat dibantu mempercepat proses
pelajarannya melalui pengajaran remedial.
(f) Membantu
siswa menyembuhkan/memperbaiki kondisi-kondisi kepribadiannya yang diperkirakan
menunjukkan penyimpangan-penyimpangan baik langsung maupun tidak langsung dapat
mempengaruhi prestasi belajarnya (fungsi terapeutik)
(g) Membantu
memperkaya proses belajar siswa dalam segi metode dan alat yang digunakan
sesuai dengan kebutuhannya untuk mencapai hasil belajar yang optimal (fungsi
pengayaan).
Selanjutnya dalam pelaksanaan administrasi kurikulum
terdapat banyak jenis pencatatan yang harus dilakukan. Jenis-jenis pencatatan
yang perlu ada pada setiap sekolah antara lain:
(a)
Daftar
presensi siswa
Daftar presensi digunakan untuk mencatat data keadaan
siswa selama dalam waktu tertentu tentang kehadiran, ketidakhadiran, terlambat,
sakit, izin siswa setiap hari dan setiap jam untuk tiap mata pelajaran tertentu
selama waktu sekolah. Dengan adanya daftar presensi tersebut seorang guru dapat
menghitung presentase (%) keadaan siswa
dengan membantu oleh rumus sederhana sebagai berikut:
|
|
(b)
Jadwal
pelajaran
Jadwal pelajaran bagi suatu sekolah sangat diperlukan terutama
bagi siswa untuk dapat mengetahui kegiatan belajar setiap hari, waktu belajar,
dan jenis mata pelajaran yang dijarkan.
(c) Jadwal
regu kerja dan piket sekolah
Regu kerja bagi setiap
sekolah adalah penting terutama untuk menanamkan kebiasaan pada diri siswa dalam
memelihara disiplin, kebersihan,
keindaha, keamanan serta sikap sosial murid itu sendiri. Dalam pelaksanaan
tugas regu kerja telah tersusun dalam sebuah daftar yang membuat jumlah anggota
regu yang bertugas setiap hari secara bergilir dengan tugas-tugas tertentu yang
telah disepakati bersama.
(d)Persiapan
mengajar
Setiap guru sebelum melaksanakan
tugas mengajar, ia mempunyai kewajiban dan tanggungjawab untuk mepersiapkan
diri dengan sebaik-baiknya merencanakan bahan-bahan pelajaran yang akan
diajarkan. Persiapan mengajar (SAP) bagi guru merupakan pekerjaan rutin yang
harus dirancang berdasarkan PPSI, dengan komponen-komponen sebagaimana telah
dijelaskan terdahulu. (Lihat hal. 77 diktat).
(e)
Penentuan
jadwal ulangan/ujian
Jadwal ulangan/ujian perlu diumumkan, tidak hanya secara
lisan di depan siswa, tetapi sebaiknya dimuat dalam daftar terjadwal secara
sistematis agar siswa mudah mengingat waktu, tempat dan mata pelajaran yang
akan diujikan. Hal ini penting terutama sekolah yang mempunyai jumlah siswanya
banyak dengan sekolah yang besar dan kompleks.
(f)
Tata
tertib sekolah
Sesuai instruksi Mendikbud, tanggal 1 Mei 1974 Nomor:
14/U/1974, tata tertib sekolah dirumuskan sebagai ketentuan-ketentuan yang
mengatur kehidupan sekolah sehari-hari dan mengandung sanksi terhadap
pelanggarannya. Untuk menjamin kelancaran pelaksnaan tugas sehari-hari di sekolah,
baik tugas edukatif maupun tugas administratif, tata tertib perlu disusun,
dilaksanakn secara konsekuensi atas segala pelanggarannya, baik oleh siswa,
guru, maupun personil sekolah lainnya. Karena itu, penyusunan tata tertib sekolah
hendaknya mempertimbangkan segala kondisi secara objektif dan adil dalam
pelaksanaannya, sehingga apa yang dinginkan dapat tercapai secara optimal.
(g) Catatan
pekerjaan siswa/buku kumpulan tugas siswa
Banyak siswa yang
mengeluh karena kurang mendapat pelayanan yang memuaskan dari pihak guru.
Guru-guru sering lalai dan kurang teliti mencatat segala macam pekerjaan siswa
yang berhubungan dengan kegiatan kurikuler, ekstra kurikuler maupun ko
kurikuler. Untuk mencegah kemungkinan terjadinya hal ini, guru perlu membuat catatan tentang pekerjaan
siswa, baik secara perorangan maupun kelompok sebagai bahan dalam pemberian
bimbingan. Demi untuk efisiensi kerja guru, maka catatan pekerjaan siswa
tersebut dapat diformulasi sedemikian rupa yang kemungkinan membuat pekerjaan
tugas siswa secara komulatif.
(h)
Catatan
hasil tes (daftar nilai siswa)
Hasil evaluasi terhadap proses dan hasil belajar siswa, (formatif, sub sumatif, dan sumatif serta
diagnosis dan performance tes) sebaiknya diadakan pencatatan yang teliti dalam
daftar atau buku hasil tes. Pencatatan ini dimaksudkan sebagai bahan masukan
bagi guru untuk mengetahui tingkat intelegensi, minat, bakat, dan sikap siswa.
Disamping pencatatan hasil tes, seorang guru perlu pula
mempersiapkan daftar nilai siswa untuk mencatat hasil belajar siswa (nilai)
dari setiap mata pelajaran yang perlu diikuti selama waktu tertentu. Nilai yang
dimuat dalam daftar ini meliputi : partisipasi siswa dalam kegiatan belajar
mengajar (individu/ kelompok),
tugas-tugas yang diberikan guru,
hasil-hasil tes (formatif, sub sumatif, sisipan, sumatif) dan sebagainya.
(i) Buku batas pelajaran.
Tugas lain dari seorang guru ialah membuat catatan batas
pelajaran yang telah, sementara (sedang) dan yang telah, sementara (sedang) dan
yang akan akan diajarkan. Pencatatan ini dapat dirancang baik untuk harian,
mingguan, bulanan, caturwulan maupun semesteran, yang sekaligus menentukan
target pencapaian kurikulum.
(j)
Buku
kumpulan soal-soal
Bagi guru yang baik tidak hanya dinilai dari ketrampilan
mengajarnya di kelas tetapi juga dari kemampuannya mengelola administrasi kurikulum
di kelasnya. Demikian seorang guru tidak hanya diharapkan dari kemampuan
menggunakan teknik-teknik menyusun soal-soal tes yang baik, tetapi juga dari
kemampuan membukukan soal-soal tes yang telah disusun pada setiap kali setiap
soal tersebut selesai digunakan. Hal ini dimaksudkan agar guru mudah mengontrol
soal-soal mana yang telah diujikan dan mana yang belum diujikan, sehingga
setiap kali diadakan tes, soal yang serupa tidak akan berulang kembali
digunakan pada siswa yang sama.
- BIDANG ADMINISTRASI KESISWAAN (MURID)
Administrasi kesiswaan masalahnya dititik beratkan pada
simurid itu sendiri, yaitu mengenai hak dan kewajibannya mulai dari sejak ia diterima sebagai murid di
suatu sekolah mengikuti pelajaran hingga ia tamat atau keluar dari sekolah itu.
Murid adalah merupakan bagian dari
sekolah dan pula bagian dari masyarakat, karena itu murid adalah milik sekolah
dan masyarakat. Karena murid adalah
milik dari kedua lingkungan tersebut, maka ia
mempunyai hak dan kewajiban sebagai anggota dari lingkungan sekolah dan juga anggota dari
linkungan masyarakat. Sebagai anggota masyarakat sekolah maka murid mempunyai
hak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran, mempunyai hak untuk mempergunakan
segala fasilitas yang tersedia di sekolah, mempunyai hak untuk memperoleh
bimbingan serta mempunyai hak untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilakukan di sekolah maupun di masyarakat.
Selain hak, ia juga mempunyai kewajiban untuk hadir di
sekolah mengikuti pelajaran sesuai dengan diwaktunya, mempunyai kewajiban
mengikuti ulangan/ujian dan mempunyai kewajiban pula mentaati segala peraturan
tata tertib yang berlaku di sekolah. Untuk memelihara hak dan kewajiban murid
tersebut, sekolah harus memberikan pelayanan yang wajar agar murid dapat
belajar dengan baik dan gurupun dapat melaksanakan tugas mengajarnya dengan
efektif. Dilain pihak, masyarakat harus
terbuka menerima segala upaya yang dilakukan oleh sekolah, menjalin dan menerima
kerjasama yang lebih baik sesuai keadaan siswa itu sendiri.
Administrasi kesiswaan (murid) yang kita telah uraikan
di atas, persoalannya dimulai dari sejak pertama kali murid masuk sekolah,
mengikuti pelajaran hingga ia tamat di sekolah itu. Dalam hubungan itu, sekolah perlu melakukan beberapa kegiatan dalam bidang administrasi kesiswaan ini guna
menciptakan suasana dan kondisi sekolah yang lebih sukses. Kegiatan tersebut
antara lain sebagai berikut:
1.
Kegiatan
penerimaan siswa baru
Penerimaan siswa adalah kgiatan awal dan pertama bagi
suatu lembaga pendidikan (sekolah). Dengan berpedoman pada kebijaksanaan
pemerintah tentang prinsip pemerataan dan pemberian kesempatan belajar seluas
mungkin bagi anak usia sekolah (SD, SMP, dan SMTA), maka dalam penerimaannya
perlu memperhatikan:
a. Fasilitas yang tersedia pada masing-masing sekolah.
b. Usia
murid, dengan member prioritas masing-masing:
(a) Untuk
Taman Kanak-kanak berumur antara 3-6 tahun.
