Cari Data Lengkap

Kamis, 10 Oktober 2013

ADMINISTRASI PENDIDIKAN


       BAB I
KONSEP ADMINISTRASI PENDIDIKAN

Tujuan Pembelajaran
          Setelah mengikuti secara aktif kegiatan proses pembelajaran, mahasiswa yang mengambil mata kuliah Administrasi dan Supervisi Pendidikan diharapkan akan dapat:
1.    Menjelaskan perkembangan Administrasi Pendidikan di Indonesia
2.    Membedakan pengertian Administrasi Pendidikan dengan Administrasi Sekolah
3.    Menjelaskan faktor-faktor dan unsur-unsur Administrasi Pendidikan
4.    Menjelaskan dasar dan tujuan Administrasi Pendidikan
5.    Menjelaskan fungsi-fungsi Administrasi Pendidikan.

PEMBAHASAN MATERI PEMBELAJARAN

A. PENDAHULUAN

Disadari atau tidak, dalam realitasnya manusia hidup di abad modern sekarang ini selalu berada dan berhadapan dengan berbagai masalah. Masalah tersebut silih berganti dari masalah yang satu ke masalah yang lain dan seterusnya sampai akhir hayat manusia. Rentetan masalah tersebut dapat dipastikan akan dialami oleh setiap manusia yang pernah hidup, baik masalah sosial-budaya, masalah ekonomi, masalah politik, maupun kenegaraan dengan kadar masalah yang bertingkat-tingkat sesuai dengan masalah yang dialaminya. kompleksitas masalah yang demikian rumit ini dapat dibayangkan, apabila manusia tidak berupaya mencari cara untuk mengaturnya, mungkin dunia inipun telah hancur sejak dahulu kala. Pengaturan dimaksud untuk mengarah kepada usaha kelancaran, keteraturan, kedinamisan dan ketertiban sehingga kesenjangan dalam hidup dapat diatasi semaksimal mungkin. Hal ini mutlak diperlukan pengadministrasian untuk mengaturnya agar kehidupan ini menjadi lebih baik.
Seperti apa yang diungkapkan oleh S.P. Siagian dengan mengutip pendapat Albert Lopawzley, bahwa ”abad ini adalah abad administrasi”. Tidak ada suatu hal untuk abad modern sekarang ini yang lebih penting dari administrasi. Kelangsungan hidup pemerintahan yang beradab itu sendiri akan sangat bergantung suatu filsafat administrasi yang mampu memecahkan masalah-masalah masyarakat modern”. (S.P. Siagian, Filsafat Administrasi, 1980:1-2)
     Demikian pula perkembangan dunia pendidikan dewasa ini yang              sudah demikian pesatnya, baik sistem, metoda maupun penggunaan alat-alat kerja yang serba otomatis, akan tetapi untuk mencapai hasil kerja secara maksimal tanpa mengorbankan unsur-unsur kemanusiaan. Usaha pembinaan, pengembangan dan pengendalian ini sangat diperlukan penerapan administrasi dan supervisi pendidikan di lingkungan kerja masing-masing, khususnya pada lembaga-lembaga pendidikan.
     Diberbagai lembaga pendidikan terdapat sejumlah manusia, baik yang berkedudukan sebagai pimpinan ataupun sebagai tenaga pelaksana, rasanya tidak cukup jika mereka hanya dibekali dengan pengetahuan dan ketrampilan dalam bidang pendidikan saja, mereka harus dibekali pula dengan kemampuan administratif. Dengan kata lain, para petugas pendidikan di sekolah (Kepala Sekolah, penilik sekolah, pengawas, guru dan personil sekolah lainnya) tidak hanya dituntut kemampuan profesional dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan kependidikan, akan tetapi               juga kemampuan dalam mengelola administrasi pendidikan, yang mengharuskan mereka memiliki pengetahuan, ketrampilan dan keahlian serta bersikap selaku administrator yang profesional pula. Kemampuan profesional tersebut terutama menyangkut aspek-aspek yang berkenaan dengan pengendalian kerjasama seperti kemampuan menyusun perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pembimbingan/ pengarahan, supervisi dan evaluasi pendidikan serta kemampuan mewujudkan komunikasi yang harmonis antar para pelaksana pendidikan di sekolah guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan di lingkungan lembaga masing-masing.
     Kemampuan administratif seperti tersebut di atas adalah sesuai pula dengan kebijaksanaan mengenai Sistem PGBK (Pendidikan Guru Berdasarkan Kompetensi) yang perlu diberikan dan dipersiapkan bagi calon guru dan kepala sekolah awal mungkin tanpa harus menunggu bila mereka telah menjadi guru atau kepala sekolah, pengawas atau penilik sekolah seterusnya. Sangatlah bijaksana apabila seawal mungkin para pelaksana pendidikan di sekolah dibekali kemampuan administrasi agar mereka: ”Mengenal dan mampu menyelenggarakan administrasi sekolah dengan baik”. (Kompetensi 9: Ary H, Gunawan, 1981:1).
     Tuntutan akan kemampuan administratif seperti tersebut di atas, pada gilirannya menempatkan para petugas atau pelaksana pendidikan diberbagai tingkat dan jenjang sekolah (dari SD sampai Perguruan Tinggi) dapat bertanggung jawab terhadap pengelolaan pendidikan, pada posisi mereka masing-masing apapun sebutan yang diberikan, baik disebut sebagai administrator, supervisor, pemimpin, maupun disebut sebagai manajer atau pengelola dan sebagainya. Sebutan-sebutan tersebut di atas diharapkan tidak hanya merupakan sebutan untuk fungsi administrator tetapi juga menunjukkan kiat administrator yang baik, seperti kiatnya seorang dokter yang bertangan dingin yang populer di masyarakat karena ia mampu mendiagnosis dan menyebutkan berbagai jenis penyakit.

B.   MENGENAL PERKEMBANGAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN                        DI INDONESIA

1.   Perkembangan Administrasi di Luar Negeri
Administrasi sebagai fenomena sosial di dalam masyarakat  telah ada sejak dahulu kala, lebih-lebih sejak peradaban manusia berkembang. Tetapi proses penyelenggaraannya baru diselidiki dan dikenal sebagai ilmu pengetahuan kira-kira pada sekitar akhir abad ke XIX.
Mulanya seorang bangsa Perancis yang bernama Henri Fayol kelahiran Istambul (1841) mengadakan suatu penelitian dan memperkenalkan teori-teori administrasi kepada bangsa Perancis. Fayol menganggap pengembangan ilmu adminstrasi itu sebagai satu-satunya jalan bagi Perancis untuk mengisi kekurangan/kekosongan tenaga-tenaga pimpinan dengan tenaga-tenaga yang faham akan pengetahuan administrasi pada waktu itu.
Pada pertama kalinya sekitar tahun 1900, Fayol berceramah dan mengemukakan pendapatnya di depan sebuah Kongres Pertambangan Baja, dengan dalilnya bahwa ”pengetahuan teknik saja tidak cukup untuk mengurus suatu perusahaan industri dengan sewajarnya”. Fayol menyadari bahwa pengetahuan teknik yang dimiliki tentang apa yang diurus tidaklah cukup, kecuali dilengkapi dengan pengetahuan tentang bagaimana mengurusnya. Untuk itu, pengetahuan tentang administrasi perlu dikembangkan.
Perhatian terhadap ilmu administrasi yang demikian besarnya sehingga akhirnya Fayol bertekad untuk mendirikan sebuah Pusat Studi Ilmu Administrasi di Paris untuk mengembangkan teori-teori administrasi yang dimilikinya. Tekad ini dimulai pertama kalinya dengan menerbitkan sebuah brosurnya yang terkenal dengan judul “Administration Industriallle et Generale”. Bibit administrasi yang dikembangkan Fayol ini akhirnya terkenal dan tersebar ke seluruh penjuru dunia, sebab itu Henri Fayol dijuluki sebagai Bapak Ilmu Administrasi.
Perkembangan ilmu administrasi yang semakin pesat telah tumbuh pula dengan suburnya di Amerika Serikat yang ikut mempengaruhi cabang-cabang ilmu pengetahuan lainnya. Salah satu cabang ilmu administrasi yang menjadi perhatian dalam penyelidikan secara ilmiah ialah “Manajemen Ilmiah” yang dipelopori oleh Frederick Winslow Taylor, yang kemudian ia dikenal sebagai Bapak Manajemen Ilmiah (1956-1915). Ide-ide pokoknya yang terkenal dituangkan dalam sebuah bukunya yang berjudul “The Principles of Scientific Management” (1911). Demikian   pula perkembangan bidang ilmu lainnya seperti bidang kenegaraan dikembangkan oleh Woodrow Wilson, seorang guru besar ilmu politik pada Universitas Princeton yang kemudian diangkat sebagai Presiden Amerika Serikat pada waktu kejayaannya itu. Ia terkenal dengan tulisannya yang berjudul “The Study of Administration”, telah menggugah perhatian para sarjana politik di Amerika Serikat akan pentingnya administrasi sebagai subyek studi dalam rangka ilmu politik. Tulisan-tulisan seperti misalnya Frank J. Goodnow (awal abad ke XX), William B. Monro (1923), Leonard D. White (1926) tentang “An Introduction to the Study of Public Administration”; Elton Mayo dan Fritz Roethlisberger masing-masing sebagai ahli psikologi industri dan psikologi sosial. Keduanya mengembangkan penelitian tentang hubungan antara lingkungan kerja fisik dan produktivitas kerja (1927-1932); Mery Parker Follet (1928-1933) seorang filosof wanita dalam bidang politik dan sosial. Dalam tulisannya yang menekankan faktor manusia dalam administrasi, dengan pertimbangan utamanya bahwa problem pokok semua organisasi ialah “bagaimana mengembangkan dan memelihara dinamika dan hubungan yang rukun dan manusiawi dalam organisasi; Chester Irving Barnard (1938) mengembangkan toeri komprehensif dengan mengadakan pendekatan dan analisis tentang perilaku kerjasama dalam organisasi formal, dalam bukunya berjudul ”The Function of the Executive”; Herbert Alexander Simon (1947) mengembangkan ide Barnard dengan menggunakan konsekuensi keseimbangan  organisasi sebagai titik tolak untuk suatu teori motivasi kerjasama yang formal, dituangkan dalam bukunya yang berjudul “Administrative Behavior”. Menurut Simon, tidak ada cara pemecahan yang lebih baik terhadap permasalahn tertentu, tetapi beberapa cara pemecahan lebih memuaskan dari yang lainnya melalui pendekatan keperilakuan manusia dalam organisasi.
Dari kesemua hasil penelitian/experimen, analisis dan konsep (teori-teori) pengembangan ilmu administrasi tersebut di atas telah mengangkat bangsa Eropa jauh lebih maju dalam mengenal administrasi sebagai suatu ilmu pengetahuan hingga dewasa ini.
2.   Perkembangan Administrasi
Di Indonesia, administrasi sebagai proses penyelenggaraan yang merupakan gejala sosial telah ada jauh sebelum bangsa Eropa mengenalnya sebagai suatu ilmu pengetahuan. Pada sekitar abad   ke VII dan VIII Masehi  (+ 1.000 tahun lampau) yaitu pada zaman Majapahit dan Sriwijaya, administrasi sudah ada bersama-sama dengan expansi kedua kerajaan ini, bahkan lebih maju dan tinggi taraf penyelenggaraannya baik administrasi negara maupun administrasi niaganya bila dibadingkan dengan Negara-negara lainnya. Bukti untuk         hal ini, ialah pada zaman Majapahit telah berhasil menyatukan negara-negara yang ada di kawasan nusantara, bahkan sampai keluar wilayah         RI sekarang ini. Karenanya Majapahit sangat disegani oleh negara-negara di sekitarnya. Demikian pula Sriwijaya dengan hubungan dagangnya mengarungi lautan dengan kapal-kapalnya yang megah menjadi terkenal oleh negara-negara yang jauh dari kawasan Sriwijaya pada saat itu.
Walaupunn administrasi sebagai proses kegiatan sudah dikenal jauh sebelumnya, namun sebagai ilmu pengetahuan baru dikenal  pada sekitar  tahun 1957, yang ditandai dengan suatu momentum didirikannya LAN (Lembaga Administrasi Negara) di Jakarta. Tahun-tahun sebelumnya kegiatan untuk mengembangkan ilmu administrasi ini telah ada di Indonesia, seperti:
-      Tahun 1954 Pemerintah pernah mendatangkan  suatu perutusan dari Amerika Serikat untuk mengadakan penelitian tentang administrasi kepegawaian di Indonesia. Perutusan ini diketuai oleh Edward H.Litchfield dibantu oleh C. Rankin. Hasil penelitian ini dirumuskan dalam sebuah saran kepada pemerintah RI, dengan judul “Training Administration on Indonesia”.
-      Tahun 1959 Pemerintah mengundang kembali suatu tim ahli dari negara yang sama dengan diketuai oleh Lynton K.Caldwell dengan dibantu oleh Howard L. Timn. Hasil pertemuan dengan tim inilah yang kemudian mendorong pemerintah RI. untuk mengembangkan ilmu administrasi melalui LAN tersebut. Dari sinilah berkembang dan berdirinya berbagai perguruan tinggi dengan fakultas-fakultas               yang mengembangkan ilmu administrasi mulai dari administrasi negara, administrasi niaga, administrasi pemerintahan, administrasi pembangunan, administrasi pendidikan, administrasi perkantoran, dan lain sebagainya.
Perhatian besar pemerintah RI. terhadap pengembangan ilmu administrasi, terutama sekali karena pada awal-awal tahun kedaulatan dipulihkan, banyak jabatan-jabatan penting yang semula ditempati oleh orang-orang Belanda menjadi kosong, sedangkan tenaga-tenaga yang ada sangat kurang kemampuannya untuk mengisi kekosongan  tersebut, sehingga merupakan masalah yang berat bagi suatu negara baru seperti Indonesia pada waktu itu. Memang pada zaman kolonial Belanda dulu tidak memberi kesempatan kepada orang-orang Indonesia untuk menempati jabatan-jabatan administratif yang penting dalam menentukan kebijaksanaan politik atau jabatan pimpinan yang penting, kalaupun ada maka hanya sedikit saja yang mempunyai pengalaman administratif. Pendekatan pada waktu itu administrasi sebagai proses kegiatan yang integral semata-mata diperuntukkan bagi golongan orang-orang Belanda saja, sedangkan orang-orang Indonesia diabaikan dari jabatan-jabatan penting dan menentukan kebijaksanaan dalam negara pada waktu itu.
Semenjak berdirinya LAN hingga sekarang ini, ilmu administrasi         di Indonesia telah tumbuh dan berkembang dengan pesat, bahkan masing-masing unsur administrasi yang merupakan suatu kesatuan telah berdiri sendiri sebagai cabang ilmu pengetahuan juga berkembang dengan subur di Indonesia. Misalnya:
(a)   Dalam ilmu organisasi dikembangkan pengetahuan baru tentang organisasi dan metoda (Organization and Method).
(b)   Ilmu manajemen dikembangkan pula pengetahuan metodologi pengambilan keputusan (Decision Making Methology), penelitian operasional (Operational Research), Network planning dan sebagainya.
(c)   Dari ilmu komunikasi dalam administrasi dikembangkan pula pengetahuan baru “Cybernetics”.
(d)   Dari ilmu administrasi keuangan dikembangkan pula pengetahuan baru “Planning Programming Budgeting System (PPBS) atau nama lain sekarang sedang popular yaitu “Sistem Perencanaan Penyusunan Program dan Penganggaran, disingkat SP4.
(e)   Dari ilmu tata usaha dikembangkan pula pengetahuan baru yang ada hubungannya dengan computer seperti “Automatic Data Processing” (ADP), dan Management Information System” (MIS) dan sebagainya.
(f)    Sementara diusahakan untuk dikembangkan pula ilmu-ilmu kebudayaan administrasi, administrasi ekonomi pembangunan dan sebagainya sebagai jawaban atas problem pembangunan di negara kita sekarang ini dan untuk waktu-waktu mendatang.
Dengan berkembangnya ilmu administrasi di Indonesia, dewasa ini telah memberi angin segar dan ramai bagi berdirinya lembaga-lembaga pendidikan, balai pembinaan dan latihan jabatan pegawai, sekolah-sekolah staf dan calon pimpinan, penataran-penataran pra jabatan dan dalam jabatan untuk melengkapi dan meningkatkan ilmu pengetahuan serta disiplin administrasi yang lebih mantap dan dinamis guna mewujudkan cita-cita pembangunan bangsa yang pada suatu saat akan mampu berdiri di ats kemampuan bangsa sendiri tanpa menggantungkan diri kepada bangsa-bangsa lain.

C.   PENGERTIAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN
1.   Administrasi pada umumnya
Apabila kita berkunjung ke suatu kantor atau sekolah dan kita perhatikan dengan cermat, maka kita akan melihat banyak orang sedang sibuk dengan berbagai kegiatannya. Disana kita lihat ada orang yang sedang menulis, ada yang sedang menghitung, ada yang membaca, ada yang sedang berbincang-bincang tentang sesuatu hal dengan teman atau dengan orang lain, ada yang tengah memikirkan sesuatu hal untuk dipecahkan, ada yang sedang menerima dan mengirim surat, ada yang sedang mengetik, ada yang sedang menyusun atau mengatur buku, daftar, arsip, dan dokumen-dokumen penting, sementara ada pula yang sedang menunjukkan sesuatu kepada orang lain, bahkan ada pula yang sedang mengamati orang lain (bawahan) sedang bekerja, dan macam-macam kegiatan lainnya. Semua kegiatan yang telah disebutkan di atas, baik mereka yang bekerja sendiri-sendiri maupun bekerja bersama-sama bukanlah merupakan kegiatan yang berdiri sendiri-sendiri terpisah satu sama lain, akan tetapi kegiatan-kegiatan tersebut merupakan suatu kesatuan yang terikat oleh suatu tujuan yang sebelumnya telah disepakati bersama. Dengan kata lain, kegiatan-kegiatan itu adalah kegiatan yang berencana, terorganisir, teratur, dan  terkontrol/terkendali secara sistematis, kontinu dan bersasaran untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
Kegiatan-kegiatan yang telah disebutkan di atas adalah merupakan fenomena dari suatu iven yang memberikan ciri pada administrasi macam mana seseorang atau sekelompok orang itu melakukannya. Memang kegiatan administrasi sejak dahulu telah ada bahkan dapat dikatakan bahwa administrasi itu sendiri sama tuanya dengan adanya manusia di dunia ini,        dan berkembang bersamaan dengan peradaban manusia. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa apabila ada dua orang atau lebih yang bekerjasama melakukan suatu kegiatan dengan maksud untuk mencapai tujuan tertentu, maka kegiatan tersebut digolongkan sebagai kegiatan administrasi.
Pada umumnya pengertian administrasi yang dimaksudkan oleh kebanyakan orang dalam kehidupan sehari-hari adalah terjemahan dari kata “administratie” (Belanda) yang sama dengan “clerical-work” (Inggeris) yang berarti tata usaha. Pengertian ini adalah benar sesuai dengan pengamatan sepintas yang pernah dialami, akan tetapi masih berada dalam pandangan yang sempit, yang menyangkut kegiatan-kegiatan dari suatu kantor seperti menyelenggarakan surat-menyurat, mengatur dan mencatat penerimaan, penyimpanan, penggunaan, pemeliharaan dan pengeluaran barang-barang, mengurus keuangan, pengarsipan, dan sebagainya. Keseluruhan kegiatan tersebut di atas adalah merupakan kegiatan ketatausahaan yang bru merupakan gambaran sebagaian kecil dari keseluruhan proses administrasi yang sesungguhnya.
Administrasi dalam pengertian luas adalah terjemahan dari  kata “administration” (Inggeris). Secara etimologis, istilah tersebut berasal dari bahasa Latin “Administrare. Kata administrare terdiri dari kata ad + ministrare. Kata Ad mempunyai arti yang sama dengan kata to dalam bahasa Inggeris yang berate ke atau kepada; dan kata ministrare mempunyai arti yang sama dengan  to serve atau to conduct dalam bahasa Inggeris yang berarti melayani, membantu, menolong, memenuhi, atau mengarahkan. Jadi kata administrasi dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk melayani, usaha untuk membantu, usaha untuk menolong, usaha untuk memenuhi, usaha untuk mengarahkan  dan atau usaha untuk memimpin semua kegiatan yang telah direncanakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sedangkan orang yang diberi wewenang dan tanggung jawab formal dalam hierarki organisasi (kelompok kerjasama) untuk memberikan bantuan, pelayanan, pertolongan dalam usaha itu dinamakan “administrator, yang pada hakekatnya adalah seorang pelayan atau pembantu yang memberikan service dalam usaha mencapai tujuan tersebut.
Berdasarkan pengertian di atas, lalu orang mulai menyusun resep dalam pengertian yang umum tentang administrasi sebagaimana para ahli di bawah ini.
Herbert Alexander Simon, dalam bukunya “Public Administration” menyatakan : In its broadest sense, administration can be defined as the activities of group cooperating to accomplish common goals. Pengertiannya kurang lebih sebagai berikut: Dalam pengertian yang terluas, administrasi dapat dirumuskan sebagai kegiatan dari            kelompok orang yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama. (H.A.Simon, 1956:3).
Menurut Sondang P. Siagian, dalam bukunya “Filsafat Administrasi”, memberikan definisi administrasi sebagai “keseluruhan proses kerjasama antara dua orang manusia atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. (S.P. Siagian, 1975 :13). Sedangkan The Liang Gie dan Sutarto dalam bukunya “Pengertian, Kedudukan dan Perincian Ilmu Administrasi” mengemukakan definisi administrasi sebagai berikut : Administrasi adalah segenap rangkaian kegiatan penataan terhadap pekerjaan pokok yang dilakukan oleh kelompok orang dalam kerjasama mencapai tujuan tertentu. (The Liang Gie, 1977:13).
Berdasarkan ketiga definisi administrasi di atas, sampailah kita kepada suatu kesimpulan bahwa “administrasi adalah keseluruhan proses penataan kegiatan dari kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Dari definisi ini, dapat dipetik beberapa pokok pikiran yang merupakan kesamaan pendapat dari para ahli administrasi, yaitu antara lain:
(1)       Administrasi merupkan rangkaian kegiatan penataan.
(2)       Kegiatan penataan itu dilakukan oleh sekelompok orang.
(3)       Usaha kerjasama sekelompok orang itu mempunyai tujuan tertentu yang disepakati untuk dicapainya.
Pokok pikiran tersebut di atas ini memuat beberapa aspek penting yang merupakan faktor penyebab terjadinya administrasi, yaitu: (a) adanya manusia (dua orang atau lebih); (b) adanya tujuan yang hendak dicapai; (c) adanya serangkaian tugas pekerjaan yang harus dikerjakan; dan             (d) ada proses kerjasama (proses penataan).

2.   Administrasi Pendidikan
Pengertian administrasi pendidikan sampai pada abad ini masih belum terdapat suatu komitmen yang uniform dari para ahli tentang definisi administrasi pendidikan. Masing-masing ahli memberikan definisi yang berbeda-beda dengan dukungan argumentasi yang  cukup kuat dan rasional. Dalam realitasnya, ternyata masih terdapat sebagian orang yang memandang administrasi pendidikan itu sama dengan administrasi sekolah. (Periksa Pedoman Administrasi dan Supervisi Pendidikan Buku III-b, Kurikulum 1975 dalam pemakaian istilah tersebut). Kecenderungan inilah yang mengilhami keyakinan mereka sehingga dalam mendefinisikan administrasi pendidikan cenderung pula mempersempit pengertiannya, yaitu dalam konteks yang sama dengan tata usaha sekolah, administrasi pengajaran, dan administrasi sekolah. Sesungguhnya administrasi pendidikan itu lebih luas dibanding dengan administrasi tata usaha atau administrasi pengajaran maupun dengan administrasi sekolah.
Untuk menghindari terjadinya interpolasi penerapan pengertian, dan untuk menunjukkan bukti-bukti bahwa administrasi pendidikan itu lebih luas dari yang lainnya, maka ada beberapa alasan yang menjadi dasar pertimbangan dalam penulisan ini, yaitu:
a.    Administrasi pendidikan di Indonesia adalah merupakan bagian atau cabang dari ilmu administrasi umum, khususnya administrasi negara dimana dalam praktek penyelenggaraan administrasi pendidikan pada umumnya tetap berhubungan dengan pola penyelenggaraan sistem administrasi negara. Karena  itu, administrasi pendidikan di Indonesia dilaksanakan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang diatur oleh negara (pemerintah).
b.    Masalah pendidikan di Indonesia adalah juga masalah negara. Dasar dan tujuan pendidikan di Indonesia sama dengan dasar dan tujuan negara, yakni berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Karena itu, bagaimana bentuk dan sistem negara kita maka begitu pula pendidikannya. Administrasi pendidikan pada dasarnya menunjukkan ruang lingkup atau ruang gerak administrasi ke dalam bidang pendidikan. Dengan kata lain, administrasi pendidikan pada hakekatnya merupakan applaid ilmu administrasi dalam ilmu pendidikan, dimana dalam kegiatan pembinaan, pengembangan dan pengendalian usaha-usaha pendidikan yang diselenggarakan dalam bentuk kerjasama sejumlah orang adalah merupakan obyek atau sasaran kegiatan administrasi pendidikan. Demikian pula tujuan administrasi pendidikan berkaitan erat dengan tujuan pendidikan nasional, sebab administrasi pendidikan merupakan alat untuk mencapai tujuan umum pendidikan nasional.
c.    Wilayah cakupan administrasi pendidikan sama luasnya dengan wilayah cakupan pendidikan nasional yang dalam praktek penyelenggaraannya meliputi pendidikan formal, pendidikan non formal, dan pendidikan informal. Penyelenggaraan administrasi dalam arti luas tidak hanya dilaksanakan dalam sistem persekolahan akan tetapi meliputi pula kegiatan di luar sistem persekolahan, termasuk administrasi pendidikan yang berlangsung di dalam lingkungan keluarga. Demikian pula fungsi administrator pendidikan.
d.    Administrasi pendidikan memang lebih luas dari administrasi sekolah. Administrasi sekolah hanya merujuk kepada kegiatan-kegiatan administrasi yang diselenggarakan di sekolah, sedangkan administrasi pendidikan berkonfusi dan tersirat dalam konteks yang lebih luas meliputi pula administrasi pendidikan di luar sistem persekolahan. Ini berarti kontent administrasi pendidikan di dalamnya memuat sebagian masalah-masalah administrasi yang diselenggarakan di sekolah.
Gambaran tentang luas-sempitnya administrasi pendidikan telah jelas bagi kita, namun untuk merumuskan suatu pengertian yang lengkap rasanya sulit bagi kita untuk melepaskan begitu saja dari bayangan kita mengenai pengertian administrasi pada umumnya. Walaupun suatu rumusan tidak terlalu dapat menjelaskan pengertian secara lengkap dari keinginan kita, akan tetapi dalam banyak hal paling tidak dapat membantu mengurangi kesalahtafsiran kita tentang pengertian administrasi pendidikan yang sesungguhnya.
Chester W.Harris, dalam ”Encyclopedia of Educational Research”, memberikan pengertian administrasi pendidikan sebagai berikut: Educational administration is the process of integrating the effort of personal and utilizing appropriate materials in such a way as to promote effectively the development of human qualities. (Piet. A. Sahertian, dkk, 1982:4). Maksud definisi tersebut di atas kurang lebih sebagai berikut: Administrasi pendidikan adalah suatu proses pengintegrasian segala usaha pendayagunaan sumber-sumber personal dan material sebagai usaha untuk meningkatkan secara efektif pengembangan kualitas manusia.
Hadari Nawawi pada kesimpulannya berpendapat bahwa: Administrasi pendidikan adalah rangkaian kegiatan atau keseluruhan proses pengendalian usaha kerjasama sejumlah orang untuk mencapai tujuan pendidikan secara berencana dan sistematis yang diselenggarakan di lingkungan tertentu, terutama berupa lembaga pendidikan formal.  (Hadari Nawawi, 1981:11).
Sedangkan M.Ngalim Purwanto, dalam bukunya “Administrasi Pendidikan”, dijelaskan bahwa: Administrasi pendidikan adalah suatu proses keseluruhan kegiatan bersama dalam bidang pendidikan yang meliputi perencanaan, pelaporan dan pembiayaan, dengan menggunakan atau memanfaatkan fasilitas yang tersedia baik personil, material, maupun spiritual untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. (M.Ngalim Purwanto, 1975:12).
Akhir dari seluruh rumusan pengertian di atas disimpulkan bahwa: Administrasi pendidikan adalah suatu proses keseluruhan usaha kerjasama sekelompok orang dalam bidang pendidikan dengan memanfaatkan atau mendayagunakan segala sumber potensi yang tersedia, baik personil, material maupun spiritual secara berencana dan sistematis untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan secara efktif dan efisien.
Administrasi sebagai suatu proses keseluruhan menunjukkan rangkaian seluruh kegiatan, mulai dari kegiatan pimpinan sampai dengan kegiatan pelaksana, dari pemikiran penentuan tujuan pelaksanaan sampai tercapainya tujuan melalui serangkaian kegiatan pokok yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pengarahan, komunikasi, pengawasan dan penilaian, pembiayaan, pelaporan hingga perencanaan ulang. Keseluruhan proses kegiatan dimaksud adalah semua proses kegiatan tersebut di atas dan bukan menunjukkan  pada jumlah proses kegiatan tersebut. Usaha kerjasama sekelompok orang dalam bidang pendidikan adalah usaha sadar tujuan, yang diselenggarakan oleh orang-orang yang memang memiliki kesadaran dan kemampuan serta rasa tanggung jawab atas terselenggeranya pendidikan di lingkungan tertentu, baik formal, maupun nonformal.
             
