TUGAS INDIVIDU
Nama Dosen : Mustaqim Muhallim, S.Ag.
AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN
SUNGBANGSIH
MUHAMMADIYAH DALAM PEMBAGUNAN BANGSA
DI SUSUN OLEH :
NAMA : YUSRIKA BAHARA
NIM : K 10540 7877 12
KELAS : E
JURUSAN : PGSD S.1 PPKHB
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2012/2013
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, sepatutnya penulis
panjatkan puji dan syukur kepada Allah Swt karena atas rahmat dan karunianyalah
sehingga penulis dapat menyusun makalah ini.
Makalah ini berjudul “Sumbangsih
Muhammadiyah dalam Pembangunan Bangsa”. Makalah ini berisi tentang Pemikiran
dan Gerakan Muhammadiyah, Sumbangsih Muhammadiyah di Bidang Pendidikan,
Kesehatan, dan sosial dalam Pembangunan
bangsa.
Makalah
ini dimaksudkan agar penulis, teman-teman dan khususnya warga Muhammadiyah
serta para pembaca mendapat bahan kajian dan menambah wawasan mengenai
sumbangsih Muhammadiyah dalam pembangunan bangsa. Dengan demikian sudah
seharusnya bagi para warga muhammadiyah dan terkhusus bagi kader Muhammadiyah
untuk mengetehui tentang Muhammadiyah.
Terima kasih penulis ucapkan kepada
teman-teman yang senantiasa memberi motivasi, dukungan baik secara moril maupun
materil sehigga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari
bahwa makalah masih jauh dari kesempurnaan Oleh karena itu, saran dan kritik
yang membangun senantiasa diharapkan untuk penyempurnaan makalah ini. Akhir
kata semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin
Wassalam
Makassar, November 2013
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I Pendahuluan
A.
Sejarah Muhammadiyah
B.
Pendiri Muhammadiyah
BAB II Pembahasan
A.
Pemikiran dan Gerakan Muhammadiyah
B.
Sumbangsih Muhammadiyah di Bidang
Pendidikan, Kesehatan, Sosial dalam Pembangunan Bangsa.
BAB III Penutup
A.
Kesimpulan
B.
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Sejarah Muhammadiyah
Perkembangan
organisasi gerakan Islam di Indonesia tumbuh dan berkembang sejak dari negeri
ini belum mencapai kemerdekaan secara fisik sampai pada masa reformasi sekarang
ini. Perkembangannya, bahkan, kian pesat dengan dilakukannya tajdid
(pembaharuan) di masing-masing gerakan Islam tersebut. Salah satu organisasi
gerakan Islam itu adalah Muhammadiyah. Muhammadiyah adalah sebuah organisasi
Islam yang besar di Indonesia. Bahkan merupakan gerakan kemanusiaan terbesar di
dunia di luar gerakan kemanusiaan yang dilaksanakan oleh gereja, sebagaimana
disinyalir oleh seorang James L. Peacock. Di sebahagian negara di dunia,
Muhammadiyah memiliki kantor cabang internasional (PCIM) seperti PCIM
Kairo-Mesir, PCIM Republik Islam Iran, PCIM Khartoum–Sudan, PCIM Belanda, PCIM
Jerman, PCIM Inggris, PCIM Libya, PCIM Kuala Lumpur, PCIM Perancis, PCIM
Amerika Serikat, dan PCIM Jepang. PCIM-PCIM tersebut didirikan dengan berdasarkan
pada SK PP Muhammadiyah. Di tanah air, Muhammadiyah tidak hanya berada di
kota-kota besar, tapi telah merambah sampai ke tingkat kecamatan di seluruh
Indonesia, dari mulai tingkat pusat sampai ke tingkat ranting.
Nama
organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW, yang berarti bahwa Warga
Muhammadiyah menjadikan segala bentuk tindakan, pemikiran dan prilakunya
didasarkan pada sosok seorang Rasulullah, Nabi Muhammad SAW. Nabi dijadikannya
model (uswah al hasanah), yang sebenarnya tidak hanya bagi warga Muhammadiyah
tetapi juga seluruh umat Islam bahkan bagi warga non-muslim-kaum yang tidak
mempercayainya sebagai rasul-sekalipun.