(b) Untuk SD, sesuai Surat Dirjen PDM,
tgl. 16 September 1975, Nomor: 1.3.030 Kep. 75, pada prinsipnya untuk masuk SD
apabila anak sudah berusia 7 tahun, bila semua anak usia 7 tahun telah tertampung maka perioritas
penerimaan adalah anak yang berusia 8 tahun, 9 tahun, 10 tahun, 11 tahun, 12 tahun, barulah mereka yang
berusia 6 tahun. Dengan adanya kebijaksanaan baru tentang wajib belajar, maka
penentuan usia perioritas ini akan ditinjau kembali sesuai kemampuan yang
tersedia, terutama tenaga guru.
(c) SMTP, bagi mereka yang berusia antara 11-18 tahun.
(d) SMTA, bagi mereka yang berusia antara 14-21 tahun. Untuk perguruan tinggi
diperkirakan usia sekitar 18 tahun ke atas berdasarkan kriteria penerimaan yang
ditetapkan oleh Dirjen Dikti.
c. Kesehatan jasmani dan rohani calon siswa dengan
mempelihatkan hasil pemeriksaan kesehatan dari dokter yang ditunjuk.
d. Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) dan rapor bagi calon
siswa SD, SMTP dan SMA, sedangkan untuk calon masuk TK cukup menunjukkan Surat
Kelahiran dari Kecamatan atau Akte Kelahiran dari Catatan Sipil. Penerimaan
siswa baru biasanya didahului dengan pembentukan panitia penerimaan yang
bertugas:
(a) Menyusun
jadwal kegiatan penerimaan
(b) Mempersiapkan
formulir pendaftaran
(c) Menentukan
syarat-syarat pendaftaran
(d) Melakukan
pendaftaran calon siswa
(e) Mempersiapkan
soal-soal tes saringan
(f) Mengatur
dan menentukan nomor tes, waktu dan tempat tes.
(g) Menentukan jumlah siswa yang akan diterima
(h) Menunjuk
evaluator atau korektor hasil-hasil tes.
(i) Menentukan waktu, tempat dan cara pengumuman dilakukan.
(j) Mengadakan pendaftaran kembali bagi siswa yang lulus tes.
Secara khusus perlu
diperhatikan inteligensi dan kemampuan potensil
siswa yang akan diterima dengan segla latar belakangnya. Pengumpulan
bodata dari seluruh siswa yang dapat digunakan sebagai bahan kelengkapan data
pendidikan bagi sekolah.
2.
Seleksi
calon siswa
Seleksi dilakukan untuk memilih calon siswa yang
memenuhi syarat diterima dan siswa yang perlu diper-timbangkan untuk ditolak
penerimaannya sebagai siswa di sekolah tersebut. Seleksi
diadakan apabila tidak semua calon siswa yang mendaftar dapat ditampung, karena
jumlah yang mendaftar lebih banyak dibanding dengan yang seharusnya diterima.
Seleksi dapat diadakan melalui pengamatan terhadap:
(a) Persyaratan
pendaftaran sesuai ketentuan Panitia.
(b) Surat Tanda Tamat Belajar dan nilai rapor (bagi
SMTP/SMTA)
(c) Hasil Hasil seleksi (tes) umum, TKU, tes psikologi.
3.
Persiapan
dan Pelaksanaan Tes
Persiapan tes yang penting adalah penyusunan dan
penyediaan bahan tes, pengaturan jadwal, ruangan, tempat duduk, pengamat dan
penginterview (untuk tes lisan), serta penyusunan tata tertib dan kriteria
penilaian yang digunakan.
Pelaksanaan tes, meliputi penyediaan dan pembagian alat
tes, pengawasan, tata tertib tes dan pengumpulan hasil-hasil tes. Penentuan
calon siswa yang diterima dengan mengadakan pemeriksaan tes, pemberian nilai
tes, dan penentuan urutan hasil tes
(ranking).
4.
Pengumuman
calon siswa yang diterima
Pengumuman hasil tes selambat-lambatnya dua minggu
sesudah berakhirnya tes, kecuali ada
ketentuan lain maka dapat diadakan penundaan selama waktu tertentu. Pengumuman
dapat dilakukan melalui papan pengumuman, melalui media surat kabar, TV, radio, atau pemberitahuan langsung kepada yang
bersangkutan.
5. Pendaftaran
calon siswa yang lulus tes
Siswa yang dinyatakan
lulus tes wajib mendaftarkan diri sebagai tanda kesediaan dan resmi sebagai
siswa di sekolah itu. Karena itu bagi siswa yang tidak mendaftarkan diri dalam
batas waktu tertentu dinyatakan gugur dengan sendirinya jika tidak ada dukungan
keterangan yang sah (resmi) dari yang berwenang. Pada saat pendaftaran, siswa
diberikan bahan-bahan keterangan yang memuat
ketentuan administratif tata
tertib sekolah, besarnya SPP yang harus dibayar, hak dan kewajiban lainnya.
Penerimaan siswa harus dilakukan sedemikian rupa sehingga kegiatan belajar
sudah dapat dimulai pada pertama tahun ajaran.
Bagi siswa yang pindah
(masuk atau keluar) dari satu sekolah ke sekolah lain dapat dilakukan dengan
ketentuan, kedua sekolah adalah sejenis, telah mendapat persetujuan dari
masing-masing sekolah (baik yang akan dimasuki maupun yang akan keluar), serta
syarat-syarat lainnya yang telah ditetapkan.
6.
Perencanaan
kelas
Setelah tugas panitia penerimaan siswa telah berakhir,
maka Kepala sekolah perlu mengadakan rapat dengan guru-guru untuk menentukan
rencana kelas yang harus dipersiapkan, kegiatan-kegiatan yang berhubungan
dengan rencana tersebut adalah:
(a) Pengaturan
kelas dan ruang-ruang belajar bagi siswa
(b) Penentuan
jumlah siswa setiap kelas serta klasifikasi siswa setiap kelas menurut cara
tertentu yang lebih efektif.
(c) Pengaturan
tempat duduk dengan memperhatikan kemmapuan dan keadaan fisik siswa, jarak
tempat duduk siswa dengan meja, papan tulis, meja guru, lemari/rak buku dan
sebagainya.
(d) Rencana penetapan denah sekolah dengan berbagai
perabotnya.
(e) Penempatan dan penentuan guru-guru wai kelas dengan
memperhatikan masa kerja, golongan dan kemampuan guru untuk tugas tersebut.
7.
Hari
pertama masuk sekolah
Kegiatan yang perlu dilakukan pada hari-hari permulaan
tahun ajaran baru (pada hari pertama siswa masuk sekolah) antara lain:
(a) Mengadakan
orientasi siswa baru dengan memperkenalkan kepada guru-guru, wali kelas, kepala
sekolah dan staf sekolah lainnya serta murid-murid lama setiap kelas.
(b) Mengadakan
petunjuk dan nasihat-nasihat kepada siswa tentang berbagai hal, misalnya
peraturan tata tertib sekolah, cara belajar di sekolah, sistem PBM yang
berlaku, sanksi-sanksi bagi siswa yang membuat pelanggaran di sekolah maupun di
luar sekolah, kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler, tugas dan tanggung jawab
guru, kepala sekolah, struktur organisasi di sekolah, dan sebagainya.
(c) Penjelasan
tentang berbagai fasilitas pendidikan dan pengajaran untuk setiap bidang studi, hak dan kewajiban
siswa dalam memanfaatkan fasilitas dan
sumber lainnya.
(d) Penyerahan
tata tertib sekolah kepada siswa untuk dibaca, ditanda tangani oleh siswa dan
orang tua/wali untuk ditaati sebagaimana mestinya.
(e) Pertemuan
guru-guru dengan orang tua/wali murid dalam rangka pelaksanaan program sekolah
serta pembentukan BP3, dsb.
8. Kenaikan
kelas dan Tamat belajar
(a) Kenaikan
kelas
Kenaikan kelas adalah perpindahan siswa dari satu kelas ke
kelas lain yang setingkat lebih tinggi dari kelas sebelumnya. Fungsinya sebagai
pernyataan bahwa siswa yang bersangkutan telah berhasil menyelesaikan
pendidikan pada level sebelumnya dengan menunjukkan prestasi baik. Karena itu
ia berhak untuk naik kelas mengikuti proses belajar selanjutnya.
(b) Tamat
belajar
Tamat
belajar adalah pernyataan berhasilnya siswa dalam jenjang program pendidikan dengan
berdasarkan pada nilai akhir EBTA serta pertimbangan nilai-nilai pada semester
sebelumnya di kelas terakhir. Kepala siswa yang tamat belajar diberikan
penghargaan dengan STTB resmi (sah).
9.
Perpindahan
siswa dan keluar sekolah
Seorang siswa dapat saja pindah ke sekolah lain yang
sejenis atas lain dari kepala sekolah yang bersangkutan berdasarkan
alasan-alasan sebagai berikut:
(a) Kemungkinan
dibukanya sekolah baru yang lebih dekat dengan alamat tempat dimana siswa yang
bersangkutan tinggal.
(b) Mengikuti
orang tua/wali, karena satu dan lain hal dipindahkan pada daerah tempat
pekerjaan yang baru.
(c) Karena
alasan latar belakang sosial-ekonomi orang tua untuk mencari atau pindah pada
sekolah yang mampu dijangkau pembiayaannya.
(d) Status
sekolah yang bersangkutan dengan keyakinan agama serta adat
istiadat yang dianut orang tua/wali siswa dsb.