3.   Administrasi Sekolah
Administrasi sekolah dalam uraian ini difokuskan pada applaid ilmu administrasi pendidikan di lingkungan lembaga pendidikan (persekolahan). Pembatasan ini memberi bingkai pembahasan            yang dikonsentrasikan pada wadah (institusi) tertentu yaitu khusus pada lembaga pendidikan formal (sekolah), dengan maksud untuk mengurangi atau meniadakan uraian lebih jauh dan meluas pada hal-hal lain di luar dari sistem persekolahan. Selain itu, pada administrasi pendidikan cakupannya meliputi kantor-kantor pendidikan dan kebudayaan dari pusat sampai daerah, maka pada administrasi sekolah hanya dikonsentrasikan pemikiran khusus pada administrasi lembaga pendidikan formal termasuk tata usaha sekolah.
          Stephen J.Knezevich, dalam bukunya “administration of Public Education”, mengemukakan pengertian administrasi sekolah sebagai berikut: School administration is a process concerned with creating, maintaining, stimulating, and unifying the energies within an education toward realization of the pre determined objective. (Piet A.Sahertian, dkk, 1982:5). Maksudnya Adminidtrasi sekolah adalah suatu proses yang terdiri dari usaha mengkreasi, memelihara, menstimulir, dan mempersatukan semua daya yang ada pada suatu lembaga pendidikan agar tercapai tujuan yang telah ditentukan lebih dahulu.
          Jan Turang, dalam bukunya “Administrasi Sekolah” mengemukakan pengertian administrasi sekolah sebagai “keseluruhan proses pengendalian, pengurusan dan pengaturan usaha-usaha untuk mencapai dan melaksanakan tujuan sekolah. (Jan Turang, 1973:14).
          Sedangkan oleh Oteng Sutisna, dalam bukunya “Guru dan Administrasi Sekolah”, mengemukakan bahwa “administrasi sekolah  sebagai keseluruhan rangkaian kegiatan memimpin dengan mana tujuan-tujuan sekolah dan cara-cara untuk mencapainya dikembangkan dan dijalankan. Ini meliputi kegiatan mengorganisasi personil, membentuk berbagai hubungan-hubungan organisasi, menyalurkan tanggung jawab, merencanakan kegiatan-kegiatan, mengkoordinasikan pelayanan-pelayanan pengajaran, membangun semangat guru-guru, mendorong inisiatif orang-orang dan kerjasama dalam kelompok ke arah tercapainya tujuan-tujuan dan nilai hasil-hasil dari rencana, prosedur, serta pelaksanaannya oleh guru-guru di sekolah. (Oteng Sutisna, 1979:3).
          Dengan menganalisis maksud dan tujuan serta hakekat dari pengertian administrasi sekolah tersebut di atas, kiranya cukup sebagai sampel yang dapat memberikan masukan bagi kita untuk menetapkan  suatu kesimpulan sebagai berikut:  yang dimaksud dengan administrasi sekolah adalah keseluruhan proses kegiatan segala sesuatu urusan sekolah yang dilaksanakan oleh personil sekolah (Kepala Sekolah, dan Stafnya, guru-guru dan karyawan sekolah lainnya) dalam suatu kerjasama yang harmonis unhtuk mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran di sekolah secara efektif dan efisien.
          Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka administrasi sekolah sebagai applaid administrasi pendidikan ke dalam lembaga pendidikan formal (sekolah) dapat diartikan sebagai berikut:
a.    Administrasi sekolah adalah suatu proses keseluruhan kegiatan yang berupaya merencanakan, mengatur (mengurus), melaksanakan dan mengendalikan semua urusan sekolah untk mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran di sekolah.
b.    Administrasi sekolah merupakan suatu proses pemanfaatan segala sumber (potensi) yang ada di sekolah, baik personil (Kepala sekolah dan stafnya serta guru-guru dan karyawan sekolah lainnya) maupun material (kurikulum, alat/media) dan fasilitas (sarana dan prasarana) serta dana yang ada di sekolah secara efektif.
c.    Administrasi sekolah merupakan suatu proses kerjasama yang meliputi proses social, proses teknis, proses fungsional dan proses operasional penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
d.    Administrasi sekolah sebagai suatu alat untuk melaksanakan dan mewujudkan tujuan pendidikan di sekolah yang meliputi: tujuan umum pendidikan, tujuan institusional (tujuan lembaga), tujuan kurikuler (tujuan bidang studi atau mata pelajaran), tujuan instruksional umum (TUP) dan tujuan instruksional khusus (TKP).
e.    Administrasi sekolah merupakan suatu proses yang berlangsung dalam suatu wadah (organisasi) yang disebut organisasi sekolah dan juga dalam suatu sistem dan mekanisme yang bersifat normal, karena seluruh penyelenggaraan administrasi sekolah diatur dan diurus berdasarkan aturan-aturan tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah. Aturan-aturan formal inilah yang membatasi kegiatan-kegiatan pengelolaan pendidikan yang berhubungan dengan jenis dan tingkat sekolah tertentu, sehingga kita kenal adanya administrasi SD, administrasi sekolah menengah (SMTP dan SMTA), administrasi perguruan tinggi, dan sebagainya.

Kesimpulan dari seluruh pengertian administrasi sekolah di atas, pada hakekatnya dapat diklasifikasikan atas dua kegiatan utama, yaitu kegiatan administrasi sebagai usaha pengendalian kegiatan pencapaian tujuan pendidikan di satu pihak, dan kegiatan operasional kependidikan untuk mencapai tujuan tersebut di pihak yang lain. Kegiatan operasional kependidikan adalah kegiatan teknis edukatif, seperti kegiatan belajar mengajar, bimbingan dan konseling, supervisi pendidikan, dan lain-lain. Untuk melaksanakan tugas-tugas operasional tersebut secara efektif diperlukan sejumlah tenaga profesional dalam bidang kependidikan termasuk juga kemampuan profesional di bidang penguasaan materi  bidang studi/mata pelajaran di luar bidang kependidikan. Sedangkan kegiatan administratif kependidikan adalah menyangkut kemampuan mengendalikan kegiatan operasional tersebut agar secara serempak seluruhnya bergerak dan terarah pada pencapaian tujuan yang ditetapkan. Tujuan mana pada dasarnya untuk mewujudkan efektivitas dan efisiensi kerja yang tinggi dalam menyelenggarakan tugas-tugas operasional yang bersifat teknis edukatif di lingkungan lembaga pendidikan formal tertentu.
Untuk membedakan kegiatan administratif kependidikan dan kegiatan operasional kependidikan, ikutilah contoh yang dikemukakan oleh Hadari Nawawi sebagai berikut: Menyusun kurikulum, mengatur agar kurikulum dapat dilaksanakan, menyediakan dan memelihara peralatan, mengadakan dan mengatur personil untuk merealisasikan kurikulum dan lain-lain adalah kegiatan yang termasuk dalam administrasi kependidikan. Sedangkan kegiatan menyusun persiapan mengajar (SAP), mengajar secara aktual di kelas, membimbing murid-murid untuk belajar guna mencapai prestasi maksimal sesuai dengan kemampuannya, menyusun dan melaksanakan evaluasi pendidikan (ujian), dan lain-lain adalah kegiatan yang ter,asuk dalam operasional kependidikan. (Hadari Nawawi, 1981:11).
Dengan menguasai pengertian tentang administrasi pendidikan dan administrasi sekolah beserta contoh-contoh konkrit yang membedakan kegiatan-kegiatan administratif kependidikan dan kegiatan teknis operasional kependidikan, seyogyanya kita telah memiliki  sebuah konsep yang bulat dengan langkah dan bahasa yang sama siap menghadapi dan mengeluti tugas-tugas kita yang akan dating, kapan dan dimanapun, baik dalam usaha yang kecil dan sederhana maupun dalam usaha yang besar dan kompleks. Seperti apa yang diungkapkan oleh Oteng Sutisna, bahwa …. Administrasi itu dimanapun sama, apakah dalam pemerintahan, perusahaan, atau pendidikan, apakah dalam usaha yang besar dan kompleks seperti misalnya sebuah departemen pendidikan atau dalam usaha yang kecil dan sederhana, seperti misalnya sebuah sekolah rakyat. (Oteng Sutisna, 1964:2). Pokoknya, semua kegiatan sekolah dari yang meliputi usaha besar seperti mengenai perumusan policy, kontrol, perlengkapan dan seterusnya, sampai kepada usaha-usaha yang kecil          dan sederhana sepertinya penjaga sekolah dsb, (M. Ngalim Purwanto,         1970 : 9), Semuanya itu termasuk dalam kegiatan administrasi pendidikan di sekolah. Kegiatan-kegiatan tersebut di atas harus mampu dilaksanakan oleh setiap orang yang disebut administrator pendidikan yang profesional, kalau tidak maka akan disebut sebagai seorang tukang. Oleh sebab itu,  para administrator pendidikan untuk sekarang, dan dimasa-masa yang akan datang lebih dituntut kemampuan profesionalnya, yang diharapkan ia dapat dan mampu:
(a)  Berpikir administratif (administrative thinking);
(b)  Berperilaku Administratif (administrative behavior); dan
(c)  Bersikap administratif (administrative attitude);
 
  1. FAKTOR-FAKTOR DAN UNDUR-UNSUR DALAM ADMINISTRASI PENDIDIKAN
Di beberapa literatur administrasi yang sempat kit abaca, disana diketemukan istilah faktor dan unsur kadang-kadang dipertukarkan karena sebagian menganggap kedua istilah itu identik (sama) artinya. Agar supaya kita tidak salah (keliru) dalam menggunakan kedua istilah ini, baik dalam ungkapan lisan maupun dalam tulisan, tidak berlebihan jika kita telah lebih dahulu perbedaan kedua istilah tersebut.
Di dalam Ensiklopedia Administrasi, dijelaskan bahwa faktor merupakan syarat atau penyebab terjadinya administrasi. Tidak ada salah satu di antara faktor tersebut maka tidak aka nada administrasi, karena faktor merupakan sesuatu yang ikut menyebabkan atau mempengaruhi terjadinya suatu hasil atau keadaan. Pengertian faktor lebih luas daripada unsur, sebab kumpulan dari faktor-faktor itu selalu merupakan penyebab atau pendorong timbulnya sesuatu hal lain yang merupakan kebulatan. Sedangkan unsur adalah bagian dari sesuatu kebulatan. Tidak adanya unsur bukan berarti sesuatu kejadian atau suatu akibat itu tidak ada. Akibat atau kejadian itu ada tetapi kurang sempurna. (Staf Dosen BPA, 1977 : 119).
Untuk jelasnya perbedaan antara faktor  dan unsur ini, ikutilah contoh konkrit yang dikemukakan oleh Pariata Westra, dkk, sebagai berikut: Sebuah baju mempunyai faktor, antara lain: kain, benang, dan tukang jahit (penjahit). Tidak ada ketiga-tiganya atau salah satu diantaranya faktor tersebut  tidaka akan ada baju. Sedangkan unsur-unsur baju antara lain : saku, kancing, lengan, dan lain-lain. Hilangnya salah satu diantara unsur-unsur tersebut, baju tetap ada  hanya saja baju tersebut kurang sempurna. Jika baju tersebut diganti dengan administrasi, maka faktor penyebab terjadinya administrasi tersebut antara lain: sekelompok manusia, usaha bersama, proses penataan   atau penyelenggaraan, dan tujuan tertentu. (Pariata Westra, dkk., 1980: A.20).
1.   Faktor-faktor Administrasi Pendidikan
Pengertian faktor dan unsur dalam administrasi pendidikan telah jelas bagi kita. Faktor penyebab terjadinya administrasi paling tidak meliputi empat pokok pikiran (faktor) sebagai berikut:
a.   Sekelompok Orang
Yang dimaksud dengan sekelompok orang dalam administrasi pendidikan pada hakekatnya adalah sekumpulan orang-orang yang jumlah minimalnya dua orang dan maksimalnya tidak terbatas.  Proses administrasi baru terjadi kalau yang melakukan administrasi  itu adalah sekelompok orang yang sepakat untuk bekerjasama dalam suatu ikatan formal untuk mencapai tujuan tertentu (tujuan bersama). Disini faktor manusia menjadi amat penting dan menentukan dibanding dengan unsur administrasi lainnya. Sebab itu, seandainya ada kegiatan yang dilakukan bukan oleh manusia, misalnya oleh mesin atau sekelompok mesin menyerupai manusia (umpamanya robot) tetapi kegiatan  tersebut tidak ada manusianya, maka hal itu tidak termasuk dalam lingkup administrasi. Demikian pula jika kegiatan itu dikerjakan oleh manusia seorang diri  dan bukan merupakan bagian dari suatu kelompok formal, maka kegiatan ini juga tidak dapa digolongkan sebagai kegiatan administrasi. Begitu pentingnya manusia dalam administrasi, sehingga ini juga tidak dapat digolongkan sebagai kegiatan administrasi. Begitu pentingnya manusia dalam administrasi, sehingga oleh S.P. Siagian dinyatakan bahwa : Manusia tidak hanya penting tetapi terpenting dalam proses administrasi dan merupakan salah satu aksioma administrasi. (S.P. Siagian, 1976:7). Suatu kenyataan menunjukkan bahwa administrasi yang baik itu adalah ditentukan oleh           manusia-manusianya, tanpa manusia akan sulit dibayangkan timbulnya suatu administrasi yang baik. Sekelompok orang dalam administrasi pendidikan di sekolah biasanya terdiri dari : Pimpinan sekolah, Wakil pimpinan staf pelaksana, tenaga teknis, guru-guru dan karyawan administratif (tenaga tata usaha) serta penjaga sekolah dsb.
b.   Rangkaian kegiatan penataan (Sistematis)
Faktor penataan sebagai pokok pikiran kedua sekaligus merupakan suatu ciri yang membedakan kegiatan administrasi dengan kegiatan lainnya yang juga dilakukan oleh sekelompok orang. Rangkaian kegiatan penataan ini tidak berdiri sendiri (tunggal) melainkan terdiri dari beberapa kegiatan yang diwujudkan dalam bentuk:
(1)  Merencanakan kegiatan-kegiatan yang perlu dikerjakan;
(2)  Menyusun dan membagi kerja dalam urutan yang logis;
(3)  Menetapkan hubungan kerja secara hirarkis;
(4)  Mengarahkan dan menyelaraskan kegiatan-kegiatan secara harmonis.
(5)  Mengendalikan dan menyempurnakan pelaksanaan pekerjaan dalam usaha kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu.
Proses kegiatan penataan ini termasuk di dalamnya segenap rangkaian perbuatan melaksanakan (implementasi) semua keputusan yang telah diambil sebelumnya. Karena itu, administrasi berhubungan dengan apapun yang akan dilakukan setelah ditetapkan tujuan bersama. Tetapi perlu, bahwa kegiatan penataan itu bukanlah merupakan kegiatan substantif yang berhubungan dengan tercapainya tujuan pokok dari usaha kerjasama melainkan hanyalah merupakan penunjang agar kegiatan substantif tersebut dapat terlaksana dengan baik dan lancar.
c.    Usaha bersama
Yang dimaksud dengan usaha bersama dalam administrasi pendidikan adalah usaha bersama sekelompok orang untuk melaksanakan dan mewujudkan suatu maksud tertentu. Usaha kerjasama dalam administrasi ini dapat digolongkan atas dua sifat kerjasama, yaitu: (a) Kerjasama yang bersifat ikhlas dan sukarela (Voluntary cooperation), dan (b) kerjasama yang bersifat paksaan atau semu (Compulsory atau antagonistic cooperation). Kedua macam sifat kerjasama dalam administrasi ini seringkali terjadi, paling banyak ditentukan oleh faktor situasi dan kondisi lingkungan kerja serta sifat dari pimpinan itu sendiri. Kadangkala suatu kerjasama dapat tercipta dengan baik (efektif) dalam suatu sistem administrasi yang dilakukan atas dasar paksaan dan perintah semata-mata disertai pengawasan yang ketat. Namun tidaklah berarti bahwa cara semacam itulah yang terbaik, sebab dalam situasi yang lain kerjasama semacam itu jarang sekali orang dapat mencapai keberhasilan yang memuaskan, bahkan kadang-kadang mengalami kegagalan fatal dalam suatu organisasi.
Mekanisme kerjasama yang baik dapat terlihat secara jelas   dalam pembagian kerja dan tergambar dalam hirarkis yang disusun, tersedianya peralatan dan perbekalan yang memadai untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah terbagi dalam susunan yang jelas serta aturan-aturan administratif yang mudah difahami dan dipatuhi dalam usaha mewujudkan kerjasama tersebut.
d.   Tujuan Tertentu
Yang dimaksud dengan tujuan dalam pengertian administrasi pendidikan, ialah kebutuhan baik jasmani maupun rohani yang harus diperjuangkan melalui usaha-usaha nyata untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Tujuan yang bersifat rohaniah dalam organisasi  dan administrasi pendidikan ialah memberikan pelayanan rohani untuk mencapai kepuasan dalam kerja, seperti pemberian layanan  pendidikan dan pengajaran, penataran, penghargaan, dsb. Sedangkan tujuan yang bersifat jasmaniah ialah memperoleh bantuan balas jasa atas jasa yang telah diberikan, seperti pemberian gaji, honor, dan tunjangan lainnya yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan jasmniah, seperti makanan, pakaian, perumahan, kesehatan, dan kebutuhan hidup lainnya.
Selain kedua jenis dan sifat tujuan tersebut di atas, terdapat pula tujuan kegiatan administrasi pendidikan itu sendiri, yaitu pemenuhan kebutuhan jasmani dan rohani untuk mencapai tingkat efektivitas dan efisiensi dalam pelaksanaan tugas-tugas pendidikan.
Tujuan yang disebutkan terakhir ini akan dijelaskan lebih lanjut dalam Sub Bab: Dasar dan Tujuan Administrasi Pendidikan. 
2.   Unsur-unsur dalam Administrasi Pendidikan
Unsur-unsur dalam administrasi pendidikan adalah sebagai aktivitas penataan tugas-tugas pokok dari usaha kerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Unsur-unsur tersebut dapat diuraikan berturut-turut sebagai berikut:
a.   Organisasi
Organisasi merupakan salah satu unsur dari administrasi sekaligus unsur ini pula merupakan salah satu fungsi atau kegitan adminitratif pada level pimpinan. Fungsinya untuk mewujudkan suatu sistem dan mekanisme kerjasama yang lebih baik kompak dan diarahkan pada usaha mengerjakan tugas-tugas operatif yang lebih tepat guna tercapainya tujuan bersama.
Pengertian tersebut di atas, menunjukkan bahwa organisasi merupakan suatu proses penataan, pengaturan, penyusunan, pembgian tugas pekerjaan dari sekelompok orang dalam usaha kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu.dalam pengertian seperti tersebut di atas, unsur organisasi lebih tepat dinamakan ”pengorganisasian” (organizing).
Langkah pertama pengorganisasian ini diwujudkan melalui perencanaa, dengan menetapkan bidang-bidang atau fungsi-fungsi tertentu yang akan diselenggarakan oleh unit-unit tertentu. Bidang-bidang (fungsi-fungsi) tersebut merupakan total sistem yang diarahkan dan bergerak ke arah suatu tujuan yang sama, yaitu tujuan organisasi. Dengan demikian, setiap pembidangan kerja dapat ditempatkan sebagai subsistem yang lebih kecil untuk mengemban sejumlah tugas yang sejenis sebagai bagian dari keseluruhan kegiatan kelompok kerjasama tersebut. Pembidangan semacam ini secara administratif dan organisatoris harus ditampilkan melalui bagan struktur organisasi formal dengan mekanisme (kerangka kerja) yang menggambarkan fungsi masing-masing subsistem dan sub-subsistem dengan wewenang dan tanggung jawab yang bersifat hirarkis (bertingkat) berdasarkan proporsi beban tugas, sifat pekerjaan dan spesialisasi yang diperlukan untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab masing-masing. Keadaan demikian ini tidak berarti adanya pengkotakan dalam pembagian kerja yang terlepas satu sama lain secara terpisah dan mandiri, akan tetapi tetap merupkan satu kesatuan yang bulat dan seimbang dalam usaha mencapai tujuan bersama (tujuan organisasi).
Pembidangan kerja dari suatu total sistem menjadi beberapa subsistem dapat dilakukan dalam beberapa bentuk. Bentuk pembidangan tersebut seperti apa yang dijelaskan oleh Hadari Nawawi dalam bukunya ”Administrasi Pendidikan”, sbb:
1)    Subsistem yang bersifat struktural, yaitu pembagian satuan kerja atas dasar hirarki jabatan/kepangkatan dari yang tertinggi sampai kepada yang terendah. Satuan kerja yang tertinggi sebagai jabatan disediakan untuk pejabat dengan pangkat tertinggi secara berurutan dan sebaliknya jabatan terendah untuk petugas dengan pangkat terendah. Dengan demikian dalam struktur akan terdapat jabatan Kepala, Wakil Kepala, Sekretaris, Kepala Biro, Kepala bagian, Kepala seksi, dan Kepala Urusan, sehingga pejabat yang memiliki kepangkatan tertinggi otomatis menduduki jabatan Kepala dan seterusnya secara bertingkat menurun sampai jabatan Kepala urusan untuk pangkat yang terendah, dan sebagainya.
2)    Subsistem yang bersifat fungsional, yakni pembagian satuan kerja atas dasar fungsi yang diemban masing-masing pejabat. Fungsi dari subsistem ini dikonsentrasikan pada keahlian atau kemampuan fungsional pejabat. Karena itu, orang yang ditunjuk untuk jabatan ini harus mampu mewujudkan fungsi satuan kerja masing-masing atas dasar keahlian dan kemampuannya tanpa menghiraukan hirarki kepangkatan, karena pada jabatan tersebut bukanlah merupakan jabatantersebut bukanlah merupakan jabatan yang berjenjang atau bertingkat.Misalnya, jabatan untuk Koordinator Olahraga, Koordinator Kesenian, Koordinator Keputrian, Koordinator Kepramukaan, Koordinator UKS, Koordinator PSB (Perpustakaan), dan lain sebagainya.
3)    Subsistem yang bersifat sektoral, yakni pembagian kerja berdasarkan struktur organisasi yang terdapat dalam unit organisasi kerja di atasnya (lebih tinggi), sehingga menjadi  sub-subsistem yang lebih kecil, yang berjalan dari unit  kerja yang tertinggi sampai kepada unit kerja yang terendah. Misalnya, instansi diatasnya membagi satuan kerja                  di lingkungannya atas : Biro A, Biro B, Biro C. Pada instansi            di bawah satuan kerja tersebut tersebut adalah Bagian A, Bagian B, dan bagian C, dan seterusnya Seksi A, seksi B dan Seksi C, hingga sampai pada Urusan A, urusan B, dan Urusan C di lingkungan instansi yang lebih rendah. (Hadari Nawawi,  1981 : 28-29).
Dalam praktek organisasi, ternyata jarang sekali kita ketemukan penggunaan salah astu subsistem tersebut di atgas secara murni, akan tetapi kerapkali digunakan secara gabungan (kombinasi). Penggunaan subsistem fungsional yang agak mendekati murini ditemui sebagaian pada kerjasama sekelompok orang seperti dalam Kepanitiaan, Tim Kerja serta organisasi Sosial Politik yang pejabatnya dipilih oleh anggota-anggota di dalam organisasi itu sendiri.
Selain itu, ada tiga bentuk organisasi yang umum dikenal, ayitu organisasi Lini (Line Organization), organisasi staf (Staff Organization), dan gabungan keduanya, yaitu organisasi lini dan staf (Line and staff Organization).
1)   Organisasi Lini (Line Organization)
Bentuk organisasi ini sangat sederhana dengan garis perintah (komando) yang berjalan lurus dari atas ke bawah dalam hubungan kerja yang cenderung bersifat otoritatif. Setiap petugas hanya bertanggung jawab kepada pimpinan yang tunggal (pucuk pimpinan) tanpa memperhatikan pengaruh-pengaruh lain dari kawan sekerja yang sederajat/setaraf. Wewenang sepenuhnya berada pada pucuk pimpinan, karena itu, bawahan hanya berkewajiban melaksanakan tugas-tugas yang diperintahkan (dikomando) dari atas secara bertingkat. Disamping itu, bawahan tidak mempunyai wewenang menentukan kebijaksanaan, kecuali wewenang untuk melaksanakan tugas yang telah diperintahkan.
2)   Organisasi Staf (Staff Organization)
Bentuk organisasi ini mempunyai garis kebijaksanaan yang menyebar secara horizontal dan dalam hubungan kerja yang bersifat demokratis. Wewenang dibagi habis menurut jenjang satuan kerja berdasarkan beban tugas masing-masing. Setiap jenjang satuan kerja yang ada diberi pula wewenang untuk menentukan kebijaksaan organisasi sejauh tidak bertentangan dengan kebijaksanaan pokok pucuk pimpinan. Realisasi pelaksanaan beban kerja (tugas) setiap satuan kerja bertanggung jawab kepada satuan kerja di atasnya.
3)   Organisasi Lini dan Staf (Line and Staff Organization)
Bentuk organisasi ini merupakan gabungan (kombinasi) antara bentuk organisasi lini dan organisasi lini dan organisasi staf. Garis komando bersifat instruktif dan garis kebijaksaanyang bersifat demokrtis dalam hubungan kerja yang bersifat kooperatif. Dengan demikian, wewenang yang bersifat prinsipil tetap berada pada pucuk pimpinan, sedangkan yang lainnya disalurkan secara menyebar pada satuan kerja sesuai jenjang dan beban tugas masing-masing.