Muhammadiyah
sebagai gerakan Islam memiliki cita-cita ideal yang dengan sungguh-sungguh
ingin diraih, yaitu mewujudkan “masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”. Dengan
cita-cita yang ingin diwujudkan itu, Muhammadiyah memiliki arah yang jelas
dalam gerakannya, sebagaimana dikemukakan oleh DR. Haedar Nashir dalam makalah
Muhammadiyah dan Pembentukan Masyarakat Islam (Bagian I, 2008).
Organisasi
Islam Muhammadiyah tumbuh makin dewasa bersama organisasi Islam besar lainnya
sekelas Nahdlatul Ulama (NU), merambah ke segala bentuk kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan tetap mengedepankan kepentingan umat dari segi
sosial-budaya, ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Namun demikian, Muhammadiyah
tetap selalu melakukan tajdid dalam aspek ruh al Islam (jiwa keislamannya).
B.
Pendiri Muhammadiyah
Organisasi
Islam Muhammadiyah yang kini lebih dikenal dengan sebutan Persyarikatan
Muhammadiyah, didirikan oleh Muhammad Darwis—yang kemudian dikenal dengan nama
K.H. Ahmad Dahlan - di Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H / 18
Nopember 1912. Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai
seorang Khatib dan sebagai pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu
dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik,
beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang
sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist.
Pada
masa kepemimpinan KH. Ahmad Dahlan (1912-1922), daerah pengaruh Muhammadiyah
masih terbatas di karesidenan Yogyakarta, Surakarta, Pekalongan, dan
Pekajangan. Selain Yogya, cabang-cabang Muhammadiyah berdiri di kota-kota
tersebut pada tahun 1922. Pada tahun 1925, Abdul Karim Amrullah membawa
Muhammadiyah ke Sumatera Barat dengan membuka cabang di Sungai Batang, Agam.
Dalam tempo yang relatif singkat, arus gelombang Muhammadiyah telah menyebar ke
seluruh Sumatera Barat, dan dari daerah inilah kemudian Muhammadiyah bergerak
ke seluruh Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan. Pada tahun 1938, Muhammadiyah
telah tersebar keseluruh Indonesia.
KH
A Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga tahun 1922 dimana saat
itu masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat tahunan. Pada rapat tahun ke
11, Pemimpin Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim yang kemudian memegang
Muhammadiyah hingga tahun 1934. Rapat Tahunan itu sendiri kemudian berubah
menjadi Konggres Tahunan pada tahun 1926 yang di kemudian hari berubah menjadi
Muktamar tiga tahunan dan seperti saat ini menjadi mukhtamar 5 tahunan.
Disamping itu, Muhammadiyah juga mendirikan organisasi untuk kaum perempuan
dengan nama “Aisyiyah” yang disitulah istri KH. A. Dahlan, yakni Nyi Walidah
Ahmad Dahlan berperan serta aktif dan sempat juga menjadi pemimpinnya.
Daftar
Pimpinan Muhammadiyah Indonesia sejak berdirinya sampai sekarang yang dapat
penulis susun adalah :
Ø KH Ahmad Dahlan 1912-1922
Ø KH Ibrahim 1923 – 1934
Ø KH hisyam 1935 – 1936
Ø KH Mas Mansur 1937 – 1941
Ø Ki Bagus Hadikusuma 1942 – 1953
Ø Buya AR Sutan Mansur 1956
Ø H.M. Yunus Anis 1959
Ø KH. Ahmad Badawi 1962 – 1965
Ø KH. Faqih Usman 1968
Ø KH. AR Fachruddin 1971 – 1985
Ø KH. AR Fachruddin 1971 – 1985
Ø KHA. Azhar Basyir, M.A. 1990
Ø Prof. Dr. H. M. Amien Rais 1995
Ø Prof. Dr. H.A. Syafii Ma’arif 1998 –
2005
Ø Prof. Dr. HM Din Syamsuddin 2005 –
sekarang
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pemikiran Dan Gerakan Muhammadiyah
Muhammadiyah
merupakan organisasi yang memiliki cita-cita ideal yaitu mewujudkan masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya. Hal itu sesuai dengan apa yang termaktub dalam
Anggaran Dasar Muhammadiyah, Pasal 6 Maksud dan Tujuan: “Maksud dan tujuan
Muhammadiyah ialah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga
terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”. Dengan cita-cita yang ingin
diwujudkan itu, Muhammadiyah memiliki arah yang jelas dalam gerakannya (yakni
dalam bentuk amal usaha, program, dan kegiatannya).