Selain perpindahan tersebut, terdapat pula siswa
yang keluar atau dikeluarkan dari
sekolah karena alasan-alasan sebagai
berikut:
(a) Dibutuhkan
untuk suatu pekerjaan tertentu, baik dari orang tua/wali sendiri maupun oleh instansi yang yang membutuhkannya karena
sesuatu ketrampilan yang ia miliki.
(b) Tidak
mampu menyesuaikan diri, baik karena
latar belakang sosial-ekonomi orang tua maupun karena kemampuan mengikuti
pelajaran di sekolah itu ternyata karena kemampuan mengikuti pelajaran di
sekolah itu ternyata kurang.
(c) Pengaruh
lingkungan remaja dan masyarakat umumnya dengan berbagai tingkah laku dalam
versi modern dan negatif ikut mempengaruhi motivasi belajarnya di sekolah.
(d) Kesibukan
orang tua/wali yang menyebabkan kurang mampu mengurus anak-anaknya dalam
berbagai aspek kehidupan pendidikan.
(e) Faktor
psikologis dan perkembangan fisik anak (siswa).
(f) Melanggar
peraturan tata tertib sekolah yang berulang kali atau karena melakukan kegiatan
onar dan kriminilitas yang dapatmerusak nama baik sekolah, orang tua dan
masyarakat.
(g) Perbuatan
lain yang tidak terpuji dan meruikan oran
lain
(h) Meronrong
kewibawaan kepala sekolah, dan pemerintah dsb.
Dalam pengelolaan administrasi kesiswaan diperlukan
dukungan berbagai alat kelengkapan ketatausahaan sesuai dengan jenis-jenis
kegiatannya. Alat kelengkapan ketata-usahaan tersebut antara lain:
(a)
Buku
Pokok Murid
Buku pokok murid biasa juga disebut buku induk atau buku
stambuk murid. Buku ini harus ada pada setiap sekolah sejak sekolah itu pertama
kali dibuka sampai bubarnya sekolah tersebut (ditutup). Buku ini tetap disimpan
oleh kepala sekolah sampai kapanpun, kecuali ada alasan lain yang bersumber
dari kebijaksanaan pemerintah untuk diadakan penutupan atau penghapusan dari
penggunaannya.
Kegunaan buku pokok murid ini adalah untuk mencatat
identitas diri murid dengan segala latar belakangnya termasuk latar belakang
keluarganya, karena itu buku ini dirahasiakan bagi orang yang tidak
berkepentingan.
(b)
Buku
Klapper
Sebagaimana halnya dengan buku induk, maka buku klapper
mempunyai kedudukan/fungsi yang penting bagi pengisian buku induk. buku klapper
isinya memuat keadaan siswa menurut urutan nama berdasarkan abjad pembuka nama
dari siswa yang bersangkutan. Fungsi lain dari buku klapper ialah untuk
memudahkan kepala sekolah dalam mengontrol buku induk berdasarkan data yang ada
dalam klapper.
(c)
Buku
Mutasi Murid.
Buku mutasi digunakan untuk mencatat keterangan tentang
perpindahan murid dari sekolah ke sekolah lain maupun bagi siswa yang
keluar/tidak melanjutkan studi (dropout).
(d)
Daftar
kenaikan kelas
Daftar kenaikan kelas dipergunakan untuk mencatat murid
yang naik dari satu kelas kekelas
berikutnya yang lebih tinggi levelnya sebagai bahan dokumentasi sekolah. Isinya
memuat pula identitas murid, nilai atau prestasi belajar yang pernah dicapai
pada kelas sebelumnya.
(e)
Kartu
partisipasinya siswa.
Parsitisipasinya sisiwa dalam berbagai kegiatan belajar
mengajar di kelas/sekolah hendaknya oleh guru dicatat dalam kartu partisipasi. kegiatan
partisipasi siswa berupa diskusi, pertunjukan ketrampilan, demonstrasi terhadap
sesuatu penemuan baru, serta penyelenggaraan tugas-tugas kelompok dsb.
Pencatatan ini berguna untuk pemberian bimbingan dan motivasi belajar serta
untuk kepentingan evaluasi bagi guru.
(f)
Buku
keliling
Kebanyakan guru disekolah dewasa ini kurang menaruh
perhatian terhadap penggunaan buku keliling ini. Ada guru yang mampu membuat buku keliling ini tetapi
tidak tahu untuk apa dan bagaimana memanfaatkannya. Sebagian besar guru yang
gagal membimbing muridnya belajar secara efektif- efisien di luar waktu belajar aktual adalah
karena kurang dimanfaatkannya buku keliling tersebut. Buku keliling berfungsi
mencatat berbagai kegiatan belajar murid di luar waktu belajar disekolah, serta
kegiatan-kegiatan lainnya yang selalu dilakukan murid di rumah dan di
masyarakat. Hasil pencatatan ini dapat dimanfaatkan guru dalam rangka
pembimbingan selanjutnya di sekolah.
(g)
Buku
catatan harian siswa
Guru yang baik selamanya mempunyai catatan yang lengkap
tentang keadaan muridnya. Karena ia sadari bahwa dirinya kurang mampu sebagai
manusia biasa untuk mengingat seluruh peristiwa/kejadian yang dialami
murid-muridnya. Kejadian sehari-hari yang dialami murid, baik positif maupun
yang negative perlu dicatat pada buku catatan harian guru sebagai pelengkap
tugas/kegiatan yang harus dilakukan guru setiap hari di sekolah maupun di luar
sekolah.
(h)
Daftar
identitas murid
Daftar ini digunakan mencatat identitas murid pada suatu
kelas atau sekolah, yang berguna untuk pengisian daftar pribadi murid yang
lebih bersifat kumulatif. Sedapat mungkin pencatatan ini meliputi seluruh latar
belakang siswa yang bersangkutan.
(i)
Buku
legger
Buku legger umumnya dikenal sebagai buku rangkuman nilai
murid-murid di sekolah. Fungsinya untuk mencatat keseluruhan nilai murid dari
seluruh mata pelajaran/bidang studi yang pernah diikuti siswa selama waktu
tertentu. Karena dari buku legger ini pulalah seorang guru dapat memperoleh gambaran
sampai sejauhmana prestasi yang dicapai seorang siswa, sekaligus sebagai bahan
pertimbangan dalam penentusn kenaikan kelas.
(j)
Buku
rapor (Laporan pendidikan)
Buku rapor ini berfungsi memebrikan laporan tentang
keadaan pendidikan atau prestasi yang dicapai siswa dalam mengikuti program
belajar dalam waktu tertentu sepanjang tahun ajaran. Rapor ini disampaikan
kepada orang tua/wali murid untuk diketahui kemampuan akhir dari anaknya.
Penentuan nilai rapor diperoleh dari nilai tes
subsumatif, nilai kokurikuler dan nilai sumatif. Nilai rapor (N) ditentukan dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
Keterangan:
N = Nilai rapor
|
Q = Nilai
rata-rata kegiatan
kokurikuler
r = Nilai
tes sumatif
- BIDANG ADMINISTRASI PERSONIL
Yang Dimaksud dengan
personil ialah orang-orang melaksanakan sesuatu tugas untuk mencapai tujuan.
(Ismed Syarief, 1976:38). Di sekolah, personil
dimaksud adalah semua orang tergabung dalam suatu kerjasama pada suatu sekolah untuk mencapai tujuan
sekolah yang telah ditetapkan sebelumnya (Ary, H.Gunawan, 1981:6).
Melihat bidang tugas
masing-masing personil yang ada di sekolah, maka dapat dikelompokkan atas dua
golongan personil, yaitu personil yang bertugas dalam bidang edukatif
(guru-guru) dan personil yang bertugas dalam bidang administratif (tenaga
administrasi = tenaga tata usaha sekolah). Dalam arti luas, personil sekolah
meliputi semua unsur yang
terlibat dalam proses pengelolaan pendidikan di sekolah, yang teridir dari:
Kepala Sekolah, guru-guru, karyawan tata usaha, tenaga kependidikan (BK,
Pustakawan, Laboran, ahli media, Supervisor, para perencana pendidikan, ahli
kesehatan, dsb.), pesuruh, penjaga sekolah, bahkan murid-murid yang belajar di
sekolah itu.
Kepala sekolah selaku
administrator, wajib menggunakan seluruh personil yang ada secara efektif dan
efisien agar tujuan penyelenggaraan pendidikan di sekolah dapat tercapai
seoptimal mungkin. Pendayagunaan ini ditempuh dengan jalan memberikan
tugas-tugas jabatan sesuai dengan kemampuan dan kewenangan masing-masing
personil. Karena itu, adanya job description yang jelas sangat diperlukan oleh
setiap personil sekolah.
Personil sekolah adalah
unsur penggerak utama dalam usaha mencapai tujuan sekolah. Betapapun baiknya
peralatan yang tersedia di
sekolah, lengkap dan modern tetapi bila
pelaksanaannya tidak atau kurang mampu mengoperasikannya, maka hasilnyapun akan
tidak sesuai dengan yang
diharapkan. Hal ini disebabkan karena kekurang mampuan kepala sekolah
mendayagunakan personil yang ada, disamping keterbatasan dari para personil itu
sendiri (kualitas dan kuantitas).
Di dalam proses
administrasi personil, umunya dikenal beberapa kegiatan yang sering
dilaksanakan diberbagai unit organisasi (kantor atau sekolah), yaitu sebagai
berikut:
1.
Recruitment
Langkah awal dari proses penerimaan personil sekolah,
adalah dengan mengadakan recruit sebagai usaha pemberian informasi baik
langsung maupun dapat dengan melalui berbagai masmedia (radio, TV, surat kabar, dll) kepada para peminat yang
berkompeten. Kegiatan ini dianggap perlu karena jumlah peminat dalam populasi
yang besar tetapi dengan ketrampilan yang terbatas.