Lain halnya dengan organisasi kerja yang diselenggarakan oleh pemerintah (termasuk organisasi di bidang pendidikan), struktur organisasi yang ada biasanya telah ditetapkan secara resmi oleh instansi di atasnya yang berwewenang. Biasanya ketentuan organisasi semacam ini dituangkan dalam bentuk Surat keputusan yang isinya memuat  antara lain:
(a)      Susunan dan penjenjangan satuan kerja (pola usaha kerjasama);
(b)      Jabatan-jabatan yang bersifat struktural;
(c)      Perincian hubungan kerja (mekanisme kerja) masing-masing satuan kerja;
(d)      Perincian tugas yang menggambarkan wewenang dan tanggun jawab setiap satuan kerja;
(e)      Penentuan kepangkatan untuk dapat menduduki jabatan tertentu;
(f)       Batas-batas wewenang dari setiap satuan kerja, dsb.
Dengan demikian, untuk mewujudkan penyusunan suatu organisasi yang baik (efektif) bagi pencapaian tujuan, perlu diperhatikan beberapa dasar pemikiran sebagai berikut:
(a)    Organisasi yang disusun harus fungsional bagi pencapaian tujuan;
(b)    Pengelompokkan satuan kerja harus menggambarkan pembagian yang jelas;
(c)    Organisasi yang baik harus menampakkan usaha mengatur pelimpahan wewenang dan tanggung jawab dengan tegas;
(d)    Organisasi harus mencerminkan rentangan kontrol;
(e)    Organisasi yang baik harus fleksibel dan seimbang;
(f)     Organisasi yang baik harus dapat merumuskan tujuan yang ingin dicapai dengan jelas yang memungkinkan orang lain dapat mengetahuinya.
b.   Manajemen
Manajemen dapat diartikan sebagai ”kegiatan mengendalikan dan memanfaatkan semua faktor dan sumber daya, yang menurut suatu perencanaan diperlukan untuk mencapai atau menyelesaikan suatu tujuan tertentu”. (Prajudi Atmosudirdjo, 1984:124). Pencapaian tujuan dalam pemgertian ini menunjukkan bahwa manajemen mengandung unsur usaha dan proses. Usaha ditujukan  oleh kemampuan pimpinan dan staf yang terlibat untuk mengarahkan  segala fasilitas yang ada, antara lain alat-alat, benda, ruang tempat kerja, waktu, metode kerja, uang, dan sebagainya, yang kesemuanya dapat mempermudah pelaksanaan kerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan proses ditujukan oleh jalannya usaha dalam rangka pencapaian tujuan. Misalnya, melakukan kegiatan usaha perencanaan, membuat keputusan terhadap masalah-masalah yang timbul, membimbing bawahan, mengkoordinasikan satuan-satuan dalam pelaksanaan kerja, mengendalikan pelaksanaan kerja, melakukan penyempurnaan baik bentuk organisasi maupun tata kerja dari usaha kerjasama tersebut, dsb.
Dalam memimpin proses penataan seperti tersebut di atas, seorang manajer pada dasarnya bertanggung jawab atas dua macam kegiatan pokok, yaitu:
(a)      Kegiatan mengarahkan orang-orang (daya/forces), yakni membangkitkan semangat kerja bawahan, memberikan dorongan (motivasi) agar mereka bekerja lebih giat dan tekun, menjuruskan (mengarahkan) dan menertibkan mereka agar disiplin dalam melakukan tugas-tugasnya dengan baik, demi tercapainya tujuan dalam usaha kerjasama tersebut.
(b)     Kegiatan mengarahkan segala fasilitas (dana/funds/resorces),          yaitu menghimpun, mengatur, memelihara, dan mengontrol segala fasilitas yang ada, berupa alat-alat, benda, ruang, uang, waktu, metode kerja, serta peralatan lainnya yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang telah direncanakan sebelumnya guna tercapainya tujuan seoptimal mungkin.
  Upaya untuk menggerakkan orang-orang secara efektif dan mengarahkan segala fasilitas secara efisien, seorang manajer minimal harus memiliki dua syarat utama, yaitu:
(a)   Kualitas kepemimpinan (quality of leadership), yakni sifat-sifat atau nilai-nilai pribadi tertentu yang dapat mengangkat martabat kesuksesannya sebagai pemimpin.
(b)  Kemahiran dalam manajemen (managerial skill), yakni kemahiran yang diperoleh dengan senantiasa belajar dan berlatih secara terus menerus dalam bidang administrasi umumnya dan dalam bidang manajemen pada khususnya.
Apabila kita ingin mempertegas pengertian kedua syarat                 di atas, sulit bagi kita untuk memisahkan kaitan antara kepemimpinan dan manajemen, administrasi dan organisasi, pengambilan keputusan dan human relations. Menurut Soewarno Handayaningrat, kesulitan disebabkan karena, administrasi itu sendiri pada hakekatnya terdiri dari organisasi dana manajemen (Organization and Management : Orway Tead), sedang inti daripada manajemen adalah kepemimpinan (leadership is the             key to management : Dimock and Koening), inti daripada kepemimpinan adalah pengambilan keputusan (decision making : Prajudi Atmosudirdjo), dan dalam proses pengambilan keputusan tersebut yang perlu dipertimbangkan oleh manajer ialah hubungan antar manusia (human relations), terutama antara pimpinan dan yang dipimpin atau bawahan (S.P. Siagian). Jelaslah, dalam proses pengambilan keputusan faktor hubungan antar manusia perlu dipertimbangkan sebagai sesuatu yang amat penting. Karena itu, dikatakan bahwa inti daripada pengambilan keputusan ialah hubungan antar manusia (human relations). Saling hubungan antar unsur-unsur tersebut di atas dapat dilukiskan seperti pada gambar di bawah ini. (Soewarno Handayaningrat, 1982:7).
1 …………………………….
 
                                                        
1. Administrasi
                                                                   2. Organisasi
                                                                    3. Manajemen                                                                        4. Kepemimpinan                                                                        5. Pengambilan
    keputusan          
6. Human Relations




Dalam prakteknya, keenam komponen tersebut di atas sulit dipisahkan akan tetapi untuk kepentingan teoritis komponen-komponen tersebut mengandung pengertian yang dapat dibedakan. Secara kuantitatif, perbedaannya terletak pada luas sempitnya ruang lingkup masing-masing sebagaimana dilukiskan pada gambar di atas.
Chester Irving Barnard, mengemukakan tiga tingkat          praktek manajer yang berhasil adalah bertalian dengan :                    (a) Pengetahuan tentang pekerjaan (Job know how), (b) Segi-segi khusus dalam praktek organisasi (Specific organization practice), dan (c) Pengertian-pengertian yang azasi dan dasar (Principles  and fundamentale). Ketiga syarat keberhasilan tersebut menurut Terry harus dilengkapi pula dengan kemampuan/kemahiran berpikir sesuai dengan tingkat kedudukannya, yaitu (a) rutin atau telah terbiasa (routine or habit thinking), (b) pemecahan masalah (problem solving thinking), dan (c) penciptaan gagasan-gagasan baru (creative thinking). (John F.Mee, 1956:3). Sedangkan resep Auren Uris, dikatakan bahwa kategori kemahiran yang perlu dimiliki setiap pejabat pimpinan/manajer adalah: (a) yang bertalian dengan hubungan kerja  kemanusiaan (human relations skills), seperti bekerja bersama bawahan dan memupuk hubungan baik dengan        atasan; (b) prosedural dan administratif (prosedural or administrative skills), seperti mengontrol pekerjaan-pekerjaan tata usaha dan mempergunakan waktu kerja dengan efektif;                      (c) kematangan pribadi (personal skills), seperti pengaturan daya ingatan, pemusatan cipta. (Uren Uris, 1957:212).
Masalah kemahiran (skills) manajer ini oleh Rex F. Marlow dalam bukunya ”Social Science in Public Relations”, membagi kemahiran administrator itu atas tiga bagian, yaitu:
(a)    Kemahiran teknis yang cukup untuk melakukan uapay dari tugas, khususnya yang menjadi tanggung jawabnya (Technical skill) = TS.
(b)   Kemahiran bercorak kemanusiaan yang cukup dalam bekerjasama guna menciptakan keserasian kelompok yang efektif yang mampu menumbuhkan kerjasama diantara anggota-anggota bawahan yang dipimpin (Human skills) = HS.
(c)    Kemahiran menyelami keadaan yang cukup untuk menemukan antar hubungan dari berbagai faktor yang tersangkut dalam suasana itu, yang biasa memberikan petunjuk kepadanya dalam mengambil langkah-langkah tertentu sehingga mencapai hasil yang maksimal bagi organisasi secara keseluruhan (Conseptual skill) = CS. (Rex. F.Harlow, 1957:189).
Kemahiran-kemahiran tersebut di atas berhubungan erat dengan tingkat kecakapan/ketrampilan manajer pada setiap organisasi kerja, seperti:
MTA =     Manajer Tingkat Atas (Top Manajer), pucuk pimpinan yang menempati posisi tertinggi sehingga ia harus bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan organisasi/lembaga.
MTM =    Manajer Tingkat Menengah (Midle Manager), yakni pimpinan tingkat menengah yang menjabat sebagai staf pembantu dari Top Manager.
MTB =     Manajer Tingkat Bawah (Lower Manager), yakni pimpinan pelaksana yang bertanggung jawabatas terwujudnya beban tugas/pekerjaan yang harus dilaksanakan sehari-hari di lingkungan organisasi/ lembaga.
Ketiga ketrampilan manajer tersebut di atas apabila dianalisis, maka terdapat dua kelompok fungsi manajer, yaitu :
KMA =     Ketrampilan Manajemen Administratif (management of Administrative Skills), dan
KMO =     Ketrampilan Manajemen Operatif (Management of Operative Skills).
Kegiatan masing-masing dari kedua jenis ketrampilan manajement   di atas, dapat dilihat perinciannya pada Bab II dalam  buku ini.
Apabila tingkat-tingkat ketrampilan manajer di atas dikaitkan dengan kadar fungsinya masing-masing, maka akan nampak gambaran dalam bentuk sebuah bagan sebagai berikut:
K.M.A
MTA                                                                  Top Manager
MTM                                                                 Middle Manager
MTB                                                                  Lower Manager

Gambar 2.  Tingkat-tingkat keterampilan Manajer Pendidikan dan
                Batas kewenangannya masing-masing.

Tingkat-tingkat ketrampilan manajemen tersebut di atas selain menunjuk kepada kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap pemimpin (Manajer), juga menggambarkan batas wewenang dan tanggung jawab setiap tingkat pimpinan pada suatu organisasi formal tertentu. 
c.    Komunikasi
Komunikasi = Communicare (Latin) yang berrati memberitahukan atau berpartisipasi, menjadi milik bersama. Secara luas, komunikasi mengandung pengertian  memberitahukan (menyebarkan) informasi, berita, pesan, pengetahuan, pikiran, nilai-nilai tertentu, dengan maksud agar menggugah partisipasi dengan harapan agar hal-hal (informasi) yang diberitahukan tersebut menjadi milik bersama antara orang yang menyampaikan (komunikator) dengan orang yang menerima informasi itu (komunikan). Disini komunikasi merupakan kegiatan manusia untuk berhubungan satu sama lain yang demikian otomatis keadaannya, sehingga sering kita tidak sadari bahwa ketrampilan berkomunikasi adalah merupakan hasil kegiatan belajar manusia.
Kegiatan berhubungan satu sama lain adalah bagian yang hakiki dari kehidupan manusia dalam organisasi dan dalam masyarakat. Dengan kata lain, manusia akan kehilangan hakekatnya sebagai manusia apabila dijauhkan dari melakukan kegiatan komunikasi sesamanya. Demikian pula halnya penyelenggaraan administrasi pendidikan, kegiatannya tidak akan berjalan lancar apabila komunikasi kurang dijalin dengan baik diantara sesama anggota dan dengan orang lain dalam suatu organisasi. Hal ini akan menentukan pula lancar-tidaknya usaha kerjasama dalam mencapai tujuan organisasi tersebut.
Apabila uraian di atas dianalisis, maka dalam komunikasi terdapat beberapa faktor penting yang memungkinkan berlangsungnya suatu komunikasi secara efektif. Faktor-faktor tersebut antara lain sebagai berikut:
(a)  Siapa yang berkomunikasi ? (sumber/komunikator),
(b)  Mengapa ia berkomunikasi ? (tujuan yang dinginkan),
(c)  Kepada siapa ia berkomunikasi ? (penerima/komunikan),
(d)  Apa yang ia komunikasikan ? (pesan, ide, data, informasi),
(e)  Sarana komunikasi apa yang digunakan sehingga pesan dapat diterima oleh dipenerima pesan ? (saluran, alat, chanel),
(f)   Dimana ia berkomunikasi ? (tempat, wadah, organisasi)
(g)  Dalam hubungan apa ia berkomunikasi ? (sifat hubungan),
(h)  Kapan ia berkomunikasi ? (saat, waktu, keadaan).
Demikian beberapa faktor komunikasi yang merupakan syarat terjadinya suatu komunikasi yang baik, terutama dalam hubungan dengan usaha kerjasama mencapai tujuan organisasi/ lembaga. Komunikasi yang efektif hanya mungkin berlangsung apabila setiap individu memperlakukan individu lain sebagai subyek dalam bentuk saling menghormati, saling menghargai dan saling mempercayai. Perlakuan manusia seperti itu akan mewujudkan human relationship yang efektif, yang hanya mungkin terjadi apabila setiap personil menyadari dan memainkan peranan sesuai dengan posisinya masing-masing di dalam  organisasi, dan dalam  kedudukannya sebagai personil yang mempunyai harkat dan martabat kemanusiaan. Hubungan manusiawi yang wajar dan harmonis akan menimbulkan suasana kerjasama yang memberikan dukungan bagi pencapaian tujuan organisasi sebagai tujuan bersama. Dalam suasana kerjasama yang demikian terdapat komunikasi antar individu yang efektif sebagai kondisi yang dapat memberikan efek-efek sbb:
(a)   Mempermudah mendapatkan informasi yang diperlukan guna mewujudkan kerjasama yang menjadi bebam tugas organisasi;
(b)   Mempermudah pelaksanaan konsep dan tugas-tugas lain yang memerlukan tanggung jawab;
(c)   Mempermudah memberikan dorongan agar setiap personil berpikir dan bekerja  dengan penuh inisiatif, kreatif dan disertai dedikasi yang tinggi;
(d)   Memberikan kepuasan kepada setiap personil, karena dapat memenuhi dorongan ingin tahu yang ada pada dirinya sesuai dengan posisi masing-masing. (Hadari Nawawi, 1981:47).


d.   Kepegawaian
Kegiatan kepegawaian diartikan sebagai suatu proses penggunaan tenaga manusia sebagai tenaga kerja, diatur, dikendalikan  dan dikembangkan kemampuannya dalam suatu usaha kerjasama untuk mencapai tujuan yang efektif dan           efisien. Proses itu meliputi kegiatan penerimaan, penempatan (penggunaan), pengembangan (pembinaan) sampai pada pember-hentian dan pensiun. Pegawai di lingkungan lembaga pendidikan dibedakan atas dua kelompok, yaitu sebagai berikut:
(a)    Tenaga teknis atau tenaga profesional atau tenaga edukatif (guru, pengajar, dosen), yaitu personil pelaksana proses belajar mengajar, dan kegiatan pendidikan lainnya.
(b)   Tenaga administratif atau tenaga non edukatif (non guru) yaitu personil yang tidak langsung bertugas mewujudkan proses belajar mengajar, melainkan bertugas melaksanakan kegiatan-kegiatan yang bersifat administratif (pelayan) antara lain meliputi tenaga tata usaha, tenaga laboran, keuangan, pesuruh, jaga malam, sopir, pegawai perpustakaan (Pusat Sumber Belajar), tenaga komputer, dan sebagainya.
Untuk memelihara kontinuitas dan efektivitas kerja pada saat penerimaan dan penempatan pegawai harus diperhatikan persyaratan tuntutan jenis dan sifat pekerjaan yang ada. Ketrampilan, pengetahuan, pengalaman dan sifat-sifat kepribadian personil yang bersangkutan untuk menempati suatu jabatan          harus berpegang teguh pada prinsip ”the right man on the right place, sehingga tenaga yang diterima dan ditempatkan itu          benar-benar hasil rekruitmen yang obyektif dan mantap.  Untuk itu             di lingkungan lembaga pendidikan diperlukan kegiatan analisis pekerjaan (job analysis) untuk menyusun deskripsi tugas/pekerjaan        (job description) dan klasifikasi pekerjaan (job classification), agar pada saat penerimaan dan penempatan dapat disesuaikan antara pegawai yang diperlukan dengan tuntutan akan jenis dan sifat pekerjaan yang ada. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi timbulnya berbagai kerugian, baik tenaga, waktu maupun dana, sementara prestasi kerja yang dicapai kurang memuaskan (tdak sesuai dengan yang diharapkan). Karena itu, suatu job description harus memuat pula persyaratan yang lengkap seperti masalah mental, kepribadian, fisik, kesehatan dan syarat-syarat khusus lainnya seperti pendengaran, penglihatan, berat dan tinggi badan, golongan darah, dan sebagainya.
Dari uraian di atas telah jelas bahwa dalam proses kepegawaian ini terdapat dua pengertian pegawai, yang dapat dibedakan atas kepegawaian dalam arti luas dan kepegawaian dalam arti sempit. Kepegawaian dalam arti luas, yaitu menyangkut kebijaksanaan (policy) penerimaan (seleksi), penempatan, pembinaan dalam menciptakan perangkat kepegawaian yang stabil, berprestasi, disiplin, serta setia dan taat pada organisasi dan mekanisme kerja. Sedanhkan kepegawaian dalam arti sempit, yakni kegiatan yang menyangkut tata usaha kepegawaian untuk memenuhi hak pegawai yang bersangkutan, misalnya mengenai usaha memproses surat-surat usul pengangkatan, kenaikan pangkat, pemindahan, cuti, pemberhentian, pensiun dan sebagainya.
Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja pegawai, maka program pembinaan sangat diperlukan untuk meningkatkan kemampuan kerjanya, peningkatan dedikasi, moral kerja dan disiplin kerja, serta pengarahan dan pembentukan motif   kerja secara berkesinambungan. Hal ini dapat ditempuh dengan               jalan menambah pengetahuan dan ketrampilan kerja melalui pendidikan/latihan, seperti penataran (up grading), tugas belajar, pencangkokan/magang, latihan kerja (job training), baik                         di lingkungan sendiri maupun di lingkungan lain, baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan. Maksud program pembinaan ini diadakan dan diarahkan untuk:
(a)  Meningkatkan kemampuan tenaga kerja yang tersedia;
(b)  Menciptakan hubungan kerja yang menyenangkan;
(c)  Meningkatkan produktivitas kerja pegawai;
(d)  Mengembangkan kemampuan kerja yang relevan dengan perkembangan IPTEK di bidang kepegawaian;
(e)  Mengurangi hambatan kekurangan/kekosongan tenaga profesional dan memperlancar jalannya mekanisme kerja organisasi yang lebih efektif.
(f)   Meningkatkan disiplin kerja, dan mengurangi sampai sekecil mungkin kesalahan, penyelewengan dan kecelakaan kerja para pegawai di lingkungan kerjanya masing-masing.
e.   Keuangan
Dalam setiap penyelenggaraan kegiatan di lingkungan suatu organisasi kerja, baik kegiatan pimpinan maupun kegiatan pelaksana sebagian besar di antaranya memerlukan penyediaan sejumlah biaya (dana) yang dapat membantu kelancaran pelaksanaan tugas organisasi. Kegiatan penataan atau pengelolaan uang, mulai dari saat penentuan dari mana sumber dana diperoleh, cara menggunakan dan bagaimana cara mempertanggung jawabkan uang tersebut secara sah dan efisien, dinamakan ”administrasi keuangan”.
Pertanggungjawaban secara sah, berarti bahwa kegiatannya sesuai dan mengikuti peraturan dan tata cara formal yang berlaku. Sedangkan pertanggungjawaban secara efisien, berarti kegiatan-kegiatan yang dilakukan selalu diikuti dengan perhitungan yang cermat (teliti), sehingga apa yang dikorbankan dan apa yang diperoleh merupakan proporsi yang seimbang dan wajar tanpa terjadinya penyelewengan atau penyalahgunaan. Mengingat uang adalah alat untuk mempermudah kondisi kerja dalam rangka mencapai tujuan.
Sehubungan dengan maksud tersebut di atas, maka kegiatan di bidang keuangan ini selalu memerlukan pula kegiatan perencanaan, pengorganisasian, bimbingan dan pengarahan, koordinasi, kontrol, komunikasi, dan bahkan juga tata usaha. Di sini nampak jelas bahwa administrasi keuangan menunjukkan pengertian luas dan sempit. Secara sempit, administrasi keuangan mengandung segala pencatatan masuk dan keluarnya keuangan untuk membiayai organisasi kerja, berupa tata usaha atau tata pembukuan keuangan. Sedangkan dalam arti luas, administrasi keuangan mengandung pengertian penentuan kebijaksanaan dalam pengadaan dan penggunaan keuangan untuk mewujudkan kegiatan organisasi, berupa kegiatan perencanaan, pengaturan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan dalam penggunaan maupun penyimpanan (pembukuan).
Untuk mengetahui proses penyediaan dan penggunaan keuangan yang memungkinkan untuk mencapai tingkat efisiensi yang tinggi, dapat diikuti uraian lebih lanjut pada Bab III, Sub Bab Administrasi Keuangan.
f.     Perbekalan
Perbekalan merupakan salah satu unsur administrasiyang sering diidentikkan dengan istilah material, perlengkapan, peralatan, logistik, dan lain-lain isitilah yang serupa. Walaupun banyak istilah yang digunakan untuk menunjuk pada arti perbekalan, namun pada hakekatnya semuanya itu mempunyai proses dan kegiatan yang sama, yakni proses pengurusan barang-barang perbekalan dari saat penentuan pemikiran (perencanaan pengadaan) kuantitas dan kualitas barang, pemakian, pemeliharaan (penyimpanan), sampai dengan penyingkiran (penghapusan) barang tersebut apabila pada suatu saat barang tersebut sudah kurang mempunyai dayaguna lagi bagi keperluan kantor/sekolah.
Pada lembaga-lembaga pendidikan, perbekalan tersebut tidak hanya terbatas pada benda (barang) peralatan kantor/ ketatausahaan, tetapi juga berupa alat-alat teknis edukatif lainnya yang berhubungan dengan usaha peningkatan kuialitas (mutu) proses belajar nengajar. Kebutuhan akan perbekalan tersebut tidak sama untuk setiap organisasi kerja, demikian pula pada lembaga-lembaga pendidikan yang berlainan jenisnya. Walaupun secara umum sulit dibantah, bahwa di lingkungan semua lembaga pendidikan diperlukan sebagian peralatan yang minimal sama, misalnya masih ketik (mesin tulis), kursi dan meja, kertas dalam berbagai jenis dan ukuran, kursi dan bangku murid, daftar hadir murid dan guru, dsb. Perbedaan peralatan (perbekalan) hanya bergantung kepada sifat dan jenis lembaga pendidikan yang ada. Misalnya, antara sekolah umum dan sekolah kejuruan, masing-masing sudah tentu memerlukan peralatan khusus yang tidak akan sama persis sesuai dengan beban kerja masing-masing dalam mewujudkan proses belajar mengajar.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka perbekalan diartikan sebagai usaha pelayanan dalam bidang material dan fasilitas kerja lainnya dalam suatu organisasi kerja guna meningkatkan efektivitas        dan efisien kerja dalam pencapai tujuan. Pengertian perbekalan tersebut di atas, pada dasarnya dapat dikelompokkan atas:
(a)   Barang (benda) yang habis terpakai (benar-benar habis/ musnah, berubah bentuknya dan sifatnya), yakni barang yang dapat habis dalam waktu relatif singkat apabila dipergunakan. Misalnya: kertas, karbon, kapur tulis, tinta, kayu, besi, karton manila, dan sejenisnya.
(b)   Barang (benda) yang tahan lama walaupun dipergunakan secara terus-menerus untuk jangka waktu tertentu kecuali mengalami penyusutan umur teknis. Misalnya: kursi, meja, bangku murid, papan tulis dan papan pengumuman, alat-alat peraga, kendaraan bermotor, dan sebagainya.