Untuk
mencapai maksud dan tujuan itu, Muhammadiyah melaksanakan Da’wah Amar Ma’ruf
Nahi Munkar dan Tajdid yang diwujudkan dalam usaha di segala bidang kehidupan.
Agar dalam pelaksanannya tidak terjadi gesekan dan benturan yang dapat
mengancam kesatuan umat, walaupun gesekan dan benturan pasti ada, namun
diupayakan untuk diminimalisir. Maka diperlukan adanya pemikiran-pemikiran yang
komprehensif di kalangan cendekiawan Muslim Muhammadiyah dan gerakan-gerakan
yang nyata amaliyahnya.
Namun
dalam perjalanannya terjadi banyak varian pemikiran. Konteks sosial diklaim
menjadi penyebab munculnya varian pemikiran dalam Muhammadiyah. Ini terjadi
dikarenakan Muhammadiyah memang banyak bergerak dalam bidang sosial; baik
pendidikan, kesehatan, panti sosial yatim piatu, dll. Dalam Muhammadiyah,
seperti dalam pengantar Muhajir Effendy dan Din Syamsuddin pada acara Kolokium
Nasional Kaum Muda Muhammadiyah pada tanggal 11-13 Februari 2008 di Universitas
Muhammadiyah Malang, dinyatakan bahwa pemikiran-pemikiran dalam Muhammadiyah
itu sangat variatif; ada yang sekte ulama, sekte cendekiawan, sekte pelayan,
dan sekte penggembira. Keempat-empat berkembang dan ada pengikutnya
masing-masing. Oleh sebab itu melihat Muhammadiyah hanya satu sekte saja
sebenarnya agak kurang proporsional. Melihat Muhammadiyah, karena itu, mestinya
menyeluruh keempat sekte tersebut, sekalipun dikatakan paling banyak sebenarnya
sekte penggembira dan pelayan, bukan ulama maupu cendikiawan.
Hal
yang paling penting untuk kasus ini adalah bahwa semua varian pemikiran Islam
itu merupakan proses pembaharuan (Tajdid) dan akan menjadi bahan pembaharuan di
masa datang yang memang dihormati dalam khazanah persyarikatan Muhammadiyah.
Azyumardy Azra, mensinyalir bahwa pembaruan pemikiran modern Islam abad ke-20
sebenarnya tidak jauh berbeda dengan gerakan pembaruan abad sebelumnya.
Sebagian besar berkonsentrasi pada seruan untuk kembali pada alquran dan sunnah
(hadits), ketaatan pada syariah. Jika bisa dikategorikan dalam tipologi maka
ada pemikiran pra-modern, modernisme, puritanisme, neo-tradisionalisme,
sufisme, neo-sufirmse, fundamentalisme dan isme-isme yang lainnya. Gerakan
pembaruan sebelum abad ke-20 juga mengambil tipologi yang hampir sama, yakni
ada neo-sufisme, radikalisme (seperti Kaum Padri) dan puritanisme. (Azya, 1990:
11). Pemikiran-pemikiran itu dibenarkan sepanjang dimaksudkan untuk menegakkan
syariah Islamiyah, memperkokoh ukhuwah, menyempurnakan aqidah, meningkatkan
semangat sosial, dan memperbiki metodologi pelanyanan umat dan amal usaha
Muhammadiyah, baik bidang pendidikan , kesehatan, dan sosial.