2.
Seleksi
Pada prinsipnya seleksi diadakan karena jumlah pelamar
jauh lebih banyak (besar) dibanding dengan lowongan yang tersedia. Selain itu untuk mendapatkan tenaga yang
benar-benar trampil dan mampu
melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan yang dikehendakinya. Bagi
sekolah tentunya seleksi ini diadakan untuk mendapatkan tenaga-tenaga guru yang
profesional dengan wawasan kompetensi yang diakui dan kewenangan mengajar yang
dibutuhkan. Bagi guru seleksi diadakan baik secara lisan, tertulis maupun
perbuatan (praktek mengajar bidang studi tertentu). dengan demikian fungsi
adalah untuk menyiapkan, memilih dan memperoleh tenaga personil yang tepat dan
relevan dengan bidang tugas/pekerjaan tertentu yang diinginkan.
3.
Pengangkatan
dan Penempatan
Hasil seleksi yang telah ditetapkan dapat diterima, diangkat dan ditempatkan sesuai dengan
lowongan yang tersedia. calon yang lolos
dalam seleksi diputuskan untuk diterima,
diusulkan pengangkatannya menjadi Capeg selama dalam waktu tertentu.
4.
Orientasi
(Induksi)
Calon pegawai yang telah diangkat harus mendapat
bimbingan dalam masa permulaan ia bekerja agar dapat menyesuaikan diri dengan
situasi tempat kera, cara-cara bekerjasama dengan personil lainnya yang telah
ada, sistem kerja dalam struktur dan mekanisme pelaksanaan tugas dan
sebagainya. Proses ini berlaku pula bagi pegawai lama yang dipindahkan atau
ditempatkan pada suatu pekerjaan/jabatan yang baru.
5.
Bimbingan
dan Pengarahan
Untuk mengembangkan tugas/pekerjaan sesuai dengan
kebutuhan, maka personil yang telah ditempatkan perlu secara kontinyu diikuti
dengan pemberian bimbingan dan berusaha meningkatkan/ mengembangkan
potensi-potensi yang ada pada mereka. Peningkatan dan pengembangan ini dimaksudkan untuk menata personil yang ada
secara efektif dan efisien melalui berbagai usaha pemberiaan informasi,
intruksi, tugas-tugas latihan, observasi pekerjaan, diskusi dan nasihat, dsb.
6.
Kesejahteraan
Untuk meningkatkan dan memelihara semangat serta hasil kerja para personil sekolah perlu
diberi rasa aman dan puas baik material maupun non
material agar dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya di tempat dimana ia
bekerja.
Kesejahteraan yang bersifat material, misalnya pemberian
balas jasa atas jasa yang telah diberikan berupa gaji, insentif, premi, hadiah
dan pemberian lainnya yang berwujud material fisik. Sedangkan ksejahteraan yang
non materil dapat iberikan dalam bentuk pujian, menetapkan sebagai personil
yang teladan dan berprestasi, pemberian piagam penghargaan, kenaikan pangkat
istimewa, dan lain sebagainya.
7.
Evaluasi
Untuk mengetahui keberhasilan dan hambatan yang dihadapi
personil sekolah dalam
melaksanakan tugas yang telah direncanakan, maka diperlukan evaluasi yang kontinyu
dari pimpinan sekolah yang
berwewenang. Evaluasi hendaknya dilakukan secara adil dan obyektif sesuai
kenyataan sehingga data yang diperoleh benar-benar memenuhi kriteria
kesahihannya. Mengadakan evaluasi terhadap prestasi kerja personil sekolah
dimaksudkan untuk meningkatkan (promosi) dan pengembangan kariernya, karena itu
realisasi dari hasil evaluasi ini terlihat sebagi suatu konduite.
8.
Kenaikan
Pangkat dan gaji Berkala
Setiap personil, baik yang berstatus sebagai pegawai Negeri,
calon pegawai negeri Sipil, maupun tenaga honorer, diberi hak yang sama dalam
pemberian gaji, honorer, bonus, dan tunjangan-tunjangan lainnya sesuai dengan
peraturan yang berlaku sebagai jaminan/ imbalan atas prestasi yang telah
dilakukan dalam bidnag tugasnya. Demikian pula
halnya dengan mereka yang telah memenuhi syarat untuk naik pangkat atau
Kenaikan Gaji Berkala (KGB) harus dengan segera diusulkan kenaikannya sesuai
dengan syarat-syarat yang berlaku. Oleh karena, dengan pemberian kenaikan pangkat
dan gaji berkala yang tepat pada waktunya akan dapat menimbulkan kepercayaan
yang besar antara personil dengan pimpinannya, disamping itu prestasi kerja
(kuantitas dan kualitas) akan lebih meningkat. Karena itu usul kenaikan pangkat
dan gaji berkala harus segera dilaksanakan bila telah tiba waktunya dan telah
memenuhi syarat, tanpa ada alasan untuk menunda-nunda kenaikan pangkat dan gaji
berkala tersebut tanda ada alasan yang logis.
9.
Pemberhentian
dan Pensiun
Pemberehntian terhadap setiap personil sekolah dapat
saja terjadi setiap saat
apabila dianggap perlu, dan ini disebabkan oleh berbagai hal. Demikian pula
pemberian pensiun bagi personil yang telah mencapai batas usia pensiun.
Untuk pendalaman materi ini dapat dibaca bab terakhir
dari diktat/buku ini yaitu: PP. No. 32/1979 tentang Pemberhentian Pegawai
Negeri Sipil dan UU No. 1/1969 tentang Pensiun Pegawai Negeri Sipil.
Selanjutnya, dalam rangka pelaksanaan administrasi
personil seorang pimpinan harus mampu meaksanakan ketatausahaan yang teratur
dan sistematis dengan menyediakan berbagai buku/daftar seperti:
(a)
Rencana
Kerja Tahunan
Pada awal setiap tahun ajaran, kepala sekolah dan
guru-guru mengadakan rapat untuk menyusun/mempersiapkan program kerja selama
waktu satu tahun untuk dioperasikan selama waktu tertentu.
Fungsinya sebagai pedoman kerja guru dan kepala sekolah
sekaligus sebagai program yang memudahkan penilaian dan pembinaan dari
Penilik/Pengawas, Tugas kepala sekolah dalam menyusun program ini ialah
menjabarkan kegiatan-kegiatan secara terperinci dengan memperhatikan perioritas
dari masing-masing kegiatan. Penyusunan rencana kerja ini meliputi bidang umum, kurikulum, kesiswaan,
personalia, perlengkapan/ peralatan, keuangan, ketatalaksanaan dan humas.
(b) Buku
catatan harian guru dan kepala sekolah
Buku catatan harian
berguna mencatat segala sesuatu kejadian dan kegiatan yang berhubungan dengan
tugas-tugas guru maupun tugas kepala sekolah yang telah direncanakan. Fungsinya
untuk mengontrol kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan dan
kegiatan-kegiatan yang belum dilaksanakan sekaligus mencatat hambatan-hambatan
yang dihadapi serta cara untuk mengatasinya.
(c) Daftar
riwayat hidup dan riwayat pekerjaan
Daftar riwayat hidup
dimaksudkan untuk mencatat berbagai informasi dan keterangan latar-belakang
setiap pegawai secara lengkap yang berguna bagi bahan kelengkapan dan
dokumentasi sekolah/kantor. Data /keterangan yang perlu dicantumkan dalam
daftar riwayat hidup dan pekerjaan ini antara lain:
-
Data
kenal diri, masa kerja dan golongan, pengkat dan jabatan, tempat dan
tanggal lahir pegawai, tanggal dan tahun
SK pengangkatan pertama dan SK kenaikan
pangkat.
-
Keanggotaan dalam organisasi sosial, parpol
dan golkar.
-
Pendidikan dan latihan yang pernah diikuti,
baik di dalam maupun di luar negeri, Ijazah, STTB, Sertifikat dan tanda
penghargaan lainnya di dalam maupun di luar negeri.
-
Riwayat pekerjaan negeri sebelumnya.
-
Identitas lain, termasuk latar belakang
keluarga, dsb.
(d) Buku Tugas Pekerjaan
Setiap personil skolah yang telah, sedang dan akan
melaksanakn tugas/pekerjaan tertentu, baik dinas maupun non dinas perlu dicatat
dalam buku tugas, baik buku tugas kepala sekolah maupun buku tugas dari
masing-masing guru sesuai dengan tugasnya masing-masing. OLeh karena banyaknya tugas yang harus diselesaikan,
kadang-kadang sebagian tgas terlupakan, sehingga dengan adanya buku tugas ini
akan membantu dan memberikan dukungan bagi terselenggaranya semua tugas
tersebut dengan baik.
(e)
Daftar
Urut Kepangkatan
Sekolah yang mempunyai jumlah personil
yang banyak, sangat diperlukan adanya daftar urut kepangkatan yang dapat
digunakan sebagai pedoman pengurusan formasi kepegawaian dalam hal promosi,
mutasi, penggajian, transfer dan usulan lain yang diperlukan. Dan tujuan dari
daftar ini ialah:
-
Sebagai bahan obyektifuntuk melaksanakan
pembinaan karier dan sistem prestasi kerja
-
Sebagai formasi kepegawaian dalam
mempertimbangkan lowongan tertentu yang perlu diisi dengan segera sesuai dengan
kriteria: pangkat, jabatan, masa kerja, latihan jabatan, pendidikan, usia, dan
sebagainya.