Uraian lebih terperinci mengenai perbekalan ini dapat diikuti penjelasan lebih lanjut pada Bab III, Sub Bab D maupun pada Bab IV tentang Pedoman Penyelenggaraan Administrasi sekolah.
g.   Tata Usaha
Tata usaha adalah pengertian yang diambil dari istilah ”administratie” (Belanda) atau dalam Bahasa Inggeris, misalnya ”paper work” (pekerjaan kertas), ”clerical work” (pekerjaan tulis-menulis) atau ”office work” (pekerjaan kantor). Pengertian tersebut di atas, adalah berkaitan dengan fungsi kegiatan dan peranan daripada tata usaha itu sendiri.
(a)   Dari segi fungsinya, tata usaha mengadakan pencatatan tentang segala sesuatu yang terjadi di dalam organisasi untuk dipergunakan sebagai bahan keterangan (data) bagi pimpinan dalam mengambil keputusan. Dengan kata lain, tata usaha adalah segenap rangkaian aktivitas menghimpun, mencatat, mengadakan, menggandakan, mengirim dan menyimpan berbagai bahan keterangan untuk keperluan suatu organisasi. Oleh karena itu, kegiatan-kegiatan ketatausahaan ini harus direncanakan, diarahkan, dikoordinasikan, dikontrol, dan dikomunikasikan agar benar-benar berdayaguna bagi kepentingan organisasi.
(b)   Dari segi kegiatannya, ternyata dari jenis-jenis kegiatan tata usaha itu banyak sekali, misalnya mengetik, memeriksa, menulis, mengecap, membersihkan lantai, membuka pintu kantor/sekolah, membuat sampul surat dan sebagainya. Karena banyaknya jenis-jenis kegiatan tata usaha antara satu lembaga dengan lembaga lainnya, maka rasanya sulit untuk mengungkap jenis-jenis kegiatan tata usaha tersebut secara pasti. Namun The Liang Gie mengelompokkan kegiatan-kegiatan tata usaha itu secara garis besarnya atas enam kegiatan utama, yaitu: (a) Kegiatan menghimpun; (b) kegiatan mencatata; (c) kegiatan mengolah; (d) kegiatan meng-gandakan; (e) kegiatan mengirim, dan (f) kegiatan menyimpan. (The Liang Gie, 1770:13).
(c)   Dari segi perannya, tata usaha merupakan alat utama yang menentukan berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuan. Tata usaha dengan segala kegiatannya yang rumit dan kompleks sehingga tidak boleh diremehkan oleh siapapun dari suatu organisasi/lembaga pendidikan manapun, karena memang tata usaha itu mempunyai peranan yang sangat penting bagi setiap instansi atau lembaga. Peranan tersebut antara lain sbb:
-      Melayani pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan operasional untuk mencapai tujuan organisasi;
-      Menyediakan keterangan-keterangan penting bagi pucuk pimpinan untuk mengambil keputusan atau melakukan tindakan-tindakan yang lebih cepat dan tepat, efektif dan efisien;
-      Membantu kelancaran perkembangan organisasi/lembaga-lembaga pendidikan, tertentu sebagai suatu keseluruhan.
Pada setiap lembaga pendidikan dari unit terendah          sampai pada unit yang tertinggi  diperlukan dan diselenggarakan kegiatan tata usaha yang terarah dan tertib, dimaksudkan             untuk mendukung tugas pokok lembaga tersebut dalam mengembangkan misinya. Tugas-tugas tata usaha yang umumnya diselenggarakan diberbagai lembaga pendidikan, antara lain sebagai berikut:
(a)   Menerima, mencatat dan memproses surat-surat yang keluar maupun surat-surat yang masuk secara tertib dan teratur;
(b)   Mengurus penyimpangan, pemeliharaan dan pengawetan arsip;
(c)   Mengatur dan melayani arsip bagi mereka yang membutuhkan;
(d)   Mengatur pemakaian buku agenda, expedisi, dan notulen;
(e)   Bertanggung jawab atas pemakaian stempel/cap sekolah;
(f)    Mempersiapkan dan mengolah rancangan surat-surat;
(g)   Mengatur dan menyediakan alat-alat tulis-menulis;
(h)   Mengurus pencetakan atau penggandaan dan pengadaan formulir-formulir, kartu-kartu dan daftar-daftar yang diperlukan sekolah;
(i)    Menyelenggarakan rapat-rapat dinas pada waktu tertentu;
(j)    Mengatur komunikasi (hubungan) dengan pihak-pihak luar;
(k)   Memperhatikan dan mengumpulkan pendapat umum untuk disampaikan kepada pimpinan sekolah sebagai bahan pertimbangan;
(l)    Melakukan pencatatan tentang pemberitaan yang berhubungan dengan tugas-tugas sekolah; dan
(m) Melakukan aktivitas-aktivitas lain atas perintah atau saran pimpinan lembaga, dan sebagainya.
h.   Hubungan masyarakat (Publik Relations)
Unsur administrasi yang terakhir ini merupakan suatu aktivitas yang berusaha menjalin hubungan yang baik antar organisasi dengan organisasi lain. Hubungan yang terjalin dengan baik ini merupakan perwakilan dari suatu organisasi ke dalam organisasi lain, karena itu masyarakat ini sering disebut pula dengan istilah ”perwakilan”.
Keadaan hubungan antar organisasi seperti itu pada hakekatnya sama dengan hubungan antar manusia. Manusia tidak bisa hidup sendirian tanpa hubungan dengan manusia lain. Demikian pula keadaannya dengan hubungan kerjasama antar organisasi lainnya.
Hubungan masyarakat (Public Relations) adalah kependekan dari kata ”hubungan” dengan kata ”masyarakat” (the relations with public). Dalam arti luas, hubungan masyarakat itu merupakan komunikasi dan interprestasi keterangan-keterangan, gagasan-gagasan dari instansi atau lembaga pendidikan/organisasi kerja tertentu kepada publik dan merupakan pula penyampaian keterangan-keterangan, gagasan-gagasan dan pendapat-pendapat dari pihak publik kepada instansi atau lembaga/organisasi kerja, kemudia berusaha agar tercipta sense of belongingness, sehingga dengan demikian terciptalah  persesuaian yang harmonis di antara kedua belah pihak.
Pengertian ini dapat dipetik minimal tiga unsur utama dalam hubungan masyarakat tetrsebut, yakni:
(a)  Komunikasi dari instansi kepada publik (masyarakat) mengenai keterangan-keterabngan, gagasan-gagasan (merupakan aksi).
(b)  Komunikasi dari publik kepada instansi (merupakan reaksi)
(c)   Persesuaian yang terjalin secara harmonis antara kedua bela pihak (merupakan interaksi).
Dalam hubungan dengan uraian ini, hubungan masyarakat selanjutnya akan disingkat dengan istilah ”Humas”. Humas adalah suatu aktivitas dari suatu organisasi kerja/lembaga dalam usaha menciptakan dan memelihara hubungan-hubungan yang sehat dan produktif dengan publik tertentu, sehingga terciptalah hubungan yang serasi dan harmonis di antara mereka. Bagi lembaga pendidikan, penciptaan hubungan tersebut dimaksudkan agar publik dapat memberikan dukungan secara sadar atas segaka gagasan, kegiatan, program atau misinya di masyarakat. Beban tugas humas adalah mewujudkan komunikasi secara harmonis keluar dan menerima informasi masukan dari pihak publik. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan pemahaman yang sebaik-baiknya di kalangan masyarakat luas mengenai tugas-tugas  dan fungsi-fungsi yang diemban organisasi kerja tersebut, termasuk  juga kegiatan-kegiatan yang sudah, sedang, dan yang akan dikerjakan di masa-masa yang akan datang.
Penyebaran informasi ini sebaiknya tidak berlebih-lebihan untuk maksud propagnada, simpati dan dukungan masyarakat, apalagi tidak berpika kepada data yang benar-benar aktual. Hubungan kerja semacam ini tampak akan menghasilkan:
(a)    Adanya saling pengertian antar organisasi/lembaga, dengan pihak luar(masyarakat atau publik);
(b)   Adanya kegiatan saling membantu, karena disadari akan manfaatnya serta arti dan peranan masing-masing;
(c)    Adanya kerjasama yang erat dengan masing-masing pihak dan merasa ikut bertanggung jawab atas suksesnya usaha pihak yang lain, dan sebaliknya.
Dalam mengembang tugas humas tersebut, ada beberapa kegiatan yang menjadi tugas pokok humas pada setiap organisasi kerja/lembaga pendidkan, yaitu:
(a)   Memberikan informasi, penerangan berbagai ide atau gagasan kepada masyarakat atau pihak lain yang membutuhkan agar diketahui maksud dan tujuan serta kegiatan-kegiatannya, termasuk kemungkinan dipetik manfaatnya oleh pihak-pihak di luar organisasi/ lembaga pendidikan.
(b)  Membantu pucuk pimpinan yang karena tugasnya tidak dapat langsung memberikan informasi kepada masyarakat yang membutuhkannya.
(c)   Memberikan bahan-bahan dan saran-saran kepada pucuk pimpinan mengenai policy dan rencana kegiatan selanjutnya.
(d)  Membantu pimpinan mempersiapkan bahan-bahan/masalah/ informasi yang akan disampaikan atau yang menarik perhatian masyarakat pada saat tertentu. Dengan demikian, pimpinan selalu siap memberikan informasi yang up to date.
(e)   Membantu pimpinan mengembangkan rencana dan kegiatan-kegiatan lanjutan yang berhubungan dengan pelayanan kepada masyarakat (public service) sebagai akibat dari komunikasi timbal balik dengan pihak luar dengan harapan dapat menumbuhkan atau menyempurnakan policy atau kegiatan lain yang telah dilakukan  oleh organisasi.
Untuk melaksanakan tugas tersebut di atas, humas harus pula memperhatikan beberapa asas komunikasi sebagai berikut:
(a)     Asas obyektif dan resmi, yaitu agar semua informasi/ pemberitaan yang disebar-luaskan kepada publik harus merupakan suara resmi dari organisasi/lembaga. Karena informasi yang dikeluarkan tidak boleh bertentangan dengan kebijaksanaan yang dijalankan pimpinan.
(b)     Asas tertib dan disiplin, yakni informasi/pemberitaan yang dikeluarkan tidak boleh bertentangan (berbeda) dengan kenyataan dalam jangka waktu yang relatif singkat.
(c)      Informasi atau pemberitaan harus bersifat mendorong timbulnya keinginan publik untuk ikut berpartisipasi memberikan dukungan secara wajar.
(d)     Asas memperhatikan opini masyarakat (publik), yakni humas harus memperhatikan respons masyarakat, berupa saran-saran, pendapat-pendapat, kritikan-kritikan, keluhan-keluhan, dan pernyataan-pernyataan tidak puas (mosi). Semua          respon itu harus disaring agar dapat dipergunakan untuk memperbaiki kegiatan-kegiatan dalam rangka memenuhi harapan masyarakat.
(e)     Asas kontinuitas informasi, yakni humas harus berusaha  agar masyarakat dapat memperoleh informasi-informasi  secara kontinu sesuai dengan kebutuhannya. Karena itu, informasi lisan dan tertulis dapat diberitakan secara berkala. Dengan demikian, pihak masyarakat akan memiliki gambaran yang jelas dan lengkap serta menyeluruh tentang keadaan dan masalah-masalah yang dihadapi oleh organisasi/lembaga pendidikan tertentu.



  1. DASAR DAN TUJUAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN
1.   Dasar Administrasi Pendidikan
Dasar yang digunakan sebagai landasan berpijak untuk mewujudkan kegiatan-kegiatan dalam administrasi pendidikan                   di Indonesia secara umum terdapat tiga landasan. Ketiga landasan administrasi pendidikan tersebut adalah:
(1)   Landasan ideal dan konstitusional, yaitu Pancasila dan UUD 1945.
(2)   Landasan fundamental dan formal, yaitu ketetapan-ketetapan Najelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950, tentang Besar-besar Pendidikan dan pengajaran di sekolah.
(3)   Landasan operasional, yaitu Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri dan ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan pengelolaan pendidikan di Indonesia.
 Ketiga landasan tersebut di atas, dalam kenyataannya selalu dijadikan sebagai dasar berpijak dalam melakukan berbagai kegiatan, khususnya kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pengaturan tentang masalah-masalah pendidikan di Indonesia. 
2.   Tujuan Administrasi Pendidikan
Tujuan menempatiposisi terpenting dalam administrasi pendidikan sebagai proses pengendalian usaha kerjasama. Agar perumusan tujuan menjadi tepat, prosesnya harus merupakan hasil analisis yang diproyeksikan ke masa depan dalam bentuk idealisme (cita-cita dan harapan-harapan yang diusahakan untuk dicapai dengan melakukan kegiatan-kegiatan nyata dalam bidang pendidikan.
Tujuan khsus administrasi pendidikan adalah “meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan kegiatan operasional kependidikan dalam mencapai tujuan pendidikan. Peningkatan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan sebagai tujuan khusus administrasi pendidikan pada hakekatnya dapat dicapai berdasarkan enam kriteria yang sering pula disebut dengan istilah enam sumber kerja, yaitu: pikiran, tenaga, jasmani, waktu, ruang, uang (dana), dan alat-alat atau benda.
Untuk mewujudkan tujuan melalui enam sumber kerja tersebut, maka prosedur pelaksanaan kegiatan operasional administrasi pendidikan selalu diusahakan agar tujuan yang dicapai itu mengandung unsur-unsur:
(a)  termudah (dari segi pikiran)
(b)  tercepat (dari segi waktu pelaksanaannya)
(c)  teringan (dari segi penggunaan tenaga)
(d)  termurah (dari segi penggunaan biaya)
(e)  tersingkat (dari segi jarak/ruang)
(f)   terhemat (dari segi penggunaan alat/benda).
Berdasarkan kepada keenam sumber kerja (kriteria) tersebut               di atas sebagai kriteria keberhasilan dalam pelaksanaan administrasi pendidikan, maka para administrator lalu berkesimpulan bahwa, pencapaian tujuan administrasi pendidikan itu ditentukan oleh cara kerja sebagai berikut:
(a)   Cara kerja yang paling mudah (gampang, tidak sulit), yaitu cara kerja yang tidak banyak memakai pikiran karena sederhana cara pelaksanaannya tanpa mengurangi kemungkinan tercapainya tujuan yang lebih besar.
(b)   Cara kerja yang paling ringan (tidak berat) dalam arti tidak banyak mempergunakan tenaga jasmani yang berlebihan tetapi memperlihatkan hasil yang sama dengan cara kerja orang banyak.
(c)   Cara kerja yang paling cepat (tidak lama), karena dengan menggunakan waktu yang sedikit (pendek) lebih baik daripada menggunakan waktu yang terlalu lama (panjang) dengan hasil yang sama atau lebih sedikit.
(d)   Cara kerja yang jarak pelaksanaannya paling pendek sehingga tidak boros dalam pelayanan dengan berjalan mondar-mandir yang tidak perlu (penghematan gerak jasmani).
(e)   Cara kerja yang paling murah (tidak boros) dalam pemakaian material yang tidak perlu. Sebab pemborosan material berarti meningkatkan jumlah biaya yang diperlukan dan hal ini bertentangan dengan tujuan administrasi pendidikan yang ingin dicapai.
Berdasarkan uraian di atas, maka kriteria pencapaian tujuan administrasi pendidikan pada hakekatnya ditentukan oleh tingkat efisiensi dalam pelaksanaan tugas-tugas administrasi. Tingkat efisiensi ini dapat diukur dari perbadingan terbaik antara usaha dengan menggunakan keenam kriteria (sumber kerja) di atas dengan hasil yang dicapai. Dengan kata lain, kerja yang paling sedikit dengan mempergunakan sumber kerja tersebut di atas secara minimal akan tetapi mampu mencapai hasil kerja secara maksimal, baik kuantitas maupun kualitas dengan resiko yang sekecil-kecilnya.
Di lingkungan persekolahan, cara kerja yang efisien sangat diperlukan dalam meningkatkan mutu kerja, guna mencapai tujuan pendidikan pada umumnya. Di Indonesia, tujuan administrasi pendidikan itu berkaitan erat dengan tujuan umum pendidikan nasional. Tujuan khusus administrasi pendidikan yang telah disebutkan di atas adalah untuk merealisir perwujudan tujuan pendidikan                     secara umum tersebut. Dengan demikian, administrasi pendidikan bukanlah merupakan tujuan yang berdiri sendiri, dan bukan pula merupakan tujuan daripada pendidikan itu sendiri melainkan sebagai alat untuk mencapai tujuan umum pendidikan tersebut. Hal mana karena kebijaksanaan (policy) penyelenggaraan, pembinaan dan pengembangan pendidikan di Indonesia telah diatur dan berada sepenuhnya di tangan pemerintah, yang secara ideal telah digariskan dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 2, bahwa:
”Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan Undang-Undang”.
Oleh karena bidang pendidikan merupakan usaha yang sepenuhnya di bawah pengendalian dan pengawasan pemerintah, maka secara konsepsional dapat dikatakan bahwa administrasi pendidikan merupakan bagian dari administrasi negara.
Apabila tujuan administrasi pendidikan itu diintegrasikan ke dalam pendidikan secara umum, maka pencapaian tujuan pendidikan berarti tercapai pula tujuan administrasi pendidikan. Sedangkan pencapaian tujuan pendidikan secara umum itu berarti tercapai pula salah satu tujuan daripada negara kita. Seperti telah diuraikan terdahulu, bahwa tujuan pendidikan pada dasarnya bermaksud mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia agar menjadi warga negara yang cerdas, memiliki kualitas sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia berdasarkan falsafah negara Pancasila.
Tujuan tersebut lebih tegas dikemukakan dalam TAP. MPR. RI Nomor II/MPR/1983, tentang GBHN bahwa ”Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan dan ketrampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa”.
Administrasi pendidikan dalam kedudukannya terpaut secara integral dalam usaha mewujudkan tujuan umum pendidikan tersebut, baik sebagai alat maupun sebagai bagian dari keseluruhan tujuan itu. Tujuan pendidikan sebagaimana dikemukakan pada hakekatnya memuat beberapa butir terpenting yang diharapkan dapat terbentuk pada diri setiap insan warga negara Indonesia dalam proses dan hasil pembangunan di bidang pendidikan agar dapat menjadi manusia Pancasila yang utuh, yaitu: Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki kecerdasan dan ketrampilan, mempunyai budi pekerti yang luhur (tinggi), memiliki kepribadian yang kuat, memiliki rasa kebangsaan yang tebal dan cinta tanah air, memiliki rasa tanggun jawab yang besar terhadap pembangunan bangsa dan negara Indonesia.



  1. FUNGSI-FUNGSI ADMINISTRASI PENDIDIKAN
Banyak pendapat para ahli administrasi yang mengemukakan tentang fungsi-fungsi administrasi yang berbeda-beda, sehingga sulit bagi kita  untuk memilih fungsi-fungsi mana yang paling tepat untuk ditampilkan dalam pembahasan bagian ini. Salah satu usaha yang ditempuh adalah dengan berorientasi pada tujuan administrasi pendidikan itu sendiri, yaitu sebagai usaha untuk meningkatkan produktivitas pendidikan melalui kegiatan-kegiatan operasional kependidikan yang efektif dan efisien. Atas dasar pemikiran tersebut dengan tidak mengabaikan pendapat para ahli yang masih relevan dengan penerapan fungsi-fungsi administrasi pendidikan di Indonesia, maka dapat dikemukakan beberapa fungsi administrasi pendidikan sebagai berikut:
1.   Fungsi Perencanaan (Planning)
Dalam setiap kegiatan apapun dari suatu organisasi, perencanaan merupakan salah satu syarat mutlak yang harus ada dan dilaksanakan pada awal setiap kegiatan administrasi dan panjang kegiatan administrasi berlangsung. Kegiatan administrasi tanpa perencanaan yang mantap seringkali bahkan dapat dipastikan bahwa pelaksanaan kegiatan tersebut akan mengalami kegagalan karena berhadapan dengan banyak kesulitan. Kesulitan tersebut baik berupa penyimpangan arah kegiatan dari tujuan, pemborosan (waktu, tenaga dan biaya), kesukaran dalam mengevaluasi kemajuan, proses dan           hasil kegiatan dan lain kesulitan yang mengakibatkan gagalnya          semua kegiatan dalam mencapai tujaun yang diinginkan. Biarpun suatu organisasi telah menyusun rencana kegiatannya dengan baik, namun belumlah dapat dijamin bahwa kegiatan tersebut tidak akan mengalami kesulitan, sebab di dalam praktek seringkali suatu kegiatan yang telah direncanakan dengan  baik (mantap) namun masih tetap menemui beberapa kesulitan, baik yang bersumber dari faktor internal maupun dari faktor eksternal yang semula di luar dari jangkauan pemikiran para perencana.
Di Indonesia  sejak tahun 1967, perencanaan baru mulai dikembangkan, karena dianggap sebagai suatu cara yang efektif untuk mencapai tujuan dengan baik. Hal ini sudah difahami dengan mengingat bahwa perencanaan pendidikan merupakan pedoman kerja bagi pelaksanaan kegiatan, dan memperkecil resiko yang mungkin dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan tersebut. Pemahaman tersebut didasarkan pada kecenderungan atas pengertian perencanaan sebagai: ”Suatu proses mempersipkan seperangkat kebijaksanaan bagi kegiatan masa depan yang diarahkan pada pencapaian tujuan melalui usaha optimal dengan mempertimbangkan kenyataan-kenyataan yang ada di bidang ekonomi, sosial budaya dan politik untuk mengembangkan potensi sistem pendidikan, bangsa dan negara serta anak didik yang dilayani oleh sistem tersebut”. (T.Simanungkait, dkk, 1987:3).
Pengertian tersebut menggambarkan beberapa aspek perencanaan pendidikan sebagai berikut:
(a)  Perencanaan pendidikan sebagai proses yang kontinu;
(b)  Perencanaan pendidikan melihat jauh ke depan;
(c)  Perencanaan pendidikan selalu memperhatikan prinsip ekonomi, produktif, efektif, dan efisien;
(d)  Perencanaan pendidikan selain memperhatikan situasi dan kondisi pendidikan juga sosial budaya, ekonomi dan politik.
(e)  Perencanaan pendidikan selalu memperhatikan kebutuhan dan menyusun strategi/langkah-langkah kebijaksanaan untuk memenuhi kebutuhan tersebut;
(f)   Menyusun alternatif-alternatif dan skala perioritas mengenai tujuan, kegiatan dan sasaran yang ingin dicapai;
(g)  Menggunakan seefisien mungkin sumber-sumber yang bersifat terbatas.
Untuk melaksanakan kegiatan perencanaan dengan baik, maka ditempuh tahap-tahap pelaksanaan perencanaan sebagai berikut:
(a)          Pengumpulan data/informasi; (b) diagnosis untuk meninjau keadaan data/informasi yang telah dikumpulkan; (c) perumusan kebijaksanaan; (d) perkiraan kebutuhan; (e) penetapan sasaran;             (f) penyusunan alternatif-strategi untuk mencapai sasaran;                      (g) penyusunan rancangan kegiatan (proyek); (h) penetapan rencana dengan pembiayaan;  (i) perincian rencana (elaborasi rencana);                 (j) pelaksanaan (implementasi rencana); (k) penilaian (evaluasi) rancana (hasil).
Apabila tahap-tahap perencanaan diatas berlangsung sepanjang waktu dan berulang kembali membentuk suatu lingkaran, maka tahap perencanaan tersebut dinamakan ”siklus perencanaan”.
S. Nasution, membagi tahap perencanaan itu atas lima fase perencanaan sebagai berikut:
(a)  Perencanaan tujuan; disini diadakan perumusan tujuan yang hendak dicapai sebagai tujuan umum, yang kemudian diperinci kedalam tujuan khusus. Berdasarkan tujuan khusus tersebut diadakan pembagian tugas pokok yang diurutkan berdasarkan kepentingan.
(b) Perencanaan kebijaksanaan; disini dirumuskan berbagai kebijaksanaan yang akan dijadikan sebagai petunjuk/pegangan/ pedoman tentang bagaimana usaha untuk mencapai tujuan, sehingga segala usaha yang dilaksanakan akan terarah kepada tujuan yang hendak dicapai.
(c)  Perencanaan prosedur; disini dirumuskan batas-batas wewenang dan tanggung jawab dari masing-masing petugas, dirumuskan pembagian tugas dan cara mengerjakan pekerjaan setiap petugas dalam suasana kerja sama yang harmonis.
(d) Perencanaan skala kemajuan; disini ditetapkan patokan-patokan (kriteria) tertentu baik kuantitas maupun kualitas untuk mengukur taraf kemajuan yang telah dicapai. Secara kualitatif untuk mengukur apakah usaha tersebut dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
(e)  Perencanaan menyeluruh (overall planning); disini disusun suatu perencanaan yang menyeluruh sehingga diperoleh suatu program yang bulat dan teratur yang merupakan integrasi dari semua perencanaan dari fase pertama sampai dengan fase keempat. Fase ini disebut dengan fase programming planning. (S. Nasution, 1972:234-235)
Fase perencanaan yang disebutkan diatas lazimnya merupakan gambaran yang memuat ketegasan-ketagasan dalam proses perancaan yang memuat unsur-unsur pokok dan sering dikemukakan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
(a)  What    : apa yang akan dikerjakan (materinya).
(b) Why     : mengapa justru itu yang dikerjakan (dasar                                
              pertimbangan atau alasannya)
(c)  Who     : siapa yang berwewenang mengerjakannya (pelaksana).
(d) Where  : dimana akan dikerjakan (temapat/wadah/lokasinya).
(e)  When   : kapan akan dikerjakan (waktu pelaksanaannya).
(f)   How     : bagaimana mengerjakannya (tata cara mengerjakan
                   peralatan yang digunakan, Termasuk teknik dan metode
kerjanya.
Rangkaian pertanyaan di atas memperlihatkan pentingnya unsur perencanaan dalam administrasi pendidikan, karena perencanaan dapat:
(a)    Menjelaskan dan menguraikan/mengajukan secara terperinci tujuan yang hendak dicapai.
(b)   Memberikan pegangan/petunjuk dan menetapkan kegiatan-kegiatan yang harus dikerjakan untuk mencapai suatu tujuan.
(c)    Memberikan batas-batas wewenang dan tanggungjawab yang jelas bagi setiap pelaksana sehingga dengan demikian akan dapat meningktakan kerjasama/koordinasi yang baik antara pelaksana.
(d)   Menetapkan kriteria untuk mengukur kemajuan yang dicapai setiap saat, sehingga memudahkan dalam evaluasi (penilaian).
(e)    Memungkinkan terpeliharanya kesesuai antara kegiatan usaha dengan situasi dan kondisi setempat pada setiap saat.
(f)     Menghindarkan terjadinya pemborosan waktu, tenaga dan biaya yang tidak perlu.
2.   Fungsi pegorganisasian (organizing).
Kegiatan administrasi tidak berakhir setelah perencanaan disusun, akan tetapi berkelanjutan hingga berakhirnya seluruh kegiatan setelah tujuan yang diinginkan tercapai. Kegiatan pengorganisasian ini ditandai dengan adanya pembagian tugas dan tanggung jawab secara terperinci menjadi bidang-bidang kegiatan tertentu yang terbagi           habis kepada para pejabat dan pelaksana, memperinci hubungan antara bagian-bagian yang ada  dan menentukan cara-cara untuk menempati jabatan-jabatan yang telah dibagikan. Untuk terlaksananya pengorganisasian ini dengan baik sesuai dengan yang direncanakan, maka perlu berpegang kepada beberapa prinsip (azas) tertentu. Azas-azas tersebut mempunyai peranan selain sebagai pedoman untuk menyusun struktur organisasi yang sehat dan efisien, juga sebagai pedoman untuk melaksanakan kegiatan dalam organisasi tersebut secara dinamis dan lancar. Agar pengorganisasian dapat berjalan lancar dan fungsional terhadap tujuan organisasi, maka perlu berpedoman kepada beberapa azas sebagai berikut:

a.   Perumusan tujuan dengan jelas
Tujuan adalah kunci kebutuhan manusia baik jasmani maupun rohani yang diusahakan untuk dicapai melalui kerjasama. Rumusan tujuan yang jelas akan memudahkan penetapan haluan organisasi, pemilihan bentuk struktur, penentuan macam pekerjaan yang akan dilakukan, kebutuhan tenaga pejabat, penyumbangpengalaman, kecakapan , daya kreasi dari para anggota.
b.   Pembagian kerja yang jelas
Pembagian kerja dalam pengorganisasian berarti perincian serta penglompokkan aktivitas yang semacam atau erat hubungannya satu sama lainuntuk dilakukan oleh satuan organisasi tertentu dan oleh pejabat atau pelaksana tertentu pula. Pembagian tugas pekerjaan yang jelas dalam suatu organisasi itu dianggap penting dengan alasan sebagai berikut:
(a)    Karena masing-masing orang berbeda pembawaan, kemampuan dan kecakapan serta spesialisnya;
(b)   Karena orang yang sama tidak dapat berada di dua tempat pada saat yang bersamaan;
(c)    Karena orang tidak dapat mengerjakan dua pekerjaan pada saat bersamaan;
(d)   Karena bidang ilmu pengetahuan dan keahlian sudah demikian luasnya sehingga seseorang tidak mungkin dalam rentang hidupnya masih menguasai lebih banyak daripada penegtahuan dan keahlian tertentu.
c.    Adanya koordinasi yang mantap.
Koordinasi adalah suatu azas organisasi yang menghendakinya keselarasan aktivitas diantara satuan-satuan organisasi atau para pejabatnya. Dalam pengorganisasian, koordinasi bermanfaat untuk: menghindari terjadinya konflik, menghindari terjadinya rebutan sumber atau fasilitas, menghindari waktu menunggu yang terlalu lama untuk setiap kegiatan, menghindari kekembaran tugas rangkap atau kekosongan pekerjaan (overlopping), menjamin adanya kesatuan sikap dan tindakan, kesatuan kebijaksanaan dan kesatuan dalam pelaksanaan tugas-tugas organisasi.
d.     Adanya pelimpahan wewenang dan tanggung jawab.
Wewenang adalah hak seseorang pejabat untuk mengambil tindakan yang diperlukan agar tugas serta tanggung jawabnya dapat dilaksanakan pengoperaan atau penyerahan sebagian atau seluruh tugas yang menjadi tanggung jawab seorang pejabat. Jadi pelimpahan wewenang berarti penyerahan sebagian hak untuk mengambil tindakan yang diperlukan agar tugas serta tanggung jawab dapat dilaksanakan dengan baik dari pejabat yang satu kepada pejabat yang lain. Biasanya pelimpahan wewenang dilakukan diantara pejabat yang lebih tinggi kedudukannya kepada pejabat yang setingkat lebih rendah atau lebih rendah, dan dapat pula dilakukan diantara pejabat yang kedudukan sederajat. Pelimpahan wewenang yang pertama; disebut pelimpahan wewenang menegak, sedang yang kedua dinamakan pelimpahan wewenang mendaftar.
Setiap pelimpahan wewenang harus selalu diiringi dengan tanggung jawab yang dipikulkan kepada sipenerima wewenang tersebut. Tanggung jawab adalah keharusan melaksanakan wewenang dengan sebaik-baiknya sebagai suatu kewajiban, agar hak untuk melakukan suatu tindakan tidak disalahgunakan/ diselewengkan.
Saat-saat yang paling baik untuk mengadakan pelimpahan wewenang biasanya terjadi apabila: Pimpinan dan bawahan telah siap secara mental; adanya pegawai baru atau ada pegawai yang berhenti atau pensiun; bila ada tugas-tugas baru yang berkenaan dengan masalah khusus yang timbul; bila ada satuan organisasi baru; bila telah tiba masa berakhirnya suatu jabatan tertentu; bila ada pegawai yang yang kurang cakap melaksanakan tugasnya, dan sebagainya.
Manfaat yang dapat dipetik dari pelimpahan wewenang dan tanggung jawab tersebut, adalah sebagai berikut:
(a)  Pimipinan organisasi mendapat kesempatan yang cukup untuk melakukan tugas-tugas lain yang penting.
(b) Setiap tugas dapat diselesaikan pada jenjang yang tepat sehingga tidak terjadi birokrasi.
(c)  Keputusan dapat diambil dengan lebih cepat dan tepat.
(d) Memperbesar partisipasi dan menumbuhkan rasa tanggung jawab setiap personil dalam melaksanakan tugas-tugas untuk kepentingan bersama.
(e)  Memungkinkan berkembangnya inisiatif dan krestivitas pejabat               di bidang pekerjaannya masing-masing.
(f)   Menghilangkan sifat dan sikap menunggu perintah (komando) yang mengakibatkan organisasi berlangsung secara statis dan kaku.
(g) Pekerjaan tetap berjalan walaupun atasan atau seorang pejabat sedang berhalangan.
(h) Merupakan latihan bagi pejabat bawahan agar siap bilamana kelak menduduki jabatan yang lebih tinggi. (Hadiri Nawawi, 1981 : 34).
e.    Mengandung kesatuan perintah.
Tiap-tiap pejabat hendaknya hanya dapat diperintah dan bertanggung jawab kepada seorang atasan tertentu saja. Sulit bagi seorang pejabat melayani dua orang atasan sekaligus an tidak mungkin ada anggota dari unit pelaksana dapat melapor kepada lebih dari seorang atasan. Bilamana sebuah organisasi tidak kesatuan perintah (komando), maka akan timbul kesimpang-siuran dalam pelaksanaan tugas-tugas organisasi.
f.     Mencerminkan rentangan kontrol.
Rentangan kontrol (rentangan kendali) adalah jumlah terbanyak unit kerja (bawahan) yang dapat dipimpin secara efektif oleh seorang atasan pejabat tertentu. Rentangan kontrol dipengaruhi oleh jenis dan sifat pekerjaan, jarak antara unit kerja yang dikontrol, jumlah (volume) tugas serta stabilitas organisasi.
Faktor-faktor yang sering mempengaruhi luas-sempitnya rentangan kontrol adalah:
(a)  Faktor obyektif, karena di luar dari diri pejabat yang harus dikontrol berkenaan dengan corak pekerjaan, jarak atau letak bawahan, stabil atau labilnya organisasi, jumlah tugas pada bawahan, jumlah tugas pada atasan, waktu yang berkenaan dengan diri pejabat, dan sebagainya.
(b) Faktor subyektif, yang berkenaan dengan diri pejabat yang mau melakukan kontrol, antara lain pengalaman kerja, kecakapan, kesehatan, antara lain pengalaman kerja, kecakapan, kesehatan, umur, jenisi tanpa mengurangi kelancaran aktivitas yang sedang berjalan kelamin dan sikap pejabat yang harus melakukan kontrol tersebut.
g.   Fleksibilitas dan keseimbangan.
Seyogyanya pada setiap organisasi mempunyai struktur yang mudah untuk dirobah dan disesuaikan dengan perubahan-perubahan yang mungkin terjadi tanpa mengurangi kelancaran aktivitas yang sedang berjalan. Misalnya, perubahan tujuan, penambahan tujuan, perluasan aktivitas, penambahan beban kerja dsb. Untuk memperoleh keseimbangan dalam pelaksanaan pekerjaan, maka satuan-satuan organisasi harus ditempatkan dalam struktur organisasi yang sesuai dengan peranan dan kemampuannya. Misalnya, satuan organisasi yang berperan penting hedaknya ditempatkan pada satuan utama, satuan organisasi yang berperan menyeluruh sebaiknya ditempatkan               di bawah satuan lain secara tidak tetap, sedangkan beberapa satuan organisasi yang berperan sama hendaknya ditempatkan pada jenjang yang sama, dsb.
3.   Fungsi Bimbingan/Pengarahan (Directing).
Adalah menjadi tugas pimpinan untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada bawahannya setelah pengorganisasian dilakukan dan pada saat semua personil telah melakukan tugasnya masing-masing sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya. Bimbingan dan pengarahan ini harus dilakukan secara kontinyu agar seluruh kegiatan selalu bermuara pada pencapaian tujuan bersama. Tanpa bimbingan dan pengarahan dikhawatirkan tugas pekerjaan akan menyimpang dari garis kebijaksanaan yang menjaga dan memajukan organisasi melalui setiap personil, baik secara struktural maupun fungsional, agar setiap kegiatan yang dilakukan tidak terlepas dari usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam realitasnya, kegiatan bimbingan dan pengarahan ini biasanya dilaksanakan melalui berbagai kegiatan/cara, antara lain:
(a)    Memberikan informasi, baik secara langsung maupun tidak langsung (dengan surat edaran, pembicaraan formil/informil, rapat, diskusi, lokarya, dan sebagainya).
(b)   Melalui surat perintah atau instruksi, atau surat keputusan yang bersifat mewajibkan dan atau menjelaskan perintah.
(c)    Memberikan contoh atau mengerjakan langsung tugas tertentu sementara bawahan mengamati dengan teliti.
(d)   Mengadakan kontrol/pengawasan yang kontinu agar setiap personil melakukan tugas-tugasnya secara efisien.
(e)    Memberika kesempatan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan/kecakapan dan keahlian agar lebih efektif dalam melaksanakan berbagai kegiatan organisasi.
(f)     Memberikan motivasi kerja dengan pemberian hadiah atau pujian (sebagai penguatan) kepada mereka yang telah menunjukkan disiplin dan prestasi kerja yang tinggi, serta memupuk rasa tanggung jawab kepada setiap personil.
(g)   Memberikan kesempatan ikut-serta menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk memajukan organisasi berdasarkan inisiatif dan kreativitas masing-amsing.
(h)   Berusaha untuk mengurangi/menghilangkan segala faktor yang menjadi rintangan/hambatan jalannya program organisasi.
Tujuan lain yang diharapkan dari bimbingan dan pengarahan           ini ialah agar masalah-masalah yang timbul dalam organisasi ditekan sekecil mungkin, bahkan diusahakan agar tidak menimbulkan masalah-masalah yang tidak perlu.
Pemecahan berbagai masalah organisasi harus dapat dilihat dan dipertimbangkan dari segala aspek, tidak hanya dilihat dari satu segi saja lalu mengambil keputusan. Misalnya, masalah pendidikan, tentang hasil ujian murid-murid ternyata kurang memuaskan karena sebagian besar murid gagal dalam ujian tersebut. Masalah ini tidak akan dapat diselesaikan dengan hanya mencari tahu mata pelajaran (bidang studi) mana yang buruk asilnya, atau mencari penyebab dari kemalasan dan kebodohan murid. Pemecahan masalah ini harus dilihat atau ditelusuri penyebabnya dari berbagai aspek. Misalnya faktor guru yang kurang cakap, murid yang kurang mendapat bimbingan, murid yang intelegensinya rendah, murid yang mengalami kesulitan belajar, guru yang menjalankan tugasnya dlam keadaan letih, guru kurang menguasai bahan metode dan tugas-tugas lainnyadalam kaitan dengan tujuan, kurang kerjasama antar guru, pimpinan kurang kontrol, dsb. Mungkin juga dari segi prosedur dan metode yang terlalu kaku, jadwal pelajaran yang selalu berubah-ubah, moral kerja guru yang rendah, PBM yang kurang efektif, sikap profesional guru kurang meyakinkan, guru yang malas dan kurang siap, kepala sekolah yang telalu otoriter, pembagian tugas yang tidak jelas, kurikulum yang tidak serasi dengan silabus, faktor kesehatan guru ataupun murid yang kurang terjamin, ataupun faktor alat dan pembiayaan yang kurang memadai dengan kebutuhan belajar, lingkungan yang kurang menyenangkan, dan aspek-aspek lainnya.
4.   Fungsi Pengkoordinasian (Coordinating)
Walaupun perencanaan telah disusun dengan mantap, pengorganisasian telah ditata dengan baik dalam mekanisme kerja           yang sudah memadai, personil yang memiliki pengetahuan dan kecakapan yang cukup, namun belumlah dapat dijadikan jaminan akan tercapainya tujuan yang diinginkan tanpa adanya pengkoordinasian yang baik. Ada kemungkinan semua personil pada setiap bagian telah bekerja terarah sesuai dengan batas-batas wewenang dan tanggung jawabnya, tetapi tidak memberikan hasil yang memuaskan, karena tidak nampak adanya kerajasam antar personil pada setiap unit kerja yang ada dalam organisasi tersebut. Untuk itu, perlu ada koordinasi yang mantap antar personil setiap unit atau bagian, sehingga timbul suasana harga menghargai sebagai upaya untuk memmelihara dan menciptakan kerjasama yang harmonis dalam rangka mencapai tujuan bersama. Karena itu, perlu ada koordinasi dapat diartikan sebagai kegiatan mengatur (mengkoordinir) dan membawa personil, metode, bahan, buah pikiran, saran-saran, cita-cita maupun alat-alat dalam hubungan kerjasama yang serasi (harmonis), saling isi-mengisi dan tunjangan menunjang, sehingga pekerjaan berlangsung efektif dan seluruhnya terarah pada pencapaian tujuan bersama.
Pengelompokan satuan kerja adalah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja, agar semua satuan kerja yang ada bergerak ke arah yang sama untuk mencapai tujuan bersama. Satuan-satuan kerja dalam organisasi tidak boleh bergerak secara terpisah ke arah yang berbeda (berlawanan), akan tetapi harus terjalin secara terpadu dalam langkah dan bahasa yang sama, bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama tersebut. Karena itu, antar unit kerja (bagian) dan antar personil di dalam suatu unit kerja (bagian) dan antar personil didalam suatu unit kerja  maupun antar unit kerja yang berlainan harus terjalin suatu koordinasi yang efektif untuk dapat mewujudkan tujuan bersama tersebut.
5.   Fungsi Pengawasan dan Penilaian (Controling and Evaluating).
Pengawasan (kontrol) adlah kegiatan untuk mengukur kadar (tingkat) efektivitas dan efisiensi penggunaan metode dan alat-alat kerja tertentu guna melihat apakah kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai dengan rencana yang telah digariskan dan sebagai masukan untuk menentukan rencana kerja yang akan datang dalam usaha mencapai tujuan. Untuk itu, diperlukan kegiatan penagamatan (observasi dan supervisi), baik langsung maupun tidak langsung terhadap berbagai aspek atau kegiatan personil, metode kerja, peralatan kerja, bahkan pengamatan pada aspek perencanaan, pengorganisasian, pembimbingan/pengarahan dan pengkoordinasian secara keseluruhan.
Berdasarkan uraian  di atas, maka pengawasan menunjukkan pengertian pada dua fungsi, yaitu : (1) membandingkan hasil yang telah dicapai dengan rencana yang telah disusun, dan (2) mencatat hasil pengawasan tersebut untuk dijadikan bahan penyempurnaan seluruh kegiatan organisasi. Dengan pengawasan diusahakan agar semua kegiatan dapat berjalan sesuai dengan rencana tanpa terjadi penyimpangan-penyimpangan yang mengakibatkan tujuan yang telah direncanakan sulit untuk dicapai.
Untuk  melaksanakan pengawasan dengan baik diperlukan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh seorang pimpinan (pengawas), yaitu:
(a)  Memiliki wawasan yang luas mengenai seluk-beluk pekerjaan yang erada di bawah pengawasannya.
(b) Memiliki pengetahuan yang cukup tentang rencana, policy, dan tujuan yang akan dicapai oleh organisasi serta tujuan setiap bagian (unit kerja) yang berda di bawah pengawasannya.
(c)  Memiliki kemampuan tentang cara-cara melaksanakan pengawasan yang baik.
(d) Dapat menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi dimana pelaksanaan pengawasan itu berlangsung.
(e)  Memiliki kemauan yang keras untuk membimbing para petugas yang diawasinya, karena maksud pengawasan bukanlah untuk mencari-cari kesalahan bawahan, melainkan sebagai bahan untuk memberikan bimbingan berdasarkan kesalahan yang ditemukan itu.
(f)   Memiliki sifat-sifat kepribadian yang terpuji, yaitu sabar, jujur, tegas, konsekuen, ramah, rendah hati, berjiwa besar, memiliki rsa penuh pengabdian dalam menjalankan tugas pengawasannya.
Pengawasan juga digunakan untuk mengecek rencana kualitas maupun kuantitas dengan membandingkan hasil yang telah dicapai dengan rencana yang telah ditetapkan.
Mengamati tingkat efektivitas, maksudnya menilai kegiatan kegiatan yang telah dilakukan, apakah hasil yang telah dicapai  sesuai dengan rencana/mengikuti rel yang sebenarnya dan tidak menyimpang dari perencanaan tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan mengamati tingkat efisiensi kerja dimaksudkan adalah menilai tindakan-tindakan yang telah dilakukan melalui cara yang terbaik atau paling tepat untuk mencapai hasil yang sebesar-besarnya tetapi dengan resiko yang sekecil-kecilnya.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, ternyata bahwa hasil kontrol (pengawasan) tidak hanya berakhir sampai disitu, tetapi harus memungkinkan dilaksanakannya evaluasi (penilaian) terhadap semua aspek yang telah dikontrol tersebut.
Sehubungan dengan itu, maka kriteria dalam melaksanakan evaluasidari suatu hasil kontrol untuk mengetahui tingkat efektivitas dan efisiensi kerja, adalah tujuan yang hendak dicapai. Kegiatan kontrol yang dapat dievaluasi tersebut akan sangat bermanfaat untuk:
(a)  Memperoleh data untuk diolah/dianalisis yang hasilnya dapat dijadikan sebagai dasar bagi usaha perbaikan kegiatan di masa-masa yang akan datang.
(b) Memperoleh cara kerja yang paling efektif dan efisien atau paling tepat dan paling berhasil sebagai cara yang terbaik untuk mencari tujuan.
(c)  Memperoleh data tentang kekurangan-kekurangan atau hambatan-hambatan yang dihadapi, sehingga memungkinkan dapat dikurangi dan dihindarinya.
(d) Memperoleh data yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan usaha pengembangan organisasi dan personil dalam berbagai bidang.
(e)  Mengetahui sampai seberapa jauh tujuan telah tercapai.
Dari uraian di atas, jelaslah bagi kita bahwa penilaian tidak sekedar bersifat kuantitatif, melainkan juga bersifat kualitatif, karena penilaian bersifat penentuan mutu (kualitas) terhadap data yang diperoleh melalui pengawasan. Interprestasi hasil penilain yang bersifat kualitatif itu dapat dinyakan dengan berbagai kriteria seperti:
(a)  Sangat baik
(b) Baik
(c)  Cukup
(d) Kurang, dan
(e)  Buruk/kurang sekali.




C.   PERTANYAAN LATIHAN

1.    Jelaskan secara singkat tentang perkembangan administrasi bagai suatu Ilmu Pengetahuan, baik di luar negeri maupun di Indonesia.
2.    Jelaskan pendapat anda, mengapa administrasi pendidikan itu dianggap sebagai suatu faktor yang sangat penting.
3.    Mengapa Henry Fayol dan Frederick Winslow Taylor disebut sebagai Bapak Ilmu Administrasi dan Bapak Manajemen Ilmiah ?
4.    Apa yang dimaksud dengan administrasi, administrasi pendidikan dan administrasi sekolah ? Jelaskan pula persamaan dan perbedaan masing-masing.
5.    Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya proses              administrasi itu?
6.    Mengapa faktor-faktor dalam administrasi pendidikan dibedakan dengan unsur-unsur administrasi pendidikan ? Jelaskan pendapat anda.
7.    Sebutkan dan jelaskan secara singkat unsur-unsur dalam administrasi pendidikan yang anda ketahui.
8.    Jelaskan, mengapa administrasi pendidikan itu dianggap lebih luas daripada administrasi sekolah ? Buktikan !
9.    Jelaskan apa yang dimaksud dengan : Organisasi, manajemen, komunikasi, kepegawaian, keuangan, perancangan, tata usaha dan hubungan masyarakat (public relations).
10. Jelaskan bahwa organisasi sebagai suatu total sistem dapat menajdi beberapa susistem, sebutkan dan jelaskan subsistem apa saja yang bisa dibentuk di dalam total sistem tersebut.
11. Jelaskan dan gambarkan perbedaan bnetuk organisasi Lini, Orgainsasi staf serta organisasi lini dan staf.
12. Sebutkan dan jelaskan beberapa azas yang harus dipenuhi dalam penyusunan suatu organisasi yang baik.
13. Mengapa manusia perlu berorganisasi, berkomunikasi dan bekerjsama? Jelaskan pendapat anda.
14. Kemukakan alasan anda, mengapa manajemen dipandang sebagai inti dari administrasi ? Buktikan pula mengapa administrasi, oganisasi, manajemen, kepemimpinan, pengambilan keputusan dan human relations tidak bisa dipisahkan ?
15. Tingkat ketrampilan/kecakapn apa sja yang perlu dikuasai oleh seorang manajer pendidikan ?
16. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan suatu komunikasi bisa terjadi ? Jelaskan ! Untuk apa komunikasi dilakukan ?
17. Kegiatan-kegiatan apa saja yang anda anggap perlu dilakukan bagi tata usaha sekolah yang baik ?
18. Sebutkan dan jelaskan apa yang menjadi dasar dan tujuan dari administrasi pendidikan ? Kriteria apa yang digunakan untuk mengukur keberhasilan administrasi pendidikan ?
19. Jelaskan mengapa perencanaan sangat diperlukan dalam suatu organisasi ? Aspek-aspek apa yang perlu ada dalam suatu perencanaan ? Gambarkanlah sebuah siklus perencanaan sesuai dengan langkah-langkah pelaksanaannya.
20. Cara apa saja yang ditempuh seorang pimpinan dalam melaksanakan bimbingan dan pengarahan keada bawahannya ?
21. Jelaskan alasan anda, mengapa pengawasan dalam organisasi sangat diperlukan ? Syarat apa yang perlu bagi seorang pengawas ? Dan apa manfaatnya pengawasan itu dilakukan ?
22. Apa yang dimaksud dengan penilaian yang bersifat kuantitatif dan penilaian yang bersifat kualitatif ?

 

BAB II

DIMENSI-DIMENSI DALAM ADMINISTRASI PENDIDIKAN
Tujuan Pembelajaran
          Setelah mengikuti secara aktif kegiatan proses pembelajaran, mahasiswa yang mengambil mata kuliah Administrasi dan Supervisi Pendidikan diharapkan akan dapat:
1.    Menyebutkan dimensi-dimensi yang terdapat dalam Administrasi Pendidikan.
2.    Menjelaskan kegiatan manajemen administrasi dan kegiatan manajemen operatif
3.    Menjelaskan macam-macam teknik manajemen dalam administrasi pendidikan
4.    Menjelaskan administrasi pendidikan sebagai suatu proses sosial
5.    Menjelaskan sifat-sifat yang harus dimiliki seorang kepala sekolah selaku pemimpin pendidikan. 