Kini
Muhammadiyah makin dewasa dan arif dalam menyikapi tuntutan umat. Itulah
sebabnya mengapa setiap lima tahun sekali diadakan muktamar Muhammadiyah
sebagai wahana mempertemukan dan mempersatukan pemikiran-pemikiran yang
berkembang di masyarakat terutama warga Muhammadiyah.
Dalam perkembangannya, Muhammadiyah sebagai
organisasi sosial keagamaan, oleh M. Syamsuddin dikatakan sebagai organisasi
yang demikian hidmat dalam masalah amal (perbuatan nyata) seperti membangun
sekolah, rumah sakit, panti asuhan, sehingga agak kurang memberikan perhatian
serius pada pembaruan pemikiran (tajdid), sebagai sebuah konsekuensi dari
organisasi yang berusaha menterjemahkan tesis-tesis pembaruan pemikiran yang
telah mendahuluinya. Dari sana Muhammadiyah akhirnya:
a. terpusat perhatiannya pada amal
dakwah, sehingga kurang perhatiannya pada perkembangan pemikiran, yang
berakibat pada munculnya.
b. kegersangan intelektual, sebagai
refleksi atas tesis-tesis pembaruan pemikiran yang pernah muncul atau sebagai
evaluasi terhadap amal dakwah yang diselenggarakan, hal ini berakibat pula
pada.
c. membawa amal dakwah Muhammadiyah
berlangsung dalam rutinitas dan berada di luar ide dasar penyelenggaraan, hal
ini berakibat pula pada.
d. kurang efektifnya Muhammadiyah
sebagai gerakan reformasi (pembaru) Islam.
Mobilisasi yang relatif besar dari Muhammadiyah untuk
menyelenggarakan berbagai bentuk amal usaha dakwah dewasa ini agak kurang
memiliki signifikansi bagi tuntutan terjadinya rekulturisasi” Islam Indonesia.
Padahal, jika amal usaha dakwah Muhammadiyah dibarengi dengan penguatan
pembaruan pemikiran dalam Muhammadiyah, sungguh akan lain dampaknya. Inilah
yang sebenarnya menjadi bagian penting dari masa depan Muhammadiyah yang
memiliki banyak amal usaha dakwah dan jamaah yang relatif besar dibanding
dengan ormas Islam lainnya. Tentu, Muhammadiyah tidak boleh mengabaikan
peran-peran dari kelompok (organisasi Islam) lainnya, tetapi Muhammadiyah juga
tidak boleh berhenti dengan menyatakan organisasi Islam lain lebih maju atau
kurang berperan di tanah air. (Din Syamsuddin, 1990: vii)
Muhammadiyah, sebagai gerakan keagamaan yang berwatak sosio
kultural, dalam dinamika kesejarahannya selalu berusaha merespon berbagai
perkembangan kehidupan dengan senantiasa merujuk pada ajaran Islam (al-ruju‘
ila al-Qur’an wa as-Sunnah al-Maqbulah). Di satu sisi sejarah selalu melahirkan
berbagai persoalan dan pada sisi yang lain Islam menyediakan referensi normatif
atas perbagai persoalan tersebut. Orientasi kepada dimensi ilahiah inilah yang
membedakan Muhammadiyah dari gerakan sosio kultural lainnya, baik dalam
merumuskan masalah, menjelaskannya maupun dalam menyusun kerangka operasional
penyelesaiannya. Orientasi inilah yang mengharuskan Muhammadiyah memproduksi
pemikiran, meninjau ulang dan merekontruksi manhaj-nya.
Seiring dengan
perubahan nama Majelis Tarjih menjadi Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran
Islam, pada 2000 telah dirumuskan manhaj yang lebih komprehensif dengan
menggunakan berbagai pendekatan, pendekatan bayani, burhani, dan irfani. Pendekatan
bayani merupakan pendekatan yang menempatkan nash sebagai sumber kebenaran dan
sumber norma untuk bertindak, sementara akal hanya menempati kedudukan yang
sekunder dan berfungsi menjelaskan dan menjustifikasi nash yang ada. Pendekatan
ini lebih didominasi oleh penafsiran gramatikal dan semantik. Dalam pandangan
Muhamniadiyah, pendekatan ini masih diperlukan dalam rangka menjaga komitmennya
‘kembali ke Al-Qur’an dan As-Sunnah (Djamil.2005).