(f)
Buku
cuti
Di setiap sekolah sebaiknya tersedia buku cuti untuk
mencatat setiap permohonan untuk cuti, jenis cuti yang diambil, lamanya waktu
cuti diberikan. bagi-guru-guru sebenarnya tidak diberikan cuti walaupun itu
adalah haknya, tetapi cuti ini dianggap telah disatukan dengan waktu liburan
sekolah tahunan yang lamanya sama dengan cuti tahunan atau cuti karena alasan
penting.
Cuti bagi pegawai
negeri sipil pelaksanaannya diatur dalam PP. No. 24 tahun 1976. Sebagai bahan
pendalaman anda dapat membacanya pada bab terakhir dari buku/diktat ini.
(g) Daftar
DP3 (Daftar Penilaian dan Pelaksanaan Pekerjaan)
DP3 adalah daftar yang
bersifat rahasia untk personil lain yang tidak berkepentingan, digunakan
sebagai pertimbangan yang obyektif dalam pembinaan personil berdasarkan sistem
karier dan sistem prestasi kerja, berdasarkan data hasil penilaian dibuat dan
dipelihara oleh pejabat penilai di lingkungan keja masing-masing untuk waktu +
5 tahun.
Kegunaannya adalah
sebagai bahan untuk melaksanakan pembinaan dan dalam mempertimbangkan kenaikan
pangkat, gaji berkala, usul jabatan, mutasi dan sebagainya sesuai dengan persyaratan
yang telah ditetapkan.
DP3 diatur dalam PP.
No. 10 tahun 979 yang anda dapat membacanya pada bagian akhir dari buku/diktat
ini.
- BIDANG ADMINISTRASI KEUANGAN
Sebagaimana kita ketahui bahwa masalah
keuangan bagi sekolah sangat diperlukan dalam penyelenggaraan pendidikan. Maju
mundurnya seluruh kegiatan pendidikan di sekolah tidak hanya ditentukan oleh
kelengkapan alat-alat yang diperlukan,
personil yang cakap dantrampil, gedung sekolah yang lengkap dan modern, tetapi
ditentukan pula oleh cukupnya keuangan untuk mengelola seluruh kegiatan
pendidikan di sekolah tersebut. Sebab, sekolah yang tidak memiliki dana yang
cukup memadai akan sia-sialah program pendidikan di sekolah itu, karena
kekuarangan dana mengakibatkan stabilitas pendidikan di sekolahpun akan
mengalami kegoncangan. Prestasi kerja personil sekolah akan menurut jika
kesejahteraan mereka (gaji, tunjangan, insentif, honorer dll) tidak terpenuhi
akibat dari kekurang dana tersebut.
Sehubungan dengan masalah keuangan
tersebut, maka sekolah-sekolah harus menyediakan dan menyediakan pengadaan
tenaga pengelola keuangan yang trampil yang dapat menangani masalah pembukuan
keuangan sekolah tersebut. Keuangan sekolah harus ditata/diatur sedemikian rupa
oleh kepala sekolah sehingga dapat memebrikan jaminan atas keamanan dan
ketelitian dalam penerimaan maupun pengeluaran. Hal ini berkaitan dengan
berbagai alat/kegiatan ketatausahaan keuangan yang perlu ada pada setiap
sekolah.
1.
Proses
penyusunan anggaran (budgeting)
Perencanaan anggaran untuk suatu sekolah harus disusun
dan diusahakan dapat menampung seluruh program dan kegiatan yang memerlukan pembiayaan, baik
menyangkut kegiatan rutin maupun kegiatan pembangunan (proyek). Perencanaan
anggaran disusun dengan berdasarkan mata anggaran yang bersumber dari APBN maupun dari APBD. Anggaran
untuk satu tahun diselenggarakan penggunaan dan pengelolaan dalam tahun yang
bersangkutan, yang bergerak dari bulan April sampai dengan bulan Maret tahun
berikutnya secara sambung menyambung (bergelinding). Perputaran tahun anggaran
(budget cyclus) tersebut prosesnya berlangsung sebagai berikut:
a.
Tahap perencanaan
1) Usul
anggaran semua sekolah dihimpun oleh Kandep/Kanwil Dikbud menjadi Daftar Usulan
Proyek (DUP) untuk kegiatan yang bersifat pembangunan dan di dalam daftar Usul
kegiatan (DUK) untuk kegiatan yang bersifat rutin, yang selanjutnya disampaikan
kepada Depdikbud Pusat untuk penyusunan APBN dan kepada Pemerintah Daerah untuk
penyusunan APBD.
2) Semua
DUP dan DUK yang telah disusun oleh Departemen disampaikan kepada Direktorat
Anggaran Departemen keuangan untuk penyusunan RAPBN. Sedangkan DUP dan DUK dari
pemerintah Daerah disampaikan selanjutnya kepada Panitia Anggaran Eksekutif
untuk penyusunan RAPBD.
3) RAPBN
disampaikan kepada DPR untuk dibahas dalam rapat Komisis dan diputuskan dalam
Sidang Pleno DPR yang hasilnya disahkan dengan Undang-Undang. Sedangkan RAPBD
disampaikan kepada DPRD untuk dimusyawarahkan dan disahkan dengan Peraturan
Daerah.
b.
Tahap
pelaksanaan
1) Semua
RAPBN dan RAPBD yang telah disahkan menjadi APBN/APBD sudah dapat dilakukan
langkah administratif untuk mengeluarkan dana tersebut sesuai mata anggaran dan
jumlah yang telah ditetapkan melalui
proses sebagai berikut:
-
Instansi/lembaga yang bersangkutan
mengajukan permintaan pengesahan Daftar Izin Proyek (DIP) untuk kegiatan yang
bersifat pembangunan dan Daftar Isian Kegiatan (DIK) untuk kegiatan yang
bersifat rutin, kecuali gaji.
-
Sesuai permintaan tersebut Menteri Keuangan
mengeluarkan persetujuan bagi Mendikbud untuk menerbitkan Surat Keputusan
Otorisasi (SKO). Untuk APBD kegiatan itu dilakukan oleh Gubernur/Bupati.
2) Berdasarkan SKO tersebut instansi/lembaga mengadakan
penagihan kepada Negara. Selanjutnya Kantor per-bendaharaan Negara (KPN) atau
Biro Keuangan untuk dan APBD menerbitkan
Surat Perintah Membayar Uang (SPMU) atau mandat yang mengakibatkan
dibayarkannya sejumlah uang untuk pihak yang berhak menerimanya. Untuk APBD pembayarannya
dilakukan oleh Kas Negara melalui Bank Indonesia atau oleh Bendaharawan Daerah
melalui Bank pembangunan Daerah.
3) Dana rutin yang dikeluarkan sebagai Uang Untuk
ipertanggung jawabkan (UUDP) dikeluarkan sebelum sebelum kegiatan dilaksanakan.
dana yang dikeluarkan untuk dipertanggung jawabkan disebut Beban Sementara,
sedangkan dana yang dikeluarkan setelah kegiatan dilaksanakan disebut Beban
Tetap.
4) Kegiatan Bendaharawan dalam ketatausahaan keuangan
diwujudkan berupa penerimaan, penyimpanan, penggunaan pembayaran dan
pertanggungan jawab. Untuk itu bendaharawan berkewajiban
membuat/penyelenggaraan pembukuan dalam bentuk Buku Umum, Buku Harian/Buku
Pembantu dan Buku Kas Tabelaris.
c.
Tahap
Pertanggungan Jawab
1) Dalam
pelaksanaan kegiatan atau setelah kegiatan dilaksanakan, dapat diadakan
pemeriksaan keuangan oleh aparat yang berwenang, baik intern oleh atasan
bendaharawan (pimpinn proyek) dan dapat juga dilakukan pemeriksaan ekstern oleh
DPKN/KPN atau oleh Inspektorat Jenderal/Inspektorat Darah dalam bentuk:
Pemeriksaan sebelum uang digunakan dalam pemeriksaan sesudah uang digunakan.
2) Pemeriksaan
dilakukan terhadap bendaharawan yang bertugas menerima, menyimpan, membukukan,
mengeluar-kan uang dan mempertanggung jawabkan.
Sumber keuangan lain yang dikelola oleh sekolah adalah
dari orang tua murid dalam bentuk SPP, BP3 dan sumber lain dari dermawan.
Kepala sekolah selaku pucuk pimpinan harus mampu menjalankan kebijaksanaan agar
semua dana dapat dimanfaatkan secara efisien sehingga kegiatan kurikuler maupun
ekstra kurikuler dapat terlaksana dengan baik.
2.
Mengerjakan
Pembukuan (Accounting)
Pengurusan masalah
keuangan adalah sangat rumit dan sulit (kompleks). Karena itu seorang
bendaharawan sekolah perlu adanya tata administrasi keuangan yang memadai dalam
hal penerimaan, penyimpanan,
pengeluaran dan memper-tanggung jawabkan uang tersebut. Untuk menghindari terjadinya penyelewengan/penyalah-gunaan
keuangan, maka administrasinya bersifat khas dan tidak boleh dicampur adukkan dengan lain baik antara
uang untuk pos yang satu dengan pos yang lain maupun antara pengurusan keuangan
dengan pengurusan yang lainnya. Untuk menjaga keamanan keuangan, maka ada
beberapa instruksi khusus yang perlu diperhatikan, antara lain:
(a) Setiap penerimaan dan pengeluaran segera dibukukan tepat
pada saat yang tersebut dimasukkan atau dikeluarkan.
(b) Setiap penerimaan atau pengeluaran harus disertai tanda bukti penerimaan atau pengeluaran yang
sah di atas materai.
(c) Setiap halaman buku kas harus diberi nomor dan diparaf
oleh pemegang keuangan.