PEMBAHASAN MATERI PEMBELAJARAN
Uraikan pada bab terdahulu tentang administrasi pendidikan telah jelas bagi kita, baik menyangkut batasan pengertiannya; faktor dan unsur-unsurnya, dasar dan tujuannya, maupun fungsi-fungsinya secara terperinci. Namun pemahaman tentang berbagai aspek tersebut di atas secara keseluruhan sangat bergantung kepada sudut pandangan atau titik tolak           dari mana seseorang melihat dan dengan kacamata macam mana penglihatan itu digunakan. Tentunya setiap orang diharapkan memandang administrasi pendidikan itu sama penglihatannya walaupun dengan kacamata yang berbeda. Namun dalam realitasnya masing-masing orang menggunakan kacamatanya sendiri-sendiri dengan penglihatannya yang berbeda-beda pula sesuai dengan ukuran besar-kecilnya kacamata serta luas sempitnya sudut penglihatan dari masing-masing orang. Hal ini menunjukkan ciri bahwa administrasi pendidikan itu sendiri merupakan fenomena sosial yang mempunyai “aneka muka“. Oleh karena itu, knezevich tidak terlalu setuju  bila kita memulai mempelajari administrasi pendidikan dengan menentukan suatu batasan atau definisi terlebih dahulu. Ia lebih setuju menganalisis pemahaman administrasi pendidikan itu dari berbagai sudut pandangan yang dia sebut “dimensi”.
Berdasarkan pengertian tersebut di atas, maka administrasi pendidikan itu bila dianalisis secara detail maka terdapat beberapa sudut pandangan (dimensi) antara lain sebagai berikut:

A.   ADMINISTRASI PENDIDIKAN DILIHAT SEBAGAI SUATU PROSES KEGIATAN MANAJEMEN.
Pengelolaan terhadap seluruh substansi pendidikan bagi seorang pemimpin pendidikan yang berfungsi selaku administrator, sangat diharapkan memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang positif terhadap seluruh fungsi-fungsi manajemen pendidikan. Walaupun diketahui bahwa fungsi-fungsi manajemen yang diterapkan adalah bersifat umum dan dapat diberlakukan pada bidang apapun. Dalam kenyataannya tidak dapat disangkal bahwa proses kegiatan manajemen dapat pula diterapkan secara luas dalam bidang administrasi pendidikan, termasuk teknik-teknik manajemen baik yang bersifat tradisional (convensional) maupun yang modern dewasa ini.
Apabila fungsi-fungsi manajemen yang diterapkan itu dianalisis secara deteil, maka nampak ada dua aspek yang mempunyai pengaruh besar dan sangat berperan pada diri setiap manajer, yaitu akal (mind) dan tindakan (action). Namun oleh Piet A.Sahertian dkk, menganggap bahwa “pekerjaan administrasi pendidikan bukan hanya membutuhkan akal (mind) dan tindakan (action) tetapi juga pembentukan sikap. Dengan demikian, kepada setiap administrator pendidikan dipersiapkan agar memiliki kompetensi yang            dapat berpikir, bertindak dan bersikap administratif”. (Piet A. Sahertian, dkk, 1982 : 7).
Administrasi pendidiakan sebagai proses kegiatan manajemen dapat dibedakan atas proses kegiatan pimpinan (manajer) dan proses kegiatan pelaksana (opration). Hadari Nawawi mengelompokkan kedua proses kegiatan manajemen tersebut atas :
(a)  Proses kegiatan pimpinan (Manajemen administratif), melaksanakan kegiatan-kegitan yang bertujuan mengarahkan agar semua orang dalam organisasi  mengerjakan hal-hal yang sesuai dengan tujuan yang          hendak dicapai. Proses kegiatan ini berjalan melalui tahap-tahap :                 (a) Perencanaan (planning); (b) pengorganisasian (organizing);                           (c) bimbingan/pengarahan (directing/commanding); (d) koordinasi (coordinating); (e) pengawasan (controlling), dan (f) komunikasi (communication).Karena itu, proses ini disebut pula dengan “management of administrative function”.
(b) Proses kegiatan pelaksanaan (Manajemen operatif), melaksanakan kagiatan-kegiatan yang bertujuan mengarahkan dan membina agar dalam mengerjakan pekerjaan yang menjadi beban tugas masing-masing pelaksanaan dapat dilaksanakan dengan tepat dan benar. Proses kegiatan pelaksanan ini meliputi : (a) tata usaha; (b) perbekalan; (c) kepegawaian; (d) keuangan; (e) hubungan masyarakat. Karna itu, kegiatan ini di sebut pula dengan “management of operative function”. (Hadari Nawawi,           1981 : 14).
Hendayat Soetopo dan Wasty Soemanto, (1982:257-258) telah membuat rangkuman spesifikasi yang berhubungan dengan fungsi-fungsi manajemen sebagai berikut :

HENRY FAYOL
         

U R W I K    
         

G. R. TERRY

N E W M A N


L. GULLICK  


S E A R S     
         

A S S A        


G R E G G    



JENSON


KONZT & DONAL


:


:


:

:


:


:


:


:



:


:
Prevoiring, organizing, commanding, coordinating dan controlling.

Forcasting, planning, organizing, directing, coordinating, controlling.

Planning, organizing, actuating, controlling.

Planning, organizing, assembling, resources, directing, dan controlling.

Planning, organizing, staffing, directing, coordinating, reporting, budgeting.

Planning, organizing, directing, coordinating, controlling.

Planning, alocating, resources, stimulating, coordinating, evaluating.

Decision-Making, Planning, organizing, communicating, influencing, coordinating, evaluating.

Decision-Making, programming, stimulating, coordinating, appraising.

Deliberating, decision-making, programming, stulating, coordinating, appraising.
L. ALLIN

         
L. ALLEN           THE LIANG GIE



PRAJUDI ATMOSUDIRDJO


SPRIEGEL    
:


:



:


:

Planning, organizing, staffing, directing, controlling.

Leading, Planning, organizing, controlling.
Planning, decision-making, directing, coordinating, controlling, improving.

Planning, organizing, directing/actuating, controlling.

Planning, organizing, controlling.

Dari semua ahli yang mengemukakan fungsi-fungsi manajemen tersebut di atas, Pada hakekatnya hanya terdapat tiga fungsi pokok,               yaitu fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), dan pengawas (controlling). Ketiga fungsi pokok tersebut dalam literature diketemukan minimal ada tiga ahli yang setuju dengan fungsi-funsi tersebut, yaitu Spriegel, Dalton E. Mc. Farland dan Pariata Westra. Sedangkan dalam prosesnya dapat pula disarikan menjadi tiga kegiatan utama yaitu kegiatan perencanaan (planning), pelaksanaan (actuating) dan pengawasan (controlling). Ketiga kegiatan ini penjelasanya telah diuraikan pada bagian terdahulu dalam diktat/buku ini.
Teknik-teknik Manajemen dalam Administrasi Pendidikan.
1.   Teknik Manajemen konvensional.
Teknik manajemen konvensional (tradisional) lebih menekankan pada aspek mekanisasi dan hubungan kemanusiaan, karena unsur pengakuan rasional kurang banyak mendapat perhatian. Teknik manajemen konvensional ini dapat pula dibagi atas empat jenis, yaitu:
(a)  Management by personality, yakni teknik manajemen yang dalam pelaksanaannya banyak menonjolkan kepribadian yang diwariskan oleh pengakuan akan kewibawaannya dalam mengendalikan organisasi.
(b)  Management by costum, yakni teknik manajemen yang lebih banyak memperhatikan kebiasaan yang pernah berjalan dan sedang dipakai dalam pengadministrasian. misalnya kerja-sama dalam bentuk gotong-royong,  dan sebagainya.
(c)  Management by reward, yakni teknik manajemen yang menimbulkan dorongan untuk bekerja dengan diberi motivasi extrinsic. orang dianggap mempunyai kemauan untuk bekerja  apabila diberi motivasi seperti pujian, hadiah-hadiah yang sesuai dengan kesenangannya. karena itu produktivitas kerja dalam organisasi ini akan meningkat apabila motivasi ini tetap dipertahankan, dan akan menurun bila motivasi tersebut diabaikan.
(d) Management by ligitimation, yaitu teknik manajemen yang dijalankan disertai dengan pembatasan-pembatasan berupa aturan-aturan norma-norma) yang dipaksakan kepada para anggota untuk mengikutinya. keadaan demikian ini akan menimbulkan suasana karyawan yang penuh dengan ketakutan.

2.   Teknik Manajemen Modern
Berbagai upaya baru telah muncul dalam pengelolaha proses pendidikan sebagai akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir yang semakin tajam dewasa ini.  Falsafah dasar dengan prinsip demokrasi Pancasila berkembang dengan pengakuan yang mendalam akan hakekat kemanusian menjadi motivasi dalam penerapan teknik-teknik manajemen yang dianggap masih sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan modern antara lain sebagai berikut:
(a)  Management by delegation, member wewenang dan tanggung jawab kepada setiap pimpinan bagian (unit kerja) dan kepercayaan ini bias dilimpahkan pula kepada bawahannya (unit terkecil) dibawahnya sesuai dengan tanggun jawabnya. dalam kesatuan hirarki yang saling menunjang. teknik semacam ini memberikan pengakuan dan kepercayaan atas prestasi dan kemampuan pada para bawahan (anggotanya).
(b) Management by system, dilaksanakan dengan melihat kompenen-komponen yang ada dalam organisasi sebagai suatu kesatuan yang utuh dan saling menunjang. komponen-komponen tersebut sangat berpengaruh yang sama pentingnya sehingga salah satunya kurang maka akan mempengaruhi seluruh sistem yang ada.
(c)  Management by objectives, yaitu teknik manajemen yang pelaksanaan seluruh kegiatannya berorientasi kepada tujuan sebagai kriteria atau patokan keberhasilan. proses manajemen yang berhasil adalah yang dapat mencapai tujuan. (Hendyat Soetopo dan Wasty Soemanto, 1982:267-269).
(d) Bagaimanapun penerapan teknik-teknik manajemen modern telah dianggap efektif dalam administrasi pendidikan akan tetapi dalam prakteknya teknik manajemen konvensional masih tetap di perlukan, proses manajemen dalam administrasi pendidikan masih tetap menerapkan kedua teknik manajemen tersebut secara terpadu sesuai dengan situasi dan kondisi serta kenyataan-kenyataan praktis yang ada dalam organisasi pendidikan.

B.   ADMINISTRASI PENDIDIKAN DILIHAT SEBAGAI KEGIATAN KEPEMIMPINAN (LEADERSHIP) DAN PERILAKU MANUSIA (HUMAN BEHAVIOR).
1.   Administrasi Pendidikan sebagai Proses Sosial
Administrasi pendidikan sebagai proses sosial dapat dianalisis dari tiga sudut pandangan, yaitu:
a.    Dari segi strukturnya (structurally), administrasi pendidikan dipandang sebagai interaksi hubungan antara atasan dan bawahan dan dalam suatu sistem sosial.
b.    Dari segi fungsinya (functionally), tingkatan hubungan yang menunjukkan sebagai tempat menetapkan dan mengintegrasikan berbagai peranan dan fasilitas untuk mencapai tujuan dari sisitem sosial tersebut.
c.    Dari segi pelaksanaannya (operationally), yaitu proses administrasi pendidikan dangan segala konsekuensinya di dalam situasi sosial yang meliputi interaksi dari orang ke orang. Dalam proses demikian inilah penunjukan kedudukan, pengadaan fasilitas, organisasi prosedur, pengaturan kegiatan, dan penilaian pelaksanaan kegiatan itu terjadi. Dalam keadaan demikian, administrasi pendidikan menunjukan suatu mekanime kerja/jaringan kerja yang melibatkan saling interaksi antar manusia, alat dan bahan (kurikulum) serta fasilitas lainnya dalam proses pelaksanaan untuk mewujudkan tujuan organisasi.
Apabila administrasi pendidikan sebagai proses sosial ini ditinjau dari segi sistem (system sosial), maka ada dua kelompok gejala saling berinterksi secara bebas. kedua kelompok gejala tersebut oleh Getzels dan Guba memberikan istilah sebagai dimensi nomothetic bagi penekanan harapan institusional, dan dimensi idiographic untuk penekanan pada kebutuhan personal. (J.W. Getzels dan E.G. Guba, 1957:423-441).
Dijelaskan oleh Ambo Elo Adam, bahwa bilamana teori Getzels dan Guba ini diaplikasikan kedalam lembaga sosial, maka dapat dibayangkan memiliki  dua dimensi yang berdiri sendiri, tetapi dalam situasi sebenarnya saling mempengaruhi. kedua dimensi itu ialah dimensi sosiologis dan dimensi psikologis. yang pertama, menunjuk kepada lembaga (institusinya) yang ditandai dengan peranan-peranan dan harapan-harapan tertentu sesuai dengan tujuan sistem, dan yang kedua, mengacu kepada individu-individu yang menempati sistem, masing-masing dengan kepribadian dan disposisi kebutuhan tertentu. tingkah laku sosial dalam sistem sosial ini  dapat dipikirkan sebagai suatu fungsi dari 2 unsur pokok, yaitu dimensi nomotetik (normatif) dan dimensi idiografik (personal). dimensi nomotetik meliputi lembaga, peranan, dan harapan. sedangkan dimensi idiografik terdiri dari indivdu, kepribadian, dan disposisi (kecenderungan) kebutuhan. (Ambo Elo Adam, 1988:38).
Konsep Getzels dan Guba tentang dimensi nomotetik dan dimensi idiografik dalam administrasi pendidikan sebagai tingkah laku sosial dapat dilukiskan secara grafis seperti pada formulasi gambar dibawah ini.
Dimensi Nomotetik (Nomothetic) = Normatif
Institusi           Peranan          Harapan
Tingkah laku sosial
 
Adm. Pend.sebagai sistem sosial
 
              








 



                             Individu        Kepribadian        Kebutuhan
Dimensi Idiografik (Idigraphic) = Personal
Gambar 3:  Model teori Getzels dan Guba tentang proses administrasi pendidikan sebagai tingkah laku sosial.
Konsep ini menjelaskan administrasi pendidikan sebagai suatu proses sosial, dimana perilaku diterima sebagai fungsi dari dimensi-dimensi nomotetik dan idiografik dari suatu sistem sosial. dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa tindakan tertentu dapat timbul secara bersamaan dari dimensi nomotetik dan dimensi idiografik. perilaku sosial itu timbul atau terjadi sendiri dari pola-pola ekspektasi atau harapan untuk berperilaku dengan cara-cara yang konsisten sesuai kebetuhan pribadinya.

            Peranan
                                                                      Kepribadian
 
Dari uraian tersebut diatas, Ambo Elo Adam secara matematis mengemukakan formulasi sebuah rumus dari ide Getzels dan Guba sebagai berikut: B = f ( R x P ), dimana: B = behavior (tingkah laku yang diamati), R = institusional role (peranan institusional) yang dibatasi oleh harapan-harapan institusi, P = personality role (peranan kepribadian) yang batasi oleh disposisi kebutuhan tertentu, dan f = fungsi dari peranan itu. Ide Getzels dan Guba ini dijelaskan lebih lanjut oleh Ambo Elo Adam (1988:39), bahwa sifat interaksi antara peranan dan kepribadian dalam berbagai situasi yang digambarkan dalam sebuah contoh berikut. Seorang prjurit biasa perilakunya dipengaruhi lebih banyak oleh peranan (role) daripada kepribadian. sedangkan seorang artis (seniman) perilakunya lebih banyak dipengaruhi oleh kepribadian daripada peranan. bagaimana halnya bagi seorang guru disekolah dan dimasyarakat? seorang guru dalam berbagai situasi tetap berada pada posisi netral. artinya, peranan dan kepribadian seorang guru hendaknya seimbang, berada pada titik netral (pertengahan). interaksi antara peranan dan kepribadian sesuai penjelasan diatas, dapat digambarkan sebagai berikut:



























 




        Militer                                   Guru                          Seniman

2. Kepemimpinan dan Tingkah laku dalam Administrasi pendidikan

Kepemimpinan dan kelakuan manusia dalam suatu organisasi pendidikan merupakan dua unsur yang biasa dibedakan tetapi sulit untuk dipisahkan, sebab keduanya laksana dua bagian dari sekeping mata uang. apabila tingkah laku manusia dalam administrasi pendidikan ini dikaitkan dengan kepentingan kepemimpinan, maka secara konseptual ada tiga model perilaku yang dapat dijelaskan, yaitu perilaku pemimpin yang memntingkan dimensi idiografik, pemimpin yang mementingkan dimensi nomotetik dan pemimpin transaksional. konsep Getzel dan Guba (1957:423-441), melalui Hendayat Soetopo dan Wasty Soemanto (1982:291-293), dijelaskan ketiga perilaku pemimpin tersebut diatas sebagai berikut:
(a)  Pemimpin yang mementingkan dimensi nomotetik digambarkan sebagai individu yang menekankan harapan institusi dan konformitas peranan dengan harapan, yang berarti mengabaikan pribadi individu dan kepuasan pemenuhan kebutuhannya. ia mementingkan ototritas yang dipandang dari status atau posisi ia pegang. ia lebih menekankan pada peraturan-peraturan dan prosedur dengan sanksi ekstrinsik. keefektifan pemimpin nomotetik ini lebih banyak tergantung kepada keberhasilan yang ia harapkan dari para bawahannya.
(b) Pemimpin yang mementingkan dimensi idiografik (lawan dari dimensi nomotetik). pemimpin tipe ini lebih menekankan dan mementingkan pribadi individu. harapan organisasional pada individu sangat dibatasi. otoritas yang dimiliki administrator sangat dibatasi dan didelegarikan kepada para anggotanya. hubungan dengan individu yang lain didekatkan dengan kebutuhan pribadi masing-masing individu. pemimpin yang berdimensi ini lebih menekankan ego atau pribadi para anggota institusi daripada tuntutan institusional.
(c)  Pemimpin transaksional, adalah pemimpin yang berusaha memadukan (mengkombinasikan) dimensi nomotetik dengan dimensi idiografik dalam sistem kepemimpinannya. pemimpin transaksional memen-tingkan usaha pencapaian tujuan institusi, tetapi pada waktu yang sama harapan individu tidak diabaikan dalam rangka pencapaian tujuan tersebut. Ia mengakui secara mendalam hakekat peranan dan harapan institusi, akan tetapi ia juga mengharapkan tujuan dapat tercapai dengan memenuhi dorongan dan kebutuhan pribadi individu masing-masing. dengan demikian, pemimpin transaksional dalam waktu yang sama ia mampu menerapkan situasi kepemimpinan yang menekankan dimensi nomotetik sekaligus dimensi idiografik.
Perilaku pemimpin dalam administrasi pendidikan akan sangat tergantung pada penekanan individu yang terlibat terhadap ketiga dimensi             di atas, tanpa mengabaikan filsafat yang dianut seseorang sebagai bagian yang menentukan dalam memilih dimensi mana yang paling sesuai yang akan mewarnai kepemimpinanya dalam administrasi pendidikan. tentu saja pemimpin pendidikan yang baik selalu berusaha agar dalam kepemimpinanya tetap berada dalam kondisi yang seimbang dan berusaha menetralisir masalah-masalah yang mungkin timbul dalam organisasi, bahkan mungkin dapat menghilangkannya sama sekali.
Dalam berbagai interaksi (inter dan antar individu) pada sebagian organisasi sering terjadi konflik, baik yang bersumber dari konflik peranan dalam institusi dengan kebutuhan pribadi, konflik peranan dengan peranan, maupun konflik pribadi dengan pribadi, sehingga menyulitkan seorang pemimpin untuk mengatasinya.
(a)  Konflik yang bersumber dari peranan dalam institusi dengan kebutuhan pribadi, misalnya Kepala Sekolah yang akan memimpin rapat penting menyambut kedatangan Menteri Dikbud. tetapi pada saat yang bersamaan ia menerima telepon dari Rumah Sakit bahwa anaknya yang bungsu mendapat kecelakaan lalu lintas dan sedang dalam keadaan gawat di Rumah Sakit.
(b) Konfilk yang bersumber dari peranan dengan peranan, misalnya: Guru tidak mau disupervisi oleh penilik sekolah tertentu (konflik disegreement individual). karena berasal dari kelompok yang berbeda, maka mereka tidak mau bekerjasama (konflik disegreement kelompok). antara dua pejabat yang berlainan tujuan (ide/harapan) terjadilah pertentangan pendapat (konflik harapan), dan contoh-contoh lainnya.
(c)  konflik yang bersumber dari pribadi dengan pribadi, misalnya: Individu-individu dalam kelompok memiliki kebutuhan yang berbeda, maka arah pelaksanaan tugas tidak serasi. ketidakserasian kebutuhan inilah yang menimbulkan konflik.
Konflik-konflik tersebut diatas seringkali muncul dalam kegiatan administrasi pendidikan yang kadang-kadang menimbulkan keteganagn bipolar antara lembaga (institusi) dengan tujuan dan harapan, serta individu dengan segala kebutuhannya. Disatu pihak terdapat pribadi (individu) dengan berbagai kebutuhannya, motivasinya dan ambisinya dalam organisasi. Dilain pihak terdapat harapan dan peranan institusi dalam mewarnai pola kerja para anggotanya. dalam situasi demikian sering muncul ketegangan (konflik), karena pimpinan bekerja dengan banyak anggota yang mempunyai problem yang bervariasi yang harus dipecahkan dengan baik.
Sebuah rumus dibawah ini dapat membantu kita untuk melihat hubungan kerja para anggota suatu organisasi yang diwarnai oleh kebutuhan dan perilaku yang berbeda-beda yang dengannya sering menimbulkan ketegangan (konflik). rumus tersebut adalah :  H = S (P+1) (P/2), dimana : H= hubungan, P = orang yang bekerja, dan S = sifat atau watak pribadi individu.
Misalnya seorang kepala sekolah bekerja dengan 10 orang guru                    di sebuah sekolah, maka akan terjadi hubungan sebagai berikut:                         H = S (10 + 1) (10/2) = 11 x 5 = 55, ini berarti, seorang kepala sekolah yang bekerja dengan 10 orang guru itu tidak berarti hanya terjadi          11 hubungan, melainkan akan melayani 55 hubungan pada sekolah yang dipimpinnya. belum lagi dibayangkan, bila setiap hubungan itu menunjuk kepada satu sifat atau watak, maka kepala sekolah sekurang-kurangnya berhadapan dengan kemungkinan 55 sifat atau watak (perangai) yang berbeda-beda pula (kemungkinan H = S). keadaan demikian inilah yang selalu menimbulkan ketegangan (konflik) dalam proses kerjasama untuk mewujudkan tujuan administrasi pendidikan. demikian pula macam dan variasi perilaku kepala sekolah dalam kepemimpinannya.
Menurut A. W. Widjaja, bahwa perilaku administratif diwarnai atau dipengaruhi oleh banyak factor, khususnya faktor pemimpin itu sendiri, factor bawahan serta faktor situasi dimana proses kepemimpinan itu berlangsung. selain itu dijelaskan pula bahwa bagi setiap pemimpin faktor yang sering mempengaruhi perilakunya antara lain (a) letar belakang sosial ekonomi;  (b) latar belakang keluarga; (c) situasi masa kini; dan  (d) tujuan yang akan dating (cita-cita masa depan). (A. W. Widjaja, 1985:59). latar belakang tersebut akan memberikan pandangan jauh kedepan. kesadaran dan pengertian serta sikap bagi seorang pemimpin. sebagai manusia, setiap bawahan memiliki emosi (perasaan) yang akan menimbulkan sikap pro dan kontra terhadap peilaku pemimpinnya. persepsi dan kognisi akan menimbulkan kecenderungan sikap yang bertentangan atau menolak (kontra) dan untuk menetralisir sikap yang bertentangan tersebut biasanya orang kembali kepada kepercayaan (conation), sehingga sikap dan peilaku pemimpin tersebut kembali sewajarnya. A. W. Widjaja, melukiskan perilaku pemimpin dengan latar belakangnya seperti pada gambar di bawah ini. (1985:60).


 










          Gambar 5 : Sikap Pro dan Kontra terhadap perilaku pemimpin berdasarkan
                          Latar belakang kepemimpinanya.