Pendekatan burhani
merupakan pendekatan yang rnengandalkan rasio dan pengalaman empiris sebagai
sumber kebenaran dan sumber norma bertindak. Dengan demikian pendekatan ini
lebih difokuskan pada pendekatan yang rasional dan argumentatif, berdasarkan
dalil logika, dan tidak hanya merujuk pada teks, namun juga konteks. Pendekatan
burhani diperlukan Muhammadiyah dalam memahami dan menyelesaikan
masalah-masalah yang termasuk al umur al dunyawiyah (urusan dunia), untuk
tercapainya kemaslahatan manusia. Belajar dari khazanah sejarah Islam, pemaduan
antara pendekatan bayani dan burhani tidak banyak menimbulkan masalah. Sejak
zaman klasik upaya pemaduan telah dicoba dilakukan, misalnya oleh al-Gazzali
yang mengenalkan mantik (logika Aristoteles) ke dalam usul fikih untuk
menggantikan dasar-dasar epistemologi kalam yang biasa digunakan ahli-ahli usul
fikih, dan mengenalkan teori maslahat dan metode munasabah dengan konsep pokok
tentang spesies illat (nau’ al illah) dan genus illat jins al illah, serta
spesies hukum (nau’ al hukm) dan genus hukum jins al hukm, (Anwar, 2005).
Pendeltatan ‘irfani adalah pendeltatan pemahaman yang
bertumpu pada instrumen pengalaman batin: dzauq, qalb, wijdan, dan ilham.
Pengetahuan yang diperoleh melalui pendekatan ini biasanya disebut pengetahuan
dengan kehadiran (hudhuri), suatu pengetahuan yang berupa inspirasi langsung
yang dipancarkan Allah ke dalam hati orang yang jiwanya selalu bersih.
Pendekatan ‘irfani, walaupun ada kritikan, karena antara lain melahirkan
tradisi sufi yang tidak dikenal dalam Muhammadiyah, bagaimanapun ada gunanya.
Intuisi dapat menjadi sumber awal bagi pengetahuan, setidaknya menjadi sumber
inspirasi pencarian hipotesis. Dalam pengamalan agama dan dalam mengembangkan
sikap terhadap orang lain, hati nurani dan qalbu manusia dapat menjadi sumber
bagi kedalaman penghayatan keagamaan, kekayaan rohani, dan kepekaan batin.
Sedangkan bagi ijtihad hukum, intuisi dan kalbu manusia dapat menjadi sumbcr
pencarian hipotesis hukum, dan pembuktian akhir terletak pada bukti-bukti
bayani dan burhani (Anwar, 2005).
Ketiga pendekatan di
atas, bayani, burhani, dan ‘irfani, telah dijadikan pedoman bagi warga
Muhammadiyah dalam berpiltir, terutama dalam memahami dan menyelesaikan
masalah-masalah muamalah duniawiah. Sebagai produk pemikiran dan gerakan Islam
Muhammadiyah itu, maka muncullah apa yang disebut Himpunan Putusan Tarjih
(HPT), Putusan Muktamar Muhammadiyah, Pembaharuan Strategi Da’wah Muhammadiyah,
Pembaharuan Diklitbang manajemen Muhammadiyah, dan pemantapan keyakinan warga
Muhammadiyah.
Pemikiran-pemikiran yang menjadi alat pendewasaan Muhammadiyah dalam segala bentuk usahanya diwujudkan dalam penerapan amal usaha, program dan kegiatan yang meliputi :
Pemikiran-pemikiran yang menjadi alat pendewasaan Muhammadiyah dalam segala bentuk usahanya diwujudkan dalam penerapan amal usaha, program dan kegiatan yang meliputi :
1. Menanamkan keyakina, memperdalam dan
memperluas pemahaman, meningkatkan pengalaman, serta menyebarluaskan ajaran
agama islam dalam berbagai aspek kehidupan.