(d) Kesalahan-kesalahan dalam buku kas tidak boleh dihapus,
tetapi harus dicoret/digaris kesalahan tersebut dan dibubhi paraf.
(e) Buku
kas dibuka dan ditutup pada setiap akhir bulan/tahun anggaran meskipun tidak
ada penerimaan dan pengeluaran, dan sebagainya.
3.
Pemeriksaan
keuangan (Auditing)
Pekerjaan bendaharawan
adalah menyangkut uang/ kekayaan negara, maka pekerjaan tersebut termasuk
pekerjaan yang sangat peka, sehingga setiap saat keadaannya harus selalu siap diperiksa dan keadaannya selalu
cocok dengan kenyataannya. Untuk menjaga keseimbangan dan kesesuaian yang penggunaan keuangan
sekolah, maka kepala sekolah harus menggunakan waktu untuk mengadakan kontrol
setiap saat terutama penggunaannya, hal ini dimaksud untuk menghindari
penggunaan-penggunaan keuangan yang tidak pada tempatnya, dimana kadang-kadang
terjadi penyalahgunaan/penyelewengan karena penempatan/penyaluran yang salah pemeriksaan
keuangan dilakukan setiap saat oleh aparat pengawas baik dari pusat maupun daerah seperti
telah dijelaskan di atas, yaitu
dari DPKN, KPN, BPK, Inspektorat Jenderal, Inspektorat Daerah, pimpinan proyek,
kepala sekolah (intern) dan mungkin juga aparat tersebut di atas
sebagai suatu tim khusus, dan sebagainya.
- BIDANG ADMINISTRASI MATERIAL (PERBEKALAN)
Administrasi materil (perbekalan) diartikan sebagai
usaha pelayanan dalam bidang material dan fasilitas kerja lainnya bagi personil
dalam satuan kerja di lingkungan suatu organisasi guna meningkatkan efisiensi
dan efektivitas kerja, alat perbekalan
(material) yang dikelola dalam bidang administrasi material pada garis
besarnya dapat dikelompokkan atas dua golongan sebagai berikut:
a. Alat-alat
perlengkapan (benda) yang habis terpakai yaitu peralatan yang dapat habis dalam
waktu relatif singkat bilamana diper-gunakan, misalnya, kertas, kapur tulis,
karbon, tinta, dan sebagainya. Barang/benda/peralatan yang habis terpakai
tersebut dapat berarti:
(a) Benar-benar
habis atau musnah setelah dipergunakan, seperti bensin, bahan-bahan kimia,
kapur tulis, dll.
(b) Berubah
sifatnya dan bentuknya bila dipergunakan seperti kayu besi, plastik, rotan, spon, karton
manila, dsb yang dipergunakan dalam mata pelajaran keterampilan/praktek,
sehingga barang tersebut berubah sifatnya dan bentuknya.
(c) Berubah
sifatnya sehingga tidak dapat dipergunakan lagi untuk keperluan yang sama
seperti karbon, pita mesin ketik, lampu balon, kertas dalam berbagai bentuk, tip
eks, karton sheet, bola volly, bola
kaki, dan lain-lain.
b. Alat
perlengkapan (benda) yang tahan lama yang dapat dipergunakan terus menerus
dalam jangka waktu yang cukup, misalnya meja kerja/belajar, bangku/kursi, papan
tulis, alat-alat peraga, kendaraan bermotor, mesin ketik, buku-buku pelajaran
(buku tes), dan sebagainya.
Klasifikasi alat-alat perlengkapan (benda) tersebut di
atas, para ahli membagi pula atas perangkat lunak dan perangkat keras, alat-alat langsung dan tak
langsung, barang-barang (alat)
langsung dan tak langsung, alat-alat administrasi dan alat edukatif, sarana dan prasarana dan sebagainya. Yang terpenting
dalam uraian ini bukan memisah-misahkan alat-alat perbengkelan (benda) itu
dalam berbagai klasifikasi, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana
mengelola alat perlengakapan tersebut sehingga
tahan lama, mudah dioperasikan, praktis dalam penggunaanya, fungsional dalam
kebutuhan/bermanfaat langsung secara optimal, pemakaiannya lebih efktif dan
efisien dan dapat dipertanggung jawabkannya. Dalam hubungan ini instansi/lembaga
harus mengambangkan suatu sistem informasi/komunikasi yang teratur dan tertib
karena pengadaan, pemakaian dan pemeliharaan alat-alat tersebut memerlukan
sejumlah dana. Informasi yang tepat dan
cepat akan berbagai kebutuhan peralatan dan akan memudahkan kemungkinan
disusunnya suatu perencanaan kebutuhan barang yang lengkap, sesuai dengan
kebutuhan dan perlengakapan. Karena peralatan yang tidak tepat akan merupakan
sumber pemborosan, sebab tidak sesuai sifat pekerjaan yang dibutuhkannya,
demikian pula, agar pengadaan alat/pelengakapan harus sesuai dengan yang dibutuhkan
(kualitas dan kuantitas) yang dapat meningkatkan daya guna dan hasil guna
pengoperasiannya.
Selanjutnya mengenai proses pengadaan dan ketata-usahaan
alat-alat perlengkapan, baik menyangkut perencanaan barang, pengadaan,
penympianan, pemeliharaan, inventarisasi, penyingkiran (penghapusan), pengendalian
dan pertanggung jawaban serta laporan alat-alat perlengkapan tersebut di atas,
akan dijelaskan lebih lanjut pada Bab IV buku/diktat ini, hal ini ditempuh
untuk menghindari terulangnya materi bahasan yang sama pada tempat yang berbeda
dalam tulisan ini.
- BIDANG ADMINISTRASI GEDUNG SEKOLAH
Administrasi gedung sekolah (school
plan administration) pada umumnya
di Indonesia belum dikelola secara intensif oleh
fungsionaris sekolah atau aparat Depdikbud yang berwewenang. Umumnya
gedung-gedung sekolah yang didirikan/dibangun hanya untuk memenuhi kebutuhan
pelajar sementara, karena kurang memperhatikan kemungkinan pengembangan di
masa-masa akan datang, baik bangunan fisik gedung maupun lingkungan dimana
sekolah itu dibangun.
Sebuah gedung sekolah bukanlah sekedar tempat
murid-murid belajar mencari dan mendapatkan ilmu pengetahuan, tetapi disediakan
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan
pendidikan anaknya yang tidak hanya didewasakan dari aspek intelektualnya
tetapi dalam seluruh aspek kepribadiannya yang unik yang sesuai dengan tahap
perkembangan dan kebutuhan belajar anak-anak itu sendiri. Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi mendesak dan menggeser cara berpikir para ahli untuk
memikirkan tempat belajar yang paling praktis dan efisien. Diperkirakan pada
masa-masa akan datang tempat belajar seperti sekolah tidak lagi menjadi pusat
perhatian lebih praktis adalah belajar langsung di tempat mana mereka bekerja
(bekerja di tempat kerja). Alasan ini dikemukakan karena sekolah dianggap tidak
mampu menyediakan kondisi pelajar yang memadai, baik tempat belajar, ruang
belajar maupun fasilitas/alat perlengkapan belajar yang menarik minat dan
perhatian anak untuk belajar bagaimana
ia belajar. Sekolah hanya menyediakan tempat bagi berlangsungnya wajib belajar,
untuk itu, diperkirakan beberapa cara yang terbaik yang dapat dipakai dalam perencanaan gedung
sekolah sebagai alternatif, yaitu:
(a) Syarat
keamanan dan kesehatan lingkungan dimana sekolah itu dibangun.
(b) Persesuaian
dengan kurikulum dan kebutuhan akan kegiatan belajar murid-murid sesuai dengaan
tahap pekembangannya.
(c) Fleksiblitas,
efisiensi dan ekonomis dalam penggunaannya serta sesuai dengan pandangan hidup
yang membuat murid-murid senang dan gembira untuk tinggal belajar di sekolah.
(d) Gedung
sekolah sebaiknya tidak didirikan ditempat yang sepi jauh dari kehidupan dan
tidak pula ditempat yang penuh keramaian masyarakat dan lingkungan fisik
lainnya yang mengganggu kehidupan sekolah.
(e) Tersedianya
air yang bersih (bebas dari kotoran) dan tempat pembuanagan kotoran (sampah)
dan kotoran manusia sehingga diperlukan pula kamar kecil (WC) di setiap
sekolah/kelas dengan perbandingan 1:50 untuk pria 1:30 untuk wanita.
(f) Memenuhi persayaratan cahaya (penerangan) dan warna
-
Cahaya
yang menyilaukan dapat melelahkan guru dan murid dalam proses belajar,
efisiensi kerja kurang menguntungkan dan dapat merusak indra.
-
Jumlah
jendela untuk setiap sekolah minimal disediakan 20% dari luas lantai sekolah itu, cahaya
diusahakan tidak langsung mengenai murid-murid, cahaya yang baik untuk belajar +
200 buah lilin.
-
Warna
yang baik adalah yang mudah dan lembut dan tidak menyilaukan yaitu dengan daya
pantul (50-80%)
-
Udara
di atas ruangan tidak boleh terlalu dingin dan tidak pula
terlalu panas, udara yang baik dalam kelas adalah 25,6% dengan kelembaban
sekitar 45%. Padahal kelembaban di Indonesia rata-rata 70%,
karena itu diperlu adanya ventilasi secukupnya.
(g) Bentuk
keseluruhan gedung harus indah dan menarik sesuai dengan keadaan sekitarnya.
(h) Bentuk
sekolah sebaiknya terbuka, misalnya dengan bentuk seperti huruf I, L, H, U, E, F, T, dan hindari
bentuk sekolah seperti huruf O, karena kemungkinan akan mengalami kesulitan
bagi pengembangannya dimasa-masa mendatang.