3.  Konsep Kepemimpinan dalan Aministrasi Pendidikan.
Dalam menguraikan tentang konsep kepemimpinan pendidikan tentunya kita tidak terlepas dari pandangan kita terhadap konsep kepemimpinan pada umumnya. secara formal, kegiatan kepemimpinan harus diselenggarakan oleh seseorang yang menduduki posisi atau jabatan tertentu yang dilingkungannya terdapat sejumlah orang yang bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu.
Dalam konsep kepemimpinan, para ahli cenderung mengartikan kepemimpinan sebagai suatu kemampuan menggerakkan, memberikan motivasi dan mempengaruhi kelompok orang-orang agar mereka bersedia melakukan kegiatan-kegiatan (tindakan) yang sesuai dan terarah pada pencapaian tujuan melalui keberanian mengambil keputusan yang tepat dan rasional. ada dua unsur yang dapat diungkapkan dari pengertian kepemimpinan di atas, yaitu:
(a)  Kegiatan menggerakkan orang-orang, yang berarti keseluruhan proses pemberian motivasi agar bekerja secara ikhlas dan sungguh-sungguh demi tercapainya tujuan organisasi.
(b) Kegiatan tersebut dilakukan oleh seseorang yang memiliki keberanian untuk tampil ke depan memberikan bimbingan, mempengaruhi dan mendorong terwujudnya tindakan-tindakan atau tingkah laku yang terarah pada tujuan.
Dalam kepemimpinan pendidikan, faktor pemimpin tidak dapat dilepaskan dari faktor uang yang dipimpin. keduanya saling bergantung, sehingga yang satu tidak ada tak mungkin ada yang lain. sebab itu, kepemimpinan merupakan proses interaksi manusiawi (human relationship), karenanya setiap pemimpin harus mampu bekerjasama dengan orang yang dipimpinnya, memberikan bimbingan dan motivasi agar mereka bekerja dengan ikhlas dan senang hati, tanpa paksaan dan ancaman yang mungkin akan menimbulkan perasaan takut dan kesetian yang semu. hanya dengan memahami dan menghayati perasaan dan pikiran serta kebutuhan para anggotanya seserang akan dapat diterima, dihormati, dihargai dan disegani sebagai pemimpin. kepemimpinan yang demikian itu sesuai dengan konsep kepemimpinan pendidikan modern yang dilandasi oleh asas demokrasi yang sangat menghargai harkat dan martabat manusia sebagai penentu keberhasilan segala aktivitas. sebab, dalam kepemimpinan pendidikan modern lebih menekankan spesialisasi tugas, pendelegasian wewenang dan rentangan control yang tepat. untuk itu, penyusun konsep kepemimpinan pendidikan harus diorientasikan kepada prinsip-prinsip: (1) partisipasi; (2) kooperasi; (3) hubungan-hubungan kemanusiaan yang akrab, (4) pendelegasian dan pancaran kekuasaan serta tanggungjawab; (5) fliksibilitas organisasi tata kerja;             (6) kreativitas; (7) obyektivitas dan rasional dalam segala tindakan.
Dengan berorientasi kepada prinsip-prinsip diatas, maka dalam kepemimpinan pendidikan sangat menghargai perubahan-perubahan, member dorongan terhadap usaha-usaha inovasi, meningkatkan loyalitas, inisiatif dan kreativitas dalam proses pengembangannya. kerana itu, kepemimpinan pendidikan modern memandang organisasi sebagai suatu system sosial individu-individu yang dalam aktivitasnya menganut falsafah “optimisme”, yaitu segala problem (masalah) yang dialami (dihadapi) pasti dapat diselesaikan secara wajar melalui cara-cara yang rasional dan manusiawi.
Menurut Ross dan Hendry (ahli sosiologi) dikutip oleh N. A. Ametembum, memandang bahwa kepemimpinan itu sebagai suatu fenomena interaksional. keduanya berpendapat bahwa fenomena kepemimpinan dalam masyarakat manusia adalah sebagai suatu hasil interaksi diantara berbagai indicator sebagai berikut:
(a)  Sifat-sifat seseorang
(b) Kebutuhan-kebutuhan struktual dan sifat-sifat kelompok.
(c)  Situasi dimana timbul kepemimpinan
(d) Sifat atau ciri tugas yang diemban
(e)  Jenis kelompok dan kualitas para anggotanya
(f)   Iklim sosial yang terjadi disekitarnya
(g) Harapan-harapan dan tanggapan kelompok terhadap pemimpin dan apa yang dikerjakannya. (Ametembun, 1974:21)
Mereka berpendapat bahwa kepemimpinan adalah suatu proses kehidupan kelompok, karenanya tidak dapat dipisahkan dengan konteks sosial, adat-istiadat dan kultur setempat dan banyak faktor lainnya. dikatakan oleh Ross dan Hendry, bahwa kepemimpinan adalah bersifat dinamik, fleksibel dan sensitif dalam menyebarkan interaksi diantara banyak faktor tersebut diatas. keduanya mengklasifikasikan konsep kepemimpinan itu atas tiga kategori, yaitu:
(a)  Kepemimpinan sebagai traits within the individual leader
(b) Kepemimpinan sebagai suatu function of the group, dan
(c)  Kepemimpinan sebagai suatu function of the situation. (Ametembun, 1974:24).

a.   Kepemimpinan sebagai Traits within the individual leaders
Kepemimpinan dimasa lalu dipusatkan pada diri pemimpin sebagai seorang pribadi yang mewrisi kepemimpinan secara turun-temurun. pemimpin dilahirkan, bukan dijadikan atau dibuat (leaders is born not made). keadaan ini pernah terjadi di Indonesia pada masa keemasan raja-raja dulu. nanti setelah runtuhnya feodalisme dan berkembangnya kesadaran demokrasi, barulah timbul pandangan-pandangan baru bahwa kepemimpinan itu dapat dipelajari pada setiap situasi dan kondisi tertentu, disamping itu bahwa pemimpin-pemimpin itu bisa dijadikan/dibuat, bukan dilahirkan (leaders are made, not born).
Dalam teori sifat (traits theory) nampak ada kecenderungan bahwa kepemimpinan adalah sesuatu yang ada pada diri seseorang, sesuatu yang dapat diberikan kepada orang lain/kelompok, dan dapat diterapkan dalam berbagai situasi sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang sama dalam kelompok dan situasi yang juga berbeda. untuk mengembangkan fungsi-fungsi kepemimpinan, seseorang         harus membawa sifat-sifat dan kepribadiannya serta kemampuan-kemampuannya yang ia miliki kepada orang lain. Teori ini didasarkan kepada pendapat bahwa keberhasilan seseorang pemimpin disebabkan oleh kelebihan daripada sifat-sifat yang dimiliki oleh pemimpin itu sendiri. sifat-sifat itu dapat berupa sifat-sifat fisik, seperti tinggi badan, raut muka stamina dan sebagainya. Disamping sifat-sifat fisik, juga sifat kemampuan, seperti  kecerdasan, lancar berbicara, cepat mengambil sesuatu keputusan yang tepat dan logis, dan sebagainya. Sedangkan sifat-sifat lain berupa sifat-sifat kepribadian seperti: harga               diri kejujuran,  keteladan, kebesaran jiwa, tekun dan rajin, sabar, kerelaan berkorban, penuh pengabdian, dsb.
b.   Kepemimpinan sebagai suatu function of the Group
Bila konsep pertama dipusatkan pada sifat kepribadian pemimpn, maka konsep kedua ini kepemimpinan lebih diarahkan pada fungsi pemimpin dalam kelompok tertentu. Disini kepemimpinan itu dipandang sebagai suatu fungsi dari pada kelompok. Karena itu,           bila konsentrasi pada kelompok makin besar, maka akan besar pula untuk mengobservasi tingkah laku, mengorganisir tindakan-tindakan kepemimpinan, melukiskan interaksi antara pemimpin dan yang dipimpin. Sebab pola interaksi antar individu dalam kelompok lebih ditentukan oleh struktur kelompok daripada  oleh kepribadian masing-masing anggota kelompok. Kepemimpinan lalu dirumuskan sebagai suatu struktur daripada kelompok, esensi kepemimpinan lebih ditekankan pada sifat suatu kelompok daripada sifat suatu kelompok daripada sifat pribadi individu. Dengan demikian, kepemimpinan bukan terutama terletak pada diri pribadi pemimpn melainkan dipandang sebagai suatu fungsi daripada struktur kelompok tadi. Perlu dicatat bahwa, hal ini tidak berarti bahwa apa yang dibawakan setiap individu bagi kelompok tidak penting. Tiap individu merupakan unsur-unsur esensil, dan merupakan pula faktor yang dapat membatasi perkembangan struktur kelompok. Juga bahwa kelompok itu sendiri merupakan pula faktor pembatas, terutama dilihat sebagai keadaan yang membawakan perubahan dalam organisasi. Sebab keberhasilan dalam kepemimpinan itu tergantung dari dan berorientasi kepada kemampuan kelompok.  Untuk itu, bagaimana pemimpin kelompok ini memanfaatkan kemampuan tersebut untuk memperoleh keberhasilan dalam kepemimpinannya.   
c.    Kepemimpinan sebagai suatu Function of the Situation
Konsep kepemimpinan ini mencoba menganalisis tentang situasi dimana kelompok itu berada. Kepemimpinan bukanlah sesuatu yang dapat dioper dan diimport dari luar ke dalam diri si pemimpin. Kepemimpinan ini timbul, tumbuh, berkembang dan terwujud dalam aspirasi kelompok sebagai akibat dari rangsangan dan dorongan “situasi” untuk bergerak.
Ketidakpuasan terhadap konsep kepemimpinan yang berorientasi pada sifat-sifat pribadi individu, kemudian beralih pada fungsi-fungsi struktur kelompok juga nampaknya tidak cukup, maka konsep kepemimpinan yang berorientasi pada situasi dimana individu dan kelompok itu berada menjadi konsentrasi dan sorotan daripada analisis yang terakhir ini. Ini berarti bahwa kepemimpinan yang diharapkan adalah kombinasi dinamis dari fungsi individu, fungsi kelompok, dan fungsi situasi dalam proses kepemimpinan. Setiap pemimpin pendidikan diharapkan berada  pada kombinasi ketiga konsep kepemimpinan itu untuk melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinannya tanpa mengabaikan : (1) sifat daripada tugas yang dipercayakan; (2) watak daripada kelompok; (3) sifat-sifat daripada anggota kelompok (individu); (4) hubungan-hubungan para anggota kelompok tersebut; (5) iklim sosial (social climate) yang ada pada saat itu, dan (6) proposisi-proposisi kepemimpinan yang dianut.
Berdasarkan penelitian, perilaku seorang pemimpin yang mendasarkan teori/konsep ini mempunyai kecenderungan kearah         2 hal.
Pertama: yang disebut konsideransi (consideration), ialah kecenderungan kepemimpinan yang menggambarkan hubungan akrab dengan bawahan dan gejala lain dalam tingkat ini, seperti sifat pemimpin yang ramah tamah, selalu membantu kepentingan bawahan, membela bawahan, bersedia berkonsultasi dengan bawahan, memeberikan kesejahteraan kepada bawahan, dan sebagainya.
Kedua: disebut struktur inisiasi (initiating structure), ialah kecenderungan seorang pemimpin yang memberikan batasan-batasan antara peranan pemimpinan dan peranan bawahan dalam mencapai tujuan organisasi. Kecenderungan kedua ini dapat dilihat dari berbagai gejala seperti, bawahan diberi instruksi dalam pelaksanaan tugas, kapan dan bagaimana pekerjaan dilakukan, hasil apa yang dicapai. Kepemimpinan teori ini selalu membuat standard yang perlu dilaksanakan oleh bawahannya, bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Berdasarkan teori ini, seorang pemimpin yang ideal, ialah pemimpin yang perhatiannya terhadap bawahan – tinggi dan terhadap hasil yang ingin dicapai juga tinggi. Singkatnya, tingkah laku pemimpin dalam teori ini harus selalu disesuaikan dengan situasi “kedewasaan” bawahan.
Istilah ‘kedewasaan” bagi bawahan, mempunyai komponen pengertian:
(a)  Orang-orang yang mempunyai tujuan, termasuk kemampuan menyusun tujuan dan dapat mencapai tujuan tersebut.
(b) Orang-orang yang mempunyai rasa tanggung jawab, dalam arti orang yang memiliki kemampuan (kompetensi) dan kemauan (motivasi).
(c)  Orang-orang yangmempunyai pendidikan dan pengalaman
(d) Mempunyai relevansi dengan tugas, yaitu kemampuan teknis melaksanakan tugas, dn memiliki rasa percaya pada diri sendiri dan harga diri. (A.W. Widjaya, 1985:34).
Berdasarkan konsep kepemimpinan yang telah diuraikan, maka lahir pula berbagai pandangan tentang jenis dan sifat kepemimpinan sebagai berikut:
a.   Menurut bentuknya, kepemimpinan dapat dibedakan atas:
(1)    Tipe kepemimpinan otoriter (otokratis)
Seorang pemimpin yang bertipe otokritas ialah pemimpin yang dalam kepemimpinannya memperlihatkan ciri-ciri sbb:
(a)  Menganggap organisasi yang dipimpinnya sebagai milik pribadinya.
(b) Tujuan organisasi sama halnya dengan tujuan pribadinya.
(c)  Bawahan dianggap dan diberlakukan sebagai alat semata.
(d) Tidak senang (tidak mau) menerima kritikan dan saran-saran dari bawahannya walaupun untuk sesuatu yang baik.
(e)  Dalam kepemimpinannya lebih banyak mengandalkan kekuasaan formal (otoritas, pangkat dan jabatan).
(f)   Dalam menggunakan bawahan, mempergunakan cara paksaan/ perintah yang mengandung unsur ancaman sebagai hukuman.
(g) Semua tugas yang diperintahkan/diinstruksikan harus dilaksanakan tanpa banyak membuat alasan.
(h) Tidak terlalu banyak memperkenankan bawahan untuk bertanya, karena semua perntah dan tugas dianggap jelas dan benar, dan sebagainya.
(2)    Tipe  kepemimpinan Paternalistis
Seorang pemimpin yang bertipe paternalistis dalam kepemimpinannya selalu memperlihatkan hal-hal sebagai berikut:
(a)      Meganggap bawahan sebagai manusia yang belum dewasa;
(b)     Dalam berbagai situasi ia selalu berusaha melindungi bawahannya;
(c)      Kurang member kesempatan kepada bawahan untuk berinisiatif dan berkembang sendiri;
(d)     Sering berpendapat bahwa dirinyalah yang lebih mengetahui segala sesuatu daripada orang lain (bawahannya);
(e)      Ingin tetap menjadi pemimpin, karena ia kuatir organisasi           yang dipimpinnya akan menjadi berantakan bila dipimpin oleh orang lain;
(f)       Bekerja keras, karena kurang percaya dan tidak sampai hati member pekerjaan tersebut kepada orang lain (bawahan) untuk mengerjakannya.
(3)    Tipe kepemimpinan Kharismatis
Seorang pemimpin yang bertipe kharismatis ialah pemimpin yang alam kepemimpinannya didasarkan pada kharismatis yang terpencar dari pribadi pemimpin yang bersangkutan. Pemimpin tipe ini mempunyai daya tarik yang luar biasa sehingga orang dengan sukarela mau menjadi pengikutnya. Sampai sekarang, para ahli belum berhasil mengungkap sebab-sebab apa seorang pemimpin memiliki charisma, ciri-ciri yang dimiliki pemimpin kharismatis ini antara lain:
(a)  Adanya daya tarik yang luar biasa dari pribadi pemimpin yang bersangkutan, sehingga orang mau menjadi pengikutnya.
(b) Adanya rasa kepatuhan yang besar dari para pengikutnya, sehingga para pengikut kadang-kadang pasrah/menyerah tanpa alasan kepada sang pemimpin tersebut.
(c)  Umumnya bawahan yang dipimpin (pengikut) bekerja tanpa dipaksa tetapi dengan hati yang ikhlas dan sukarela bekerja untuk kepentingan pemimpin tipe kharismatis ini.
(4)    Tipe kepemimpinan laissez-faire
Tipe kepemimpinan ini dekat dengan tipe paternalistis dan merupakan kebalikan dari tipe otoriter dan militeristis. Pemimpin dalam tipe ini kedudukannya hanya sebagai symbol belaka, karena itu sering dijuluki sebagai pemimpin simbolis atau pemimpin kebapaan atau bos besar dan semcamnya. Ciri pimpinan tipe laissez-faire ini antara lain sbb:
Bawahan diberi kebebasan sepenuhnya untuk bertindak dan mengambil keputusan yang dianggap perlu.
(a)  Pemimpn hanya berfungsi sebagai penasihat, memberikan saran dan pendapat bila dirasa sangat perlu/penting.
(b) Wewenang dan tanggung jawab dalam organisasi kurang jelas.
(c)  Bawahan bebuat sesuka hatinya karena tidak ada pengawasan dari atasannya.
(d) Perwujudan pekerjaan menjadi simpang siur dan kacau, karena tidak ada koordinasi  yang jelas dan bawahan bekerja sendiri-sendiri sesuai keinginannya..
(e)  Waktu masuk dan keluar kantor tidak menetu, karena tidak tergambar secara formal, demikian pula tugas masing-masing anggota organisasi yang dipimpinnya.

(5)    Tipe kepemimpinan demokratis
Pengetahuan di bidang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe kepemimpinan demokratis adalah yang paling tepat (ideal) untuk suatu organisasi modern dewasa ini, termasuk organisasi lembaga-lembaga kependidikan. Dalam kepemimpinan ini, para pemimpin memperlihatkan ciri-ciri kepemimpinannya sebagai berikut:
(a)  Pemimpin selalu memperhatikan, mengetahui, memper-timbangkan dan menghargai harkat dan hakekat bawahan sebagai manusia yang mempunyai hak-hak azasi.
(b) Selalu berusaha agar terdapat keserasian, keseimbangan, dan kesetaraan serta ke selatan antara kepentingan organisasi dengan kepentingan bawahan,
(c)  Senang menerima saran, pendapat dan kritikan-kritikan yang bertujuan untuk perbaikan,
(d) Mengutamakan kerjasama dalam usaha mencapai tujuan,
(e)  Bersifat mendidik dengan jalan memberikan kesempatan kepada bawahan untk bekembang,
(f)   Berpendapat bahwa keberhasilan adalah hasil usaha bersama dan bukan dari hasil usaha pimpinan sendiri,
(g) Dalam kepemimpinannya selalu berpegang pada prinsip Ing ngarso sung tulodo, Ing madya mangun karso dan Tut wuri handayani”.
(h) Berusaha selalu mengikuti perkembangan dan kemajuan dengan keberhasilan bersama,
(i)   Menerima pendapat yang berbeda tidak untuk dipertentangkan, tetapi untuk dipertimbangkan/dipertemukan dalam musyawarah untuk memperoleh mufakat.
Kepemimpinan yang demokratis ini paling tepat diterapkan        di bumi  nusantara Inonesia, karena sesuai dengan jiwa falsafah Pancasila yang memiliki kewibawaan, jujur, dipercaya, bijksana, mengayomi, dan berani mawas diri untuk membawa serta memimpin masyarakat ke dalam kesadaran bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
b.   Menurut jenisnya, kepemimpinan dapat dibedakan atas:
(1)  Pemimpin Formal  (Formal  leader)
Pemimpin formal (resmi), yakni seseorang yang oleh organisasi tertentu diangkat atau ditunjuk berdasarkan surat keputusan pengangkatannya untuk memangku sesuatu jabatan dan menjalankan tugas-tugas kepemimpinan dengan segala hak dan kewajibannya untuk mencapai ssaran-sasaran yang telah ditetapkan. Dalam realisasi kepemimpinannya belum tentu berlangsung efektif. Sampai dimana efektivitas kepemimpinannya sangat dipengaruhi oleh pola/        bentuk kepemimpinan yang dijalankan. Pemilihan atau penunjukan seorang pemimpin formal yang tepat akan memungkinkan ia mampu menggerakkan dan memberi motivasi pada orang-orang yang dipimpinnya untuk berbuat/melakukan kegiatan-kegiatan secara sungguh-sungguh dan terarah pada pencapaian tujuan yang diharapkan.
(2)  Pemimpin informal (Infromal leader)
Pemimpin informal adalah pemimpin yang muncul dari dalam kelompok sebagai orang yang mampu menggerakkan dan mempengaruhi sehingga disenangi, dihormati, dan dipatuhi keputusan-keputusannya. Dari pemimpin informal ini diharapkan adanya peranan sosial (social role) tertentu yang terwujud dalam partisipasi masyarakat, yang karena kualitas-kualitas serta sarana tertentu yang dimilikinya diperkirakan akan dapat memenuhi harapan masyarakat. Peranan sosial tersebut sangat tergantung dari status yang dimiliki oleh pemimpin informal tersebut dalam masyarakat. Status sosial tersebut ditentukan oeh beberapa kriteria, misalnya keturunan, kekayaan, pendidikan, dan ciri-ciri biologis lainnya.
Untuk membandingkan atau membedakan pemimpin formal dari pemimpin informal, maka ada beberapa cirri di bawah ini akan mempermudah kita melihat perbedaan tersebut, yang diantisipasi dalam sebuah daftar sebagai berikut:
Pemimpin Formal
Pemimpin Infromal
a.    Memiliki legalitas forma (penunjukkan oleh pihak yang berwenang)
b.    Diberi backing oleh organisasi fomal untuk menjalankan keputusan-keputusan.
c.    Berstatus selaku pemimpin formal selama pengang-katannya masih berlaku.

d.    Memperoleh balas jasa yang berkaitan dengan posisinya (jabatannya).
e.    Dapat mencapai promosi (kenaikan pangkat formal),    dan dapat dimutasikan.
f.     Selalu memiliki fihak atasan.

g.    Harus memiliki syarat-syarat formal lebih  dahulu sebelum diangkat.


h.    Diberikan sanksi apabila melakukan kesalahan atau pelanggaran.



i.     Selama menjadi pemimpin ia harus menjalankan tugas kegiatannya secara terus menerus sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya.
j.     Dalam kepemimpinannya sering kali mendapat pengawasan dari atasannya.
k.    Akhir masa kepmimpinannya selalu dimintai pertanggung jawaban.
a.    Tidak memiliki legalitas penunjukan sebagai pemimpin oleh/dari atasan.
b.    Tidak ada backing dari sesuatu organisasi formal untuk menjalankan keputusan.
c.    Berstatus selaku pemimpin inormal selama masyarakat/ kelompok yang dipimpinnya masih menerima/mengakuinya.
d.    Biasanya tidak memperoleh balas jasa material, kecuali diusahakan.
e.    Tidak pernah mencapai promosi dan tidak pula dapat dimutasikan.
f.     Tidak memiliki atasan dalam arti formal.
g.    Tidak memiliki syarat-syarat formal, tetapi disegani/ dipatuhi/diteladani/dan sebagai sumber bertanya/ tukar pikiran.
h.    Tidak ada sanksi secara formal, kecuali berbuat kesalahan akan kurang ditaati/dipatuhi dan tidak diakui lagi.

i.     Selama menjadi pemimpin, kadang-kadang ia melak-sanakan kepemimpinannya, kadang-kadang tidak.


j.     Selama menjalanan tugas selaku pemimpin ia tidak pernah diawasi oleh siapapun.

k.    Akhir masa keemimpinannya ia kadang-kadang mempertanggung jawabakan kadang-kadang tdak kepada masyarakat.

Kalau pemimpin formal di atas diorientasikan pada seorang Kepala sekolah selaku pemimpin pendidikan, maka ia harus mewujudkan sedemikian rupa sehingga tugas-tugas pokok di bawah ini dapat terealisir.
Tugas-tugas pokok tersebut antara lain adalah:
a.    Membantu orang-orang dalam masyarakat sekolah merumuskan tujuan-tujuan pendidikan dengan jelas, yaitu:
(a)  Memperjelas nilai-nilai dan pandangan-pandangan masyarakat terhadap tujuan pendidikan di sekolah.
(b) Memberikan dasar rasional bagi persetujuan mengenai tujuan-tujuan operasional dan usaha-usaha untuk mencapainya.
(c)  Mencari suatu dasar rasional bagi persetujuan peranan sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan dari masyarakat.
(d) Memperjelas peranan badan-badan yang ada di luar sekolah yang dapat diikutsertakan untuk mencapai tujuan pendidikan.
b.    Memperlancar proses belajar mengajar dengan mengembangkan pengajaran yang lebih efektif, dengan melalui kegiatan-kegiatan antara lain:
(a)  Berinisiatif mencari penjelasan secara terus-menerus, mengusahakan penerimaan tujuan-tujuan pendidikan serta usaha untuk mencapai tujuan tersebut.
(b) Mencari dan mengusahakan memakai konsep perubahan dalam pengembangan pengajaran yang cocok.
(c)  Membuat proses belajar mngajar menjadi pusat dari semua usaha organisasi pendidikan.
(d) Membuat sarana yang memadai untuk perubahan institusional maupun individual.
c.    Membentuk atau membangun suatu unit organisasi yang produktif, fungsi kepala sekolah dalam mewujudkan aktivitas ini adalah:
(a)  Mengusulkan dan mencari kesepakatan mengenai struktur organisasi dan menetapkan hubungan kerja fungsional yang dituntut dari seluruh anggota staf untuk mencapai tujuan-tujuan sekolah.
(b) Mencari penjelasan dan penerimaan bersama peranan-peranan daripada individu-individu dan bagian-bagian kelompok dalam organisasi.
(c)  Menjelaskan hubungan-hubungan wewenang, tanggung jawab dan kekuasaan diantara indiidu-individu dan bagian-bagian dalam kelompok.
(d) Membuat ketentuan-ketentuan komunikasi yang memadai               di seluruh antara sekolah dan badan-badan lain dalam masyarakat.
(e)  Memberi penilaian yang memadai secara kontinyu.
d.    Menciptakan suatu iklim di mana kepemimpinan pendidikan dapat tumbuh dan berkembang. Karena iklim dan kondisi-kondisi lingkungan banyak mempengaruhi tingkah laku manusia, maka pemimpin pendidikan hendaknya peka terhadap kondisi-kondisi tersebut baik yang menguntungkan maupun yang menghambat pertumbuhan dalam jabatan. Sebab, suasana pertumbuhan dalam jabatan sangat tergantung pada tingkah laku para pemimpin formal itu sendiri. Ada beberapa kondisi yang dapat menunjang pertumbuhan jabatan (profesi) antara lain sebagai berikut:
(a)  Adanya perasaan guru-guru, bahwa suasana kerja di sekolah adalah kondusif/mengasilkan kreativitas, eksperimentasi dan aktualiasi ketrampilan maupun bakat.
(b) Guru-guru yang mengalami kesulitan mengajar harus merasa bebas untuk meminta bantuan.
(c)  Dukungan dan motivasi harus diberikan untuk menjamin integritas program pengajaran dan yang bekerja untuk memajukannya.
(d) Ketergantungan harus diletakkan pada kepemimpinan secara mendadak (imergent leadership).
(e)  Adanya pemimpin yang dirasakan oleh guru-guru memiliki sifat suka menolong.
(f)   Membantu mencarikan dan memberikan sumber-sumber yang memadai untuk pengajaran yang efektif. Organisasi tidak akan berkembang dengan baik tanpa dukungan sumber-sumber yang memadai, baik personal maupun material. Jenis sumber yang diperlukan untuk mengembangkan organisasi antara lain sebagai berikut:
(a)  Pengetahuan dan ketrampilan professional.
(b) ketrampilan-ketrampilan dalam memelihara human relations
(c)  Pelayanan-pelayanankhusus (kesehatan dan kesejahteraan).
(d) Ketrampilan-ketramilan organisasional dan konseptual
(e)  Sumber-sumber eksternal dari institusi-institusi lain dsb.
C.   ADMINISTRASI PENDIDIKAN DILIHAT SEBAGAI SUATU GUGUSAN SUBSTANSI (WUJUD) PROBLEM-PROBLEM TERTENTU
Angapan masyarakat tentang pekerjaan administrasi pendidikan adalah menyangkut kegiatan ketatausahaan (clerical work) sesuai kenyataan yang ada dewasa ini sudah kurang dibenarkan. Secara konvensional, administrasi pendidikan banyak mengurus suatu  gugusan substansi tertentu, misalnya mengurus kurikulum  (pengajaran), kesiswaan, ketenagaan, keuangan, material dan alat pelengkapan sekolah/kantor, bahkan mengurus hubungannya dengan masyarakat dan pemerintah. Memang substansi itulah yang berada dalam jajaran administrasi dan manajemen pendidikan, sehingga memberi ciri yang dapat dibedakan dengan ciri dari administrasi pada lembaga-lembaga di luar lembaga pendidikan. Substansi yang demikian rumit dan kompleksnya, sehingga Knezewich menyebutnya  a cluster of substantive problems, yang menandai bahwa administrasi pendidikan bukan hanya mengurus pekerjaan tata usaha tetapi lebih daripada itu sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan pada umumnya.
Calvin Grieder dan Truman N.Pierce dalam bukunya “Public School Administration” membagi substansi administrasi pendidikan tersebut (dalam datar isi bukunya hal. vii – viii) melalui Piet A. Sahertian, dkk, (1982:10). disebutkan sebagai berikut:
(a)  Organization of Public Education
(b) Leadership in educational administration
(c)  Administration o School special service
(d) Administration of instructional program
(e)  Pupil personnel administration
(f)   Financial and Business Administration
(g) School Plant Administration, and
(h) School Cummunity Relation
Ary H. Gunawan, membagi substansi administrasi pendidikan tersebut atas 10 bidang garapan yang harus dikuasai administrator pendidikan, yaitu:
(a)  Administrasi murid
(b) Administrasi personal sekolah/tenaga kependidikan
(c)  Administrasi kurikulum
(d) Administrasi fasilitas/sarana pendidikan
(e)  Administrasi tatalaksana pendidikan/tata usaha sekolah
(f)   Administrasi lembaga/organisasi sekolah/organisasi pendidikan
(g) Administrasi pembiayaan/anggaran pendidikan
(h) Administrasi hubungan masyarakat/komunikasi pendidikan.
(i)   Perencanaan dan pengembangan pendidikan/ sekolah
(j)   Dasar-dasar Supervisi Pendidikan (Ary H.Gunawan, 981:2).
M. Ngalim Purwanto, membagi substansi administrasi pendidikan tersebut atas: (a) Ketatausahaan sekolah, (b) Personalia guru, (c) Personalia murid, (d) Supervisi pengajaran, (e) Pelaksanaan dan pembinaan kurikulum, (f) Pendirian dan perencanaan bangunan sekolah, (g) Hubungan sekolah dengan masyarakat.
Pembagian lain yang terdapat dalam “Ensiklopedi Pendidikan”, dikutip  oleh S.Mochtar Husain, dkk, (978:1) disebutkan sbb:
(a)  Undang-Undang pendidikan
(b) Personalia (untuk manajemen dan untuk melayani murid-murid)
(c)  Keuangan sekolah
(d) Pengawasan pendidikan
(e)  Hubungan masyarakat
(f)   Evaluasi, testing dan membuat raport
(g) Pembangunan dan pemeliharaan gedung-gedung sekolah
(h) Pembangunan masyarakat.
Berbagai pendapat di atas nampaknya tidak menunjukkan adanya perbedaan yang mendasar, karena pada hakekatnya mereka mempunyai maksud dan tujuan yang sama, yaitu berusaha mengelola berbagai kegiatan di sekolah yang dapat menunjang kelancaran pelaksanaan. Aktivitas-aktivitas operasional administrasi pendidikan ini telah dirumuskan secara sistematis dalam buku Pedoman Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Kurikulum tahun 1975 Buku III-D yang memuat kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
(a)      Kegiatan mengatur proses belajar mengajar
(b)     Kegiatan mengatur kesiswaan
(c)      Kegiatan mengatur personalia
(d)     Kegiatan mengatur peralatan penganggaran
(e)      Kegiatan mengatur dan memelihara gedung serta perlengkapan sekolah
(f)       Kegiatan mengatur keuangan sekolah
(g)     Kegiatan mengatur hubungan sekolah dan masyarakat
Keseluruhan kegiatan yang disebutkan terahir ini akan diuraikan lebih lanjut pada Bab III dan Bab IV dalam buku/diktat ini.