2. Memperdalam dan mengembangkan
pengkajian ajaran islam dalam berbagai aspek kehidupan untuk mendapatka
kemurnian dan kebenarannya.
3. Meningkatkan semangat ibadah, jihad,
zakat, infak, wakaf, shadaqah, hibah, dan amalan shalih lainnya.
4. Meninkatkan harkat, martabat, dan
kwalitas sumberdaya manusia agar berkemempuan tinggi sehingga berakhlaq mulia.
5. Memajukan dan memperbaharui
pendidikan dan kebudayaan, mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni,
serta meningkatkan penelitian.
6. Memajukan perekonomian dan
kewirausahaan kea rah perbaikan hidup yang berkwalitas.
7. Meningkatkan kwalitas kesehatan dan
kesejahtraan masyarakat.
8. Memelihara, mengembangkan, dan
mendayagunakan sumberdaya alam dan lingkungan untuk kesejahtraan.
9. Mengembangkan komunikasi, ukhuwah,
dan kerjasama dalam berbagai bidang dan kalangan masyarakat dalam dan luar
negeri.
10. Memelihara keutuhan bangsa serta
berperan aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
11. Membina dan meningkatkan kualitas
serta kuantitas anggota sebagai pelaku gerakan.
12. Mengembangkan sarana, prasarana, dan
sumber dana untuk mengsukseskan gerakan.
13. Mengupayakan gerakan hukum,
keadilan, dan kebenaran serta meningkatkan pembelaan terhadap masyarakat.
14. Usha-usaha lain yang sesuai dengan
meksud dan tujuan muhammadiyah sehingga secara garis besar, perwujudan
pemikiran-pemikiran tersebut dapat dikelompokkan menjadi beberapa amal usaha,
antara lain : da’wah amar ma’ruf nahi mungkar, amal usaha bidang pendidikan,
amal usaha bidang sosial, amala usaha bidang kesehatan, dll.
Dalam da’wahnya,
Muhammadiyah selalu menekankan amar ma’ruf nahi munkar (menyeru kepada
perbuatan yang benar lagi baik dan mencegah segala bentuk kemungkaran) di
lingkungan masyarakat, beraqidah dan mengajak kepada aqidah Islam, dan
bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Untuk menyamakan gerak
langkah dalam da’wah, para da’i Muhammadiyah berpedoman pada putusan tarjih
sebagai hasil proses analisis dalam menetapkan hukum dengan menetapkan dalil
yang lebih kuat (rajih), lebih tepat analogi dan lebih kuat mashlahatnya.
Putusan tarjih itu dihasilkan oleh Majelis Tarjih yaitu lembaga ijtihad jama‘i
(organisatoris) di lingkungan Muhammadiyah yang anggotanya terdiri dari
orang-orang yang memiliki kompetensi ushuliyyah dan ilmiah dalam bidangnya
masing-masing.
B.
Sungbangsih Muhammadiyah di Bidang
Pendidikan, Kesehatan dan Sosial dalam Pembangunan Bangsa.
Gerak
langkah organisasi Muhammadiyah dalam amal usahanya telah banyak dirasakan oleh
berbagai kalangan. Hal ini diakui, terutama oleh pemerintah, sangat membantu
pemberdayaan dan kondisi masyarakat luas saat ini. Dalam bidang pendidikan
misalnya, hingga tahun 2000 ormas Islam Muhammadiyah telah memiliki 3.979 taman
kanak-kanak, 33 taman pendidikan Alquran, 6 sekolah luar biasa, 940 sekolah
dasar, 1.332 madrasah diniyah/ibtidaiyah, 2.143 sekolah lanjutan tingkat
pertama (SMP dan MTs), 979 sekolah lanjutan tingkat atas (SMA, MA, SMK), 101
sekolah kejuruan, 13 mualimin/mualimat, 3 sekolah menengah farmasi, serta 64
pondok pesantren. Dalam bidang pendidikan tinggi, hingga tahun ini Muhammadiyah
memiliki 36 universitas, 72 sekolah tinggi, 54 akademi, dan 4 politeknik (Data
Cahgemawang, 2009). Nama-nama seperti Bustanul Athfal/TK Muhammadiyah, SD
Muhammadiyah, SMP Muhammadiyah, SMA Muhammadiyah, SMK Muhammadiyah, dan
Universitas Muhammadiyah bermunculan di berbagai daerah.