(i) Konstruksi
gedung sekolah harus kuat daya tahannya, menjamin keselamatan penghuninya dan
mudah untuk dibersihkan.
(j) Gedung
sekolah harus dibangun diatas tanah yang luas, datar, tidak berbecek/lumpur,
dengan memperhatikan jenis program pendidikan yang akan dilaksanakan dan faktor
pertambahan jumlah murid (anak usia sekolah) yang akan mendatang.
(k) Mempunyai
ruangan yang memenuhi syarat (baik ukuran maupun jumlahnya). Ukuran umum untuk
ruang belajar adalah 7 x 8 m yang dapat ditempati oleh 48 orang murid. Selain
ruang belajar perlu juga disediakan ruang kantor, ruang kepala sekolah, ruang
guru-guru, ruang perpustakaan, ruang UKS, ruang koperasi sekolah dan kantin,
ruang pertemuan, gudang peralatan kantor/sekolah, ruang laboratorium, ruang
tamu, ruang kesenian, ruang observasi, simulasi dan demonstrasi, ruang
keterampilan, ruang WC, tempat parkir, ruang olahraga dan ruang bermain
anak-anak, dan lain sebagainya sesuai kebutuhan.
(l) Ruang
sekolah yang baik harus tersedia berbagai perabot sekolah yang dibutuhkan, baik
untuk murid-murid maupun untuk guru-guru dan pegawai tata usaha.
(m) Gedung
sekolah yang baik selalu terpelihara baik kebersihan, keindahan, kesehatan
maupun keamanannya sehingga penyeleng-garaan pendidikan dapat berlangsung
secara efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan sekolah dan masyarakat.
G.
HUBUNGAN
SEKOLAH DAN MASYARAKAT
Kegiatan hubungan sekolah dan
masyarakat adalah aktivitas yang
bertujuan untuk menciptakan kerjasama yang harmonis antara sekolah sebagai
lembaga pendidikan dengan masyarakat untuk memperoleh simpati dan dukungan
serta saling pengertian yang sebaik-baiknya dari masyarakat.
1.
Kecenderungan
hubungan.
Mengapa sekolah perlu
berhubungan dengan masyarakat?
Telah dijelaskan bahwa sekolah adalah pusat kegiatan
masyarakat. Sekolah didirikan oleh masyarakat dengan maksud untuk meneruskan
kebudayaan kepada generasi muda agar menjamin kelangsungan hidup masyarakat.
Masyarakat juga berkeyakinan bahwa berkat pendidikan di sekolah, taraf dan mutu
kehidupan dapat diperbaiki dan ditingkatkan. Disini terlihat antara sekolah dan
masyarakat ada kecenderungan yang besar untuk berhubungan akibat adanya
ketertarikan kebutuhan tadi. Disatu pihak masyarakat membutuhkan sekolah untuk
mengembangkan dan meningkatkan kehidupan kebudayaan dan dilain pihak, sekolah
membutuhkan masyarakat untuk memberikan dukungan dan simpatinya terhadap
pelaksanaan program pendidikan di sekolah dan menerimanya sebagaimana adanya.
Hubungan antara sekolah
dan masyarakat sesuai kecenderungan dan kebutuhan itulah memungkinkan sekolah dapat mengadakan perubahan-perubahan
dalam mengembangkan kepribadian dan sosial anak melalui pengalaman-pengalaman
belajar dibawah bimbingan sekolah, baik didalam maupun diluar sekolah.
Perubahan dalam pendidikan semacam inilah mengharuskan sekolah mengintegrasikan
diri bersama masyarakat, pemerintah dan keluarga (orang tua) sama-sama
bertanggungjawab dalam hal pembinaan pendidikan.
Kecenderungan hubungan
ini menurut ELSBREE, ada 3 penyebabnya, yaitu: (1) Faktor perubahan sifat,
tujuan dan metode mengajar di sekolah;
(2) Faktor tuntutan akan perubahan-perubahan dalam pendidikan di sekolah dan
perlunya bantuan masyarakat terhadap sekolah, dan (3) Faktor berkembangnya ide
demokrasi bagi masyarakat terhadap pendidikan.
2.
Tujuan
hubungan sekolah - mayarakat
a. Untuk
mewujudkan kerjasama dan tanggung jawab bersama dalam pendidikan antara
sekolah, masyarakat dan keluarga pada umunya.
b. Untuk
mengembangkan, membina pengertian masyarakat tentang semua aspek, bidang
pelaksanaan tugas atau program-pogram pendidikan di sekolah.
c. Memperoleh
partisipasi, dukungan dan bantuan secara konkrit dari masyarakat.
d. Untuk mewujudkan gagasan-gagasan, ide-ide baru masyrakat
melalui program-program kerjasam dengan BP3.
e. Untuk memajukan kualitas belajar dan pertumbuhan anak,
maka keikutsertaan masyarakat dalam berbagai kegiatan sekolah member sumbangan
yang besar bagi keberhasilan pendidikan anak.
f. Untuk meningkatkan tujuan masyarakat dan memajukan
kualitas penghidupan masyarakat.
g. Untuk mengembangkan kegembiraan (anthusiasme) dan membantu
program hubungan sekolah dan masyarakat di sekolah.
3. Fungsi
dan peranan sekolah dalam masyarakat.
Momentum pembangunan
manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia seluruhnya dalam
segala aspek kehidupan, adalah merupakan tugas yang sangat berat yang diemban
sebagian oleh masyarakat sekolah dewasa
ini. Tugas berat ini kita tidak
mampu menghadapinya dengan melakukan kegiatan-kegiatan secara konvensional
seperti yang sedang berlangsung dewasa ini, tetapi sekolah harus mampu
menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi, baik kurikulum mapun
guru-gurunya. Guru harus mampu merubah peranannya agar dapat menyesuaikan diri
dengan perkembangan masyarakat yang demikian pesat. Tentunya dengan perubahan peranan
otomatis yang terjadi adalah peningkatan pengetahuan, keterampilan, sikap atau
nilai yang sesuai pula dengan dinamika perkembangan masyarakat
tersebut, sebab masyarakat membutuhkannya. Perubahan peranan ini agaknya
sekolah mengalami banyak kesulitan yang disebabkan oleh:
(a) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat,
diikuti perubahan akan kebutuhan masyarakat, dimana sekolah kurang mampu
menyesuaikan diri dengan perkembangan itu sehingga agaknya jauh ketinggalan.
(b) Guru-guru sering berhenti untuk belajar dan tidak
berusaha untuk menambah pengetahuannya, sementara ilmu pengetahuan melaju terus
diberbagai aspek kehidupan manusia.
(c) Kurikulum yang uniform dan kurang fleksibel sehingga
kebutuhan lokal masing-masing sekolah/daerah belum mampu dipantauannya.
(d) Guru-guru dalam kegiatannya hanya menunggu instruksi dari
pihak atasan sebagai akibat dari sistem administrasi kita yang menganut pola
birokrasi ynag sebagian besar mematikan inisiatif dan kreatifitas guru-guru.
(e) Para kepala sekolah, penilik/pengawas sekolah masih
kurang dinamis dalam mengadakan supervisi dan monitoring pelaksanaan pengajaran
di sekolah, sementara instrument supervisi yang digunakan masih belum mampu
meningkatkan kemampan profesional guru-guru karena penilaian dilakukan pada
umumnya masih didasarkan atas perasaan.
(f) Kesempatan
mengikuti pendidikan dan latihan (inservice training) bagi guru-guru masih
terbatas pada orang-orang tertentu saja.
(g) Kondisi
belajar yang bersifat homogen (tidak bervariasi) dalam melayani kebutuhan belajar anak
menurut irama perkembangannya di sekolah dan di masyarakat.
(h) Banyak
tamatan (alumni) dari berbagai lembaga pendidikan yang menganggur/kurang
mendapat pasaran sebagai akibat dari makin sempitnya lapangan kerja yang
diadakan.
(i) Kurangnya
dana pendidikan bagi palaksanaan kegiatan operasional (teknis edukatif),
kalaupun ada sebagian telah terkuras dalam urusan administrasi, sementara gaji
dan kesejahteraan guru belum mampu mencukupi kebutuhan hidupnya.
Akhir-akhir
ini pemisahan sekolah dari masyarakat sudah mulai berkurang baik di desa-desa
maupun di kota-kota karena kesadaran dan pengertian masyarakat sudah mulai
terbina dan masyarakat menyadari bahwa masalah pendidikan adalah penting. Dalam
keadaan demikian, fungsi sekolah harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari
untuk melakukan fungsi sebagai berikut:
(a)Fungsi
Konservatif.
Sekolah bertanggung jawab dalam memelihara dan
mengembangkan kebudayaan serta norma-norma yang dianggap baik dan diyakini
kebenarannya, seperti falsafah Negara Pancasila,
way of life, melalui pendidikan di sekolah agar anak-anak menjadi pendukung
norma-norma untuk kemudian disebar-luaskan kepada generasi berikutnya.
Mengkonservasi berarti mengawetkan, melestarikan, menyimpan dan memelihara
serta melindungi keasliannya, sehingga masyarakat sekolah dapat memiliki
kepribadian kuat dan budi pakerti
yang luhur dalam membina dan mengembangkan nilai-nilai hidupnya. Disini
terletak tanggung jawab sekolah untuk memelihara dan meneruskannya melalui
kegiatan baik intrakurikuler, ekstrakulikuler maupun kokulikuler.