  1. PERTANYAAN LATIHAN
1.    Sebutkan dan jelaskan pendapat anda tentang dimensi-dimensi yang terdapat dalam administrasi pendidikan.
2.    Sebutkan dn jelaskan kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam fungsi manajemen administratif dan kegiatan-keitan dalam fungsi manajemen operatif.
3.    Sebutkan fungsi-fungsi manajemen yang anda ketahui dan buatkanlah sebuah daftar spesifikasi untuk mengelompokkan masing-masing fungsi tersebut, sesuai kedudukannya.
4.    Sebukan dan dan jelaskan macam-macam teknik manajemen dalam administrasi pendidikan, baik yang tradisional maupun modern.
5.    Jelaskan pendapat anda bahwa administrasi pendidikan itu dapat ditinjau sebagai suatu proses sosial.
6.    Bagaimana tingkah laku sosial seorang guru dilihat dari segi peranan (role) dan kepribadian (personality)?
7.    Buatlah sebuah gambar teori Getzels dan Guba tentang perilaku sosial tersebut, dan berikanlah penjelasan seperlunya.
8.    Jelaskan secara singkat disertai sebuah contoh konkrit tentang konflik peranan dalam isntitusi dengan keputusan pribadi, konflik peranan dengan peranan maupun konflik pribadi dengan pribadi.
9.    Gunakan rumus yang ada dalam diktat ini dan carilah hubngan yang harus terjadi dalam organisai pendidikan jika seorang kepala sekolah mempunyai 25 orang bawahannya (guru).
10. Berdasarkan hasil perhitungan pada pertanyaan nomor 9 di atas, coba anda buat sebuah gambar (sosiometri) yang merupakan gambaran dari hubungan-hubungan tersebut.
11. Sebutkan dan jelaskan sifat-sifat apa saja yang seharusnya dimiliki oleh seorang kepala sekolah selaku pemimpin pendidikan.
12. Jelaskan secara singkat konsep kepemimpinan di bawah ini:
a.    Kepemimpinan sebagai traits within the individual leader
b.    Kepemimpinan sebagai suatu function of the group
c.    Kepemimpinan sebagai suatu function of the situation.
13. Jelaskan secara singkat bentuk-bentuk dan jenis-jenis kepemimpinan pendidikan yang anda ketahui. Sebutkan ciri-ciri dari kepemimpinan tersebut secara jelas.
14. Jelaskan secara singkat, tugas-tugas pokok kepala sekolah selaku pemimpin pendidikan.
15. Substansi apa sajakah yang terdapat dalam administrasi pendidikan? Jelaskan !
16. Buatlah sebuah daftar spesifikasi yang memuat pengelompokkan substansi-substansi dalam administrasi pendidikan, menurut para ahli dan tempatkan dalam datar dimana persamaan dan perbedaan dari substansi-substansi tersebut.
17. Menurut pendapat anda, substansi mana yang paling tepat seharusnya ada dan dilaksnakan pada sekolah-sekolah kita            dewasa ini. Kemukakan alasan anda memiliki substansi-substansi tersebut.

 

BAB III

RUANG LINGKUP ADMINISTRASI PENDIDIKAN
Tujuan Pembelajaran
          Setelah mengikuti secara aktif kegiatan proses pembelajaran, mahasiswa yang mengambil mata kuliah Administrasi dan Supervisi Pendidikan diharapkan akan dapat:
1.    Menjelaskan kegiatan-kegiatan Administrasi Kurikulum (pengajaran).
2.    Menjelaskan kegiatan-kegiatan Administrasi Kesiswaan (murid).
3.    Menjelaskan kegiatan-kegiatan Administrasi Personil.
4.    Menjelaskan kegiatan-kegiatan Administrasi Keuangan.
5.    Menjelaskan kegiatan-kegiatan Administrasi Material (perbekalan)
6.    Menjelaskan kegiatan-kegiatan Administrasi Gedung Sekolah.
7.    Menjelaskan kegiatan-kegiatan Bidang Hubungan Sekolah dan Masyarakat.
PEMBAHASAN MATERI PEMBELAJARAN
Ruang lingkup administrasi pendidikan secara makro meliputi tujuh bidang garapan. Ketujuh bidang garapan tersebut garis besarnya adalah sebagai berikut:
A.   Bidang Administrasi Kurikulum (Pengajaran)
B.    Bidang Administrasi Kesiswaan (Murid)
C.   Bidang Administrasi Personal Sekolah
D.   Bidang Administrasi Keuangan Sekolah
E.    Bidang Administrasi Mateial (Perbekalan)
F.    Bidang Administrasi Gedung Sekolah, dan
G.   Hubungan Sekolah dan Masyarakat.
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang masing-masing bidang administrasi tersebut di atas, ikutilah uraian di bawah ini.

A.   BIDANG ADMINISTRASI KURIKULUM (PENGAJARAN)
Administrasi kurikulum adalah keseluruhan proses penyelenggaraan yang menitik beratkan pada usaha-usaha pembinaan situasi belajar mengajar yang bertujuan agar seluruh kegiatan pengajaran terlaksana dengan lancar, efektif dan efisien. Fungsinya sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pengajaran agar proses belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar, terencana, terorganisir, terlaksana, dan terkendali dengan baik.  Karena administrasi kurikulum berkaitan erat dengan proses belaja mengajar maka kegiatan ini sering disebut atau diidentikkan dengan “administrasi pengajaran”, yang menang pada hakekatnya adalah sama.
Pada pokoknya, administrasi kurikulum (pengajaran) dalam pelaksanaannya meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1.   Kegiatan yang berhubungan dengan tugas guru
Guru berfungsi selaku pengelola PBM dan berfungsi pula selaku pembantu kepala sekolah dalam pelaksanaan sebagian tugas-tugas administrasi. Dalam rangka administrasi kurikulum, ada beberapa kegiatan pokok yang perlu dilaksanakan sehubungan  dengan tugas guru adalah:
(a)  Pembagian tugas (beban mengajar) guru.
(b) Penyusunan jadwal kegiatan guru.
(c)  Pengaturan bimbingan guru terhadap kegiatan murid-murid.
(d) Penyusunan rencana mengajar guru berdasarkan GBPP.
(e)  Penyusunan persiapan mengajar harian (SAP) dengan berpedoman pada pola PPSI sesuai bidang studi masing-masing.
(f)   Pelaksanaan tugas-tugas pembinaan kegiatan ekstra kurikulum.
(g) Pencatatan kegiatan hasil belajar mengajar.
(h) Penyusunan laporan kegiatan guru sesuai dengan tugasnya.

2.   Kegiatan yang berhubungan dengan tugas murid
Murid sebagai subyek pendidikan mempunyai hak dan kewajiban serta tugas-tugas tertentu baik intra maupun ekstra kurikuler. Ia mempunyai hak yang sama dalam memnggunakan segala fasilitas pendidikan yang ada di sekolah, untuk memperoleh pelayanan edukatif/ instruksional maupun pelayanan administratif  bila diperlukan. Tetapi          ia juga mempunyai kewajiban untuk mentaati segala aturan yang berlakau di sekolah, baik aturan akademik maupun aturan administratif dengan konsekuensinya, serta kewajiban mengikuti pendidikan dan pengajaran di sekolah sesuai dengan haknya   masing-masing.
3.   Kegiatan yang berhubungan dengan PBM
Telah dijelaskan terlebih dahulu bahwa seluruh administrasi kurikulum pada hakekatnya diarahkan pada usaha-usaha pembinaan situasi belajar mengajar yang lebih baik. Kegiatan-kegiatan pokok  yang berhubungan dengan PBM tersebut meliputi antara lain sbb:
a.   Penyusunan program pengajaran tahunan/semesteran
Kepala sekolah dan guru-guru setiap tahun ajaran sebelum berlangsungnya kegiatan PBM, bertugas menyusun program tahunan/ semesteran sebagai pedoman kerja selama waktu tertentu. Tugas penyusunan tersebut adalah mengidentifikasikan dan menjabarkan berbagai kegiatan ke dalam program yang ada hubungannya dengan pendidikan di sekolah, khususnya masalah PBM. Program kerja ini pada umumnya tergambar secara jelas di dalam kalender pendidikan sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan oleh Mendikbud. Nomor: 0255/U/1976, tanggal 15-10-1976 yang isinya meliputi:
(a)  Kegiatan persiapan tahun ajaran baru
(b) Kegiatan penerimaan siswa/murid baru
(c)  Kegiatan belajar mengajar yang terdiri dari: persiapan belajar, penyaajian belajar, evaluasi hasil belajar, kenaikan kelas, tamat belajar, dan kegiatan bimbingan siswa.
(d) Kegiatan upacara bendera
(e)  Kegiatan-kegiatan dalam liburan sekolah, dan
(f)   Kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler
Dalam penyusunan kalender pendidikan tersebut perlu bagi kepala sekolah dan guru-guru agar selalau mempertimbangkan beberapa hal penting sebagai berikut:
(a)  Setiap kegiatan mempunyai fungsi peningkatan kualitas, efektivitas dan efisiensi dalam pelaksanaan PBM.
(b) Setiap kegiatan mempunyai kaitan fungsional dalam kegiatan lainnya.
(c)  Dalam fungsi peningkatan pendidikan/PBM, intra kurikuler, kokurikuler dan ekstra kurikuler mempunyai satu kegiatan yang integratif dengan tujuan pendidikan.
(d) Penjadwalan ekstra kurikuler harus menjamin kelancaran pelaksanaan kegiatan kurikuler.


  1. Penyusunan jadwal pelajaran
Dalam penyusunan jadwal pelajaran di sekolah perlu dipertimbangkan atau diperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
(a)  Alokasi jam pelajaran harus sesuai dengan target kurikulum yang ingin dicapai (ditargetkan).
(b) Jumlah jam pelajaran harus seimbang untuk setiap bidang studi/ mata pelajaran perhari/minggu.
(c)  Urutan waktu yang tepat sesuai dengan berat-ringannya bidang studi/mata pelajaran yang dibinanya.
(d) Penyusunan tugas guru (alokasi waktu mengajar) perlu memper-timbangkan sistem guru, sistem mata pelajaran dan sistem PBM yang dianut oleh sekolah.
(e)  Pembagian tugas mengajar guru pada setiap bidang studi/mata pelajaran harus diperhatikan pula keahlian dan kewenangan masing-masing guru.
(f)   Perangkapan mata pelajaran dan pengalaman bertugas bagi setiap guru.
Untuk menyusun suatu jadwal pelajaran, yang perlu dipertimbangkan adalah beberapa syarat utama sebagai berikut:
(a)  Jam pelajaran pada pagi hari sebaiknya diperuntukkan untuk mata pelajaran yang berat, karena banyak meminta tenaga dan pikiran   murid-murid.
(b) Mengeluarkan tenaga jasmani pada waktu teriknya matahari membawa banyak kesulitan, karena itu mata pelajaran olahraga sebaiknya diberikan pada pagi hari (untuk praktek).
(c)  Siang hari sebaiknya murid-murid diberikan mata pelajaran yang agak santai untuk membangkitkna kegembiraan dan semangat belajarnya.
(d) Perhatikan waktu selingan, jangan tiga jam berturut-turut berfikir dalam matematika, tetapi kegiatan yang baik selalu tidak boleh lebih dari tiga jam, kalau satu jam rasanya terlalu singkat.
(e)  Perhatikan jadwal pelajaran disamping kelas lain, jangan sama-sama menarik suara, karena akan saling mengganggu.
(f)   Aturlah waktu yang seimbang sehingga ada kesempatan untuk menyelesaikan tugas-tugas lain yang penting.
(g) Berilah penekanan didaktis-metodis dan psikologis dalam penyusunan jadwal pelajaran dari pada kepentingan pribadi masing-masing guru.
c.    Penyusunan Disain Instruksional
Disain instruksional dapat disusun sekaligus selama waktu satu semester, satu caturwulan atau satu minggu. umumnya disain instruksional ini disusun oleh guru untuk waktu penggunaan satu hari atau seminggu dalam SAP (Satuan Acara Pengajaran) dengan komponen-komponen tertentu yang isinya dirancang sebagai berikut:
(a)  Identitas; meliputi nama mata pelajaran/bidang studi, satuan bahasan, kelas/program, semester dan waktu pertemuan (tatap muka).
(b) Tujuan; yaitu tujuan dari masing-masing pokok bahasan yang meliputi TIU/TUP, dan TIK atau TKP.
(c)  Materi pelajaran; yaitu uraian bahan sajian yang akan diajarkan sebagai penjabaran dari dari tujuan yang dirumuskan.
(d) Kegiatan belajar-mengajar (siswa dan guru), pendekatan yang digunakan serta langkah-langkah pertemuan yang disusun.
(e)  Alat dan sumber pelajaran (alat peraga/media/buku-buku) yang digunakan sebagai kondisi untuk mempermudah pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar.
(f)   Evaluasi, adalah tahap akhir dari PBM untuk menemukan umpan balik dan untuk mengukur tingkat penguasaan siswa.
Dewasa ini penyusun disain instruksional itu dirancang lebih efektif dengan penekanan pada keterlibatan siswa secara aktif dalam PBM,   baik mental-psikologis maupun fisik dengan berorientasi secara CBSA. berdasarkan kecenderungan itu, maka penyusunan disain instruksional lebih ditekankan pada dimensi-dimensi sebagai berikut:
(a)  Yang nampak pada dimensi subyek didik, antara lain:
-          Keberanian untuk mewujudkan minat, keinginan dan dorongan-dorongan dalam PBM.
-          Keberanian dan keinginan mencari kesempatan berpartisipasi sebagai akibat dari disain instruksional yang dirancang guru.
-          Dorongan ingin tahu yang besar pada diri subyek didik akan hal-hal baru dalam peristiwa PBM.
-          Usaha dan kegiatan siswa lebih aktif dalam menyelesaikan kegiatan belajarnya lebih cepat utnuk mencapai keberhasilan (tuntas).
-          Rasa lapang dan bebas melakukan sesuatu tanpa tekanan, paksaan siapapun termasuk guru.



(b) Yang nampak pada dimensi guru, antara lain:
-          Usaha membina serta mendorong siswa dalam meningkatkan kegairahan serta partisipasinya dalam interaksi belajar mengajar.
-          Kemampuan dalam menjalankan fungsi dan peranannya sebagai inovator, motivator, moderator dan fasilitator dalam PBM.
-          Sikap tidak mendomminir kegiatan belajar mengajar siswa.
-          Pemberanian kesempatan belajar siswa menurut cara, dan irama perkembangan serta kemampuan masing-masing.
-          Kemampuan menyiapkan kondisi belajar mengajar dengan berbagai strategi melalui pendekatan multimedia dan multi-metode sehingga memberi peluang bagi berlangsungnya kegiatan belajar mengajar siswa aktif.
(c)  Yang nampak dimensi program, antara lain:
-          Tujuan instruksional, konsep dan isi pelajaran harus memenuhi kebutuhan belajar, minat dan kemampuan siswa dalam PBM.
-          Memungkinkan terjadinya pembagian konsep maupun aktivitas siswa  dalam PBM.
-          Program yang tidak kaku dalam memilih dan menentukan metode, alat/media yang tepat, dimana semua siswa mudah memahaminya.
(d) Yang nampak dalam dimensi situasi belajar mengajar
-          Terjelmanya komunikasi edukatif yang sehat dan intim antara guru dan siswa maupun antara siswa dengan siswa.
-          Adanya kegairahan dan kegembiraan belajar di kalangan para siswa  di dalam PBM.
d.   Pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar
Didalam buku petunjuk pelaksanaan pengelola kurikulum SMA, (tahun 1985:11), dijelaskan bahwa pelaksanaan belajar mengajar harus mencerminkan komunikasi dua arah, tidak semata-mata merupakan pemberian informasi searah dari pihak guru tanpa mengembangkan kemampuan mental, fisik dan penampilan                   siswa. Proses belajar mengajar hendak mengacu kepada                                        bagaimana           siswa belajar selain kepada apa yang dipelajari untuk mendapatkan mengolah, menilai, menggunakan dan menkomunikasikan perolehannya (hasil belajar).
Penyajian bahan pelajaran terutama yang berhubungan dengan konsep, maka guru harus mengikutsertakan siswa secara aktif, baik secara perorangan maupun kelompok, agar siswa memperoleh kesempatan untuk:
(a)  Mempelajari materi/konsep dengan penuh perhatian dan kesungguhan;
(b) Mempelajari, mengalami, dan melakukan sendiri cara dapatkan sesuatu pengetahuan/konsep;
(c)  Merasakan sendiri kegunaan, mengembangkan rasa ingin tahu, jujur, tekun, disiplin, rapi, kreatif, dan terikat pada tugas-tugas yang diberikan guru-gurunya;
(d) Belajar dalam kelompok akan menemukan sifat dan kemampuan diri sendiri serta sifat dan kemampuan teman sekelompoknya;
(e)  Memikirkan, mencobakan sendiri, dan  mengembangkan konsep  dari suatu nilai tertentu;
(f)   Menemukan dan mempelajari kejadian gejala yang dapat mengembangkan gagasan-gagasan baru;
(g) Menunjukkan kemampuan mengkomunikasikan cara bersifat yang menghasilkan penemuan baru dan penghayatan nilai-nilai, baru secara lisan, tertulis, gambar, maupun penampilan diri.
e.   Menyusun daftar/buku-buku Acuan
Penyusunan daftar buku dalam PBM, meliputi:
(a)  Kegiatan penyusunan buku-buku yang berhubungan langsung dengan kegiatan belajar mengajar, berupa buku-buku acuan/ rujukan pokok yang langsung digunakan dalam PBM.
(b) Kegiatan penyusunan buku/daftar yang mendukung pelaksanaan belajar mengajar di sekolah.
Kegiatan yang disebutkan terakhir ini lebih menyangkut tata usaha kelas, misalnya penyediaan daftar hadir murid, jadwal pelajaran kelas, daftar regu kerja, buku persiapan mengajar, daftar evaluasi belajar murid, buku kumpulan soal-soal, buku batas pelajaran, buku laporan pendidikan, dsb.

  1. Pengisian Daftar Laporan Kemajuan Belajar Siswa
Sekolah mempunyai tugas selain menyusun daftar buku-buku yang diperlukan juga bertugas menyiapkan data kolektif tentang kemajuan belajar siswa setiap kelas. data ini disusun oleh masing-masing guru kelas/bidang studi selama satu caturwulan/semester. Pengisian daftar ini memudahkan supervisi kepala sekolah dalam hal perkembangan/kemajuan belajar siswa setiap kelas kesesuaian isi kurikulum yanag ditargetkan untuk dicapai. Fungsi lain dari daftar kemajuan kelas adalah untuk memudahkan tugas guru bila terjadi mutasi, maka guru penggantinya mudah mengerjakan acara berikutnya tanpa terjadi kesulitan.
g.   Penyelenggaraan Evaluasi  Hasil Belajar (Achievement test)
Evaluasi hasil  belajar bertujuan untuk mendapatkan umpan balik bagi guru tentang sejauhmana tujuan instruksional telah tercapai. dengan demikian dapat ditetapkan langkah-langkah dan cara mengajar bagaimana yang perlu diperbaiki atau ditingkatkan pelaksanaannya. secara singkat fungsi evaluasi hasil belajar adalah sebagai berikut:
(a)  Memberi arah dan petunjuk dalam pelaksanaan PBM.
(b) Siswa dapat mengenali gambaran kemampuan dirinya.
(c)  Sebagai umpan balik (masukan) untuk perbaikan PBM.
(d) Sebagai salah satu indikator penentuan keberhasilan belajar siswa.
Usaha untuk mengetahui kemampuan (penguasaan) dan perubahan dari berbagai kegiatan belajar siswa dapat dilakukan evaluasi sebagai berikut:
(a)  Evaluasi formatif, yaitu evaluasi yang dilakukan guru setelah satu pokok bahasan selesai dipelajari murid yang biasa juga disebut dengan istilah ulangan harian.
(b) Evaluasi diagnosis, yaitu evaluasi yang dilakukan untuk mengetahui sebab-sebab kesulitan belajar siswa, penentuan penempatan, pemberian materi pelajaran baru, maupun untuk pemilihan program belajar siswa.
(c)  Evaluasi sumatif, yaitu evaluasi yang dilakukan setelah kegiatan belajar mengajar berlangsung selama jangka waktu tertentu, misalnya setelah satu caturwulan/semester. jenis tes biasanya dilaksanakan oleh sekolah secara serentak dan biasanya disebut dengan ulangan umum.
Menurut jenisnya, tes dapat dibagi atas tes essay dan                      tes objektif. disebut tes essay karena siswa diminta menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan menguraikan/menerangkan pendapat-nya dalam bentuk ceritera. Sedangkan objek tes, dimaksudkan agar siswa memperoleh penilaian secara objektif dari guru. Bentuk tes objektif yang dikenal secara umum adalah:
(a)  Bentuk benar-salah (true-false test)
(b) Bentuk pilihan ganda (multiple choise test)
(c)  Bentuk menjodohkan (matching test)
(d) Bentuk jawaban singkat (short answer test)
(e)  Bentuk melengkapi (completing test)
(f)   Bentuk sebab akibat, dan
(g) Bentuk menyangkal/pengecualian.
4.   Kegiatan ekstra kulikuler
Kegiatan ekstra kulikuler adalah kegiatan belajar diluar ketentuan kurikulum yang berlaku, bersifat paedagogis-psikologis dan banyak memberikan efek pengiring bagi pertumbuhan dan perkembangan pengetahuan, keterampilan dan sikap siswa. Tujuannya untuk memperkaya dan memperluas wawasan pengetahuan, mendorong pembinaan dan pembentukan nilai/sikap yang memungkinkan penerapan lebih lanjut pengetahuan yang diperoleh dari berbagai mata pelajaran, baik para program inti maupun pada program khusus.
Melalui kegiatan ekstra kulikuler ini siswa paling banyak memperoleh pengelaman belajar dari kurikulum tersembunyi dengan melalui berbagai kegiatan seperti: kegiatan pramuka, palang merah remaja, lomba penelitian ilmiah remaja (LPIR), UKS dan dokter kecil, kegiatan bakti sosial, olahraga prestasi (rekreasi), cinta alam dan lingkungan, patroli keamanan sekolah, koperasi sekolah, peringatan hari-hari besar dan sebagainya.
5.   Kegiatan pelaksanaan EBTA
Kegiatan pelaksanaan EBTA (evaluasi belajar tahap akhir) adalah kegiatan akhir tahun ajaran untuk mengevaluasi hasil kegiatan instruksional selama siswa mengikuti pendidikan di sekolah. Pelaksanaan EBTA dilakukan serentak oleh semua sekolah dan melibatkan hampir semua guru dan merupakan pertanggungjawaban akhir dari sekolah terhadap hasil pendidikannya. Tinggi rendahnya keberhasilan yang dicapai merupakan barometer terhadap nilai sekolah tersebut dalam pelaksanaan kurikulum. EBTA diikuti oleh seluruh siswa yang berada pada tahap akhir (tingkat terakhir) dari suatu sekolah tertentu, yang pelaksanaannya diatur secara terpusat berdasarkan petunjuk dan tata tertib yang dikeluarkan oleh departemen pendidikan.
6.   Kegiatan pelaksanaan Bimbingan dan Konseling (BP)
Kegiatan pelaksanaan bimbingan dan konseling atau bimbingan dan penyuluhan di sekolah diarahkan pada usaha pemberian bantuan atau layanan pemecahan masalah yang dialami siswa sehingga dengannya akan menyadarkan siswa kepada kepribadiannya,                  yang diharapkan pada suatu saat ia dapat menyelesaikan           masalahnya sendiri. Kegiatan bimbingan di sekolah dilakukan dengan memperhatikan kenyataan-kenyataan tentang adanya kesulitan (masalah) yang dihadapi siswa dalam rangka perkembangan yang optimal, sehingga siswa dapat memahami dirinya, mengarahkan dirinya, dan bertindak serta bersikap sesuai dengan kemampuan dirinya, keadaan lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat. Dengan demikian, bimbingan di sekolah diarahkan kepada pencapaian tujuan pendidikan dengan memperhatikan problem-problem khusus yang dialami siswa