Dalam
amal usaha bidang kesehatan, Muhammadiyah telah dan terus mengembangkan layanan
kesehatan masyarakat, sebagai bentuk kepedulian. Balai-balai pengobatan seperti
rumah sakit PKU (Pembina Kesejahteraan Umat) Muhammadiyah, yang pada masa
berdirinya Muhammadiyah bernama PKO (Penolong Kesengsaraan Oemat), kini mulai
meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya. Berdasarkan buku Profil dan
Direktori Amal Usaha Muhammadiyah & ‘Aisyiyah bidang kesehatan pada tahun
1997, sebagai berikut :
1. Rumah sakit berjumlah 34
2. Rumah bersalin berjumlah 85
3. Balai kesehatan ibu dan anak
berjumlah 50
4. Balai kesehatan masyarakat berjumlah
11
5. Balai pengobatan berjumlah 84
6. Apotek dan KB berjumlah 4
7. Institusi pendidikan berjumlah 54
Pada
tahun 2009 diperkiran jumlah fisik balai pengobatan Muhammaiyah lebih banyak
lagi seiring dengan makin berkembangnya usaha-usaha yang diselenggarakan oleh
persyarikatan Muhammadiyah. Adapun Muhammadiyah sebagai organisasi yang
bergerak di bidang sosial, telah mendirikan lembaga amal usaha sosial dalam
bentuk panti sosial Muhammadiyah, sebagai wujud kepedulian persyarikatan
Muhammadiyah dalam menghadapi permasalahan kemiskinan, pembodohan dan
meningkatnya jumlah anak yatim piatu dan anak terlantar. Dalam hal ini
Muhammdiyah terinspirasi dan berpijak pada QS Al-Ma’un. Panti sosial
Muhammadiyah sebagai lembaga pelayanan di masyarakat, memiliki perangkat dan
sistem serta mekanisme pelayanan yang diharapkan akan lebih menjamin efektifitas
pelayanan.
Selanjutnya
dalam bidang kesejahteraan sosial ini, hingga tahun 2000 Muhammadiyah telah
memiliki 228 panti asuhan yatim, 18 panti jompo, 22 balai kesehatan sosial, 161
santunan keluarga, 5 panti wreda/manula, 13 santunan wreda/manula, 1 panti
cacat netra, 38 santunan kematian, serta 15 BPKM (Balai Pendidikan Dan
Keterampilan Muhammadiyah ).
Forum
Panti Sosial Muhammadiyah-Aisyiyah (Forpama) yang dibentuk untuk Periode 2007
s.d 2010, sejak diberikan tanggungjawab, terus melakukan berbagai macam
terobosan dan langkah-langkah strategis untuk menjadikan panti sosial
Muhammadiyah-Aisyiyah sebagai lembaga profesionalisme, prima dalam kualitas
pelayanan dan memiliki keteguhan komitmen dalam pembinaan anak-anak asuh panti
sosial Muhammadiyah-Aisyiyah yang berjumlah lebih dari 22.000 anak se-Indonesia
dari 351 kelembagaan Panti Sosial Muhammadiyah-Aisyiyah (Direktori Forpama,
2008). Dengan demikian anak asuh Panti Sosial Muhammadiyah-‘Aisyiyah menjadi
labor kader utama guna membangun sumber daya insani yang berkualitas di
Persyarikatan Muhammadiyah. Demikian pula hasil-hasil amal usaha yang lain yang
telah dicapai oleh persyarikatan Muhammadiyah, seperti bidang tarjih, ekonomi,
dll.
BAB III
Penutup
A.