Contoh yang dapat kita ambil, misalnya pendidikan agama,
berisikan ajaran-ajaran yang luhur bagi manusia sepanjang masa,
kewarganegaraan/PMP diajarkan untuk menjamin terus terpeliharanya pancasila
dihati bangsa. Begitu juga dengan pendidikan kesenian dan kesastraan,
pendidikan bahasa Indonesia, bahasa daerah dan lain-lain mata pelajaran yang
tepat mengkonservasi unsur-unsur kebudayaan yang kita anggap penting bagi
kehidupan generasi muda demi terwujudnya keutuhan wawasan nusantara kita yang
makin meningkat dimasa-masa mendatang.
(b) Fungsi Inovatif
Modernisasi telah menerobos masuk dalam kehidupan
manusia dari kota
sampai ke pelosok pedesaan yang terpencil, dimaksudkan untuk memperbaiki taraf
hidup masyarakat pada umumnya. Sekolah harus turut serta dalam proses modernisasi
tersebut dengan mengkristalisasikan norma-norma dan nilai-nilai kepribadian
kita untuk dijadikan sebagai filter terhadap modernisasi tersebut tanpa merusak
prikehidupan bangsa kita yang mendukung proses modernisasi tersebut. Disini
dituntut agar sekolah harus berorientasi kepada pembangunan dan kemajuan
(development oriented and progress-orientes) sehingga mampu menyiapkan tenaga
kerja yang memiliki watak, pengetahuan dan keterampilan untuk pembangunan bangsa
dan negara (basic memorandum).
Bagi guru dan tenaga pendidikan lainya dituntut untuk
memiliki wawasan (kompetensi) yang luas dibidang keguruan baik kompetensi
profesional (akademik) kompetensi personal, maupun kompetensi sosial
(kemasyarakatan) yang diharapkan dapat menjadi guru yang “agent of
modernization” dan “agent of innovation” dalam mengembangkan dan memajukan
pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, bangsa dan negara. Seperti di negara
yang telah maju, misalnya Jepang dan Jerman menjadi negara yang modern dan tinggi peradabannya atas jasa
guru-gurunya, dan hal ini bukan tidak mustahil terjadi pula di Indonesia kalau
fungsi inovatif dapat diterapkan disekolah-sekolah.
(c)
Fungsi
Selektif
Sekolah-sekolah kita di Indonesia umumnya belum mampu
melaksanakan fungsi selektif secara baik dalam menyalurkan anak-anak keberbagai
program belajar sesuai dengan bakat dan
kemampuannya. Disamping itu, belum setiap anak mendapat kesempatan akan tetapi
karena ketidakmampuan ekonomi orang tua membiayai pandidikan anaknya. Keadaan ini sebagian daerah memaksa anak-anak
meninggalkan bangku sekolah sebelum mendapatkan bekal pendidikan yang cukup
untuk memasuki dunia kerja yang layak untuk hidupnya, juga sistem pendidikan
kita belum mencapai tingkat yang standard. Demikian pula sekolah-sekolah
kejuaruan dan keguruan yang mengembangkan bakat-bakat khusus sangat terbatas.
Dengan berbagai kendala yang dihadapi dunia pendidikan
dewasa ini, diperlukan tenaga bimbingan dan konseling yang dapat mengembangkan
fungsi selektif ini, yaitu menyeleksi siswa yang memiliki bawaan tertentu
(bakat-bakat khusus) untuk pekerjaan tertentu, pemilihan jurusan yang tepat,
jenis pendidikan yang sesuai program belajar yang seirama dengan kemampuan dan
karakteristik siswa dan fungsi selektif lainya. BK yang baik diperlukan untuk
menyalurkan anak-anak kedalam proses pendidikan yang sesuai dengan bakat dan
kemampuannya.
Masyarakat diharapkan dapat memberikan dukungan dan
partisipasinya terhadap fungsi sekolah ini (fungsi konservatif, inovatif dan selektif) dan ikut
bertanggungjawab dalam pelaksanaannya. dengan demikian antara masyarakat dan
sekolah terjalin hubungan kerjasama yang harmonis dalam melaksanakan dan
sama-sama bertanggungajawab dalam pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut di atas.
4. Metode
Hubungan Sekolah dan Masyarakat.
Metode untuk membina
dan mengembangkan hbungan sekolah dan masyrakat dapat dilakukan dengan melalui
berbagai cara. Cara yang umumnya masih dianggap baik walaupun masih bersifat
tradisional, yaitu memberi penerangan/penjelasan/informasi kepada masyarakat
tentang program-program pendidikan di sekolah agar masyarakat memperoleh
gambaran yang jelas dan tepat tentang keadaan sekolah yang sebenarnya. Teknik
yang digunakan dalam pemberian informasi tersebut yang umumnya ialah melalui:
(a) Laporan pendidikan di sekolah kepada orang tua murid.
(b) Buletin sekolah yang terbitkan setiap bulan.
(c) Penerbitan
surat kabar Suara
Guru dan Sekolah.
(d) Pameran sekolah yang disaksikan oleh masyarakat.
(e) Open house, yaitu mengundang masyarakat untuk mengunjungi
sekolah, dan sebaliknya.
(f) Melalui penjelasan yang diberikan oleh staf sekolah.
(g) Melalui siaran pendidikan (radio, TV).
(h) Melalui
laporan tahunan.
(i) Organisasi
perkumpulan alumni sekolah.
(j)
Organisasi
orang tua murid (BP3).
(k) Melalui
kegiatan ekstrakulikuler.
(l) Gambaran
keadaan sekolah melalui murid-murid.
(m) Melalui rapat orang tua murid dan sekolah, dan
sebagainya.
Dalam kurikulum
tahun 1975 tentang Pedoman Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Buku III. D,
hal. 4, dijelaskan bahwa kegiatan hubungan sekolah dan masyarakat pada umumnya
meliputi antara lain:
(a) Mengatur hubungan sekolah dengan orang tua murid.
(b) Memelihara hubungan baik dengan Badan Pembantu
Penyelenggaraan Pendidikan (BP3).
(c) Memelihara dan mengembangkan hubungan sekolah dengan
lembaga-lembaga pemerintahan, swasta dan organisasi sosial.
(d) Memberi pengertian kepada masyarakat tentang fungsi
sekolah melalui bermacam-macam teknik komunikasi.
(e) Hubungan dengan instansi atasannya secara kedinasan. Juga
hubungan dengan organisasi profesi yang ada (PGRI).
(f) Dapat mengembangkan hubungan lebih luas dengan berbagai
instansi, lembaga-lembaga masyarakat, organisasi-organisasi sosial dan
masyarakat pada umumnya.
- PERTANYAAN LATIHAN
1. Kemukakan bidang garapan daripada Administrasi Pendidikan
di sekolah.
2. Jelaskan pengertian masing-masing bidang aministrasi
dibawah ini:
a. Administrasi
Kurikulum/Pengajaran;
b. Administrasi
Kesiswaan/murid;
c. Administrasi
Personil sekolah;
d. Administrasi
keuangan sekolah;
e. Administrasi
material/perbekalan;
f. Administrasi
gedung sekolah;
g. Administrasi
hubungan sekolah-masyarakat.
3. Sebutkan
kegiatan-kegiatan dalam administrasi kurikulum dalam berbagai jenis tugas
ketatausahaan yang harus dikerjakan.
4. Sebutkan dan jelaskan komponen-komponen dalam penyusunan
disain instruksional dengan penekanan dimensinya masing-masing.
5. Susunlah sebuah disain instruksional dengan materi yang
berorientasi pada kegiatan CBSA. (materinya dipilih
sendiri).
6. Sebutkan dan jelaskan fungsi BK di sekolah. Kemukakan
pula alasn-alasan mengapa BK perlu ada disetiap sekolah.
7. Datangilah sebuah SD yang mudah dikunjungi. Ambillah
absensi (daftar hadir) SD tersebut untuk waktu satu bulan, kemudian hitunglah
persensi kehadiran, alpa, sakit dan izin selama satu bulan dan bagaimana
keadaan setiap harinya?
8. Kegiatan-kegiatan apa saja yang sering dilakukan sekolah
dalam bidang administrasi murid/kesiswaan? Jelaskan.
9. Jelaskan hubungan antara buku induk dengan buku klapper,
dan dimana letak perbedaan keduanya.
10. Susunlah kegiatan-kegiatan dalam proses kepegawaian dalam
bentuk sebuah matriks, jelaskan masing-masing kegiatan tersebut.
11. Jenis kegiatan apa saja yang harus ada di sekolah dalam
hubungan dengan pengelolaan keuangan sekolah?
12. Ceriterakanlah bagaimana proses penyusunan rencana
anggaran sekolah hingga proses pertanggung jawabannya melalui prosedur yang
sebenarnya.
13. Kemukakan jenis-jenis alat perlengkapan yang ada pada
setiap sekolah dan jelaskan bagaimana pengelolaannya?
14. Syarat-syarat apa saja yang diperlukan bagi sebuah gedung
sekolah yang baik menurut anda?
15. Jelaskan menurut pendapat anda sesuai dengan kenyataan
yang ada dewasa ini, bagaimana kecenderungan hubungan antara sekolah dan
masyarakat?
16. Mengapa sekolah perlu berhubungan dengan masyarakat? Apa
tujuan yang diinginkan dan apa pula manfaatnya?
17. Peranan
apa yang perlua ada pada setiap guru untuk dapat menyesuaikan diri dengan
perkembangan masyarakat?
18. Metode apa yang anda anggap paling efekti dalam membina
hubungan sekolah dan masyarakat tersebut? Jelaskan.
19. Jelaskan
fungsi dan kegunaan dari hubungan sekolah dengan masyarakat yang berkaitan
dengan fungsi konservatif, fungsi inovatif, dan fungsi selektif bagi sekolah.