Kesimpulan
Sebagai
sebuah gerakan Islam yang lahir pada tahun 1912 Masehi dan kini hampir memasuki
usia 100 tahun, telah banyak yang dilakukan oleh Muhammadiyah bagi masyarakat
dan bangsa Indonesia secara luas. Sehingga harus diakui bahwa Muhammadiyah
memiliki kontribusi dan perhatian yang cukup besar dalam dinamika kehidupan
masyarakat Indonesia. Dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah untuk
menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam
yang sebenar-benarnya. Persyarikatan Muhammadiyah telah menempuh berbagai usaha
meliputi bidang dakwah, sosial, pendidikan, ekonomi, politik, dan sebagainya,
yang secara operasional dilaksanakan melalui berbagai institusi organisasi
seperti majelis, badan, dan amal usaha yang didirikannya.
Peningkatan jumlah yang demikian spektakuler
tidak dapat menutup kenyataan lain di seputar perkembangan amal usaha
Muhammadiyah, yaitu kualitas amal usaha tersebut. Harus diakui, amal usaha
Muhammadiyah untuk hal kualitas mengalami dua masalah sekaligus. Pertama,
keterlambatan pertumbuhan kualitas dibandingkan dengan penambahan jumlah yang
spektakuler. Kedua, ketidakmerataan pengembangan mutu lembaga pendidikan. Oleh
karenanya, untuk membenahi masalah ini, kehadiran kontribusi pemikiran dan
gerakan nyata dari berbagai kalangan mutlak diperlukan. Ingat, Muhammadiyah
adalah gerakan sosial yang kepedualiannya ditunggu masyarakat luas.
Muhammadiyah difahami, bahwa demikian banyak
empowerment measures (ukuran pemberdayaan) atau centennial revitalizating
(revitalisasi ultahnya yang ke 100 tahun) yang harus dilaksanakan oleh gerakan
transformasi ini. Revitalisasi di bidang theologi, ideology, pemikiran,
organisasi, kepemimpinan, amal usaha dan aksi, semuanya diletakkan dalam
konteks pemahaman kembali akan tujuan membangun umat.
Akhirnya,
sebagai organisasi sosial keagamaan, Muhammadiyah perlu kita dukung, meski
organisasi kita berbeda. Terlebih Muhammadiyah sebagai gerakan, dalam mengikuti
perkembangan dan perubahan, senantiasa mempunyai kepentingan untuk melaksanakan
amar ma’ruf nahi-mungkar, serta menyelenggarakan gerakan dan amal usaha yang
sangat dibutuhkan oleh masyarakat, sebagai usaha Muhammadiyah untuk mencapai
tujuannya, yakni: “menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga
terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah SWT.
B.
Dafatar Pustaka
Anonym. 1997. Profil & Direktori
Amal Usaha Muhammadiyah & ‘Aisyiyah Bidang Kesehatan. Jakarta: Pusat Data
Minaco Adv.
Azhar, M. 2005. Posmodernisme
Muhammadiyah. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah
Maarif, Ahmad Syafii. 2007. Strategi
Dakwah Muhammadiyah. Masa Lalu, Kini dan Masa Depan dalam Prespektif
Kebudayaan. Yogyakarta.
Markus, Sudibyo. 2008. MUHAMMADIYAH-Dari Gerakan Pembaharuan ke Gerakan Amal Usaha. Adobe reader
PP Muhammadiyah. 2005. Tanfidz Keputusan Muktamar Muhammadiyah Ke 45. Malang.
Ricklefs, MC. 1991. A History of Modern Indonesia since c.1300- 2nd Edition. Stanford: Stanford University Press.
Markus, Sudibyo. 2008. MUHAMMADIYAH-Dari Gerakan Pembaharuan ke Gerakan Amal Usaha. Adobe reader
PP Muhammadiyah. 2005. Tanfidz Keputusan Muktamar Muhammadiyah Ke 45. Malang.
Ricklefs, MC. 1991. A History of Modern Indonesia since c.1300- 2nd Edition. Stanford: Stanford University Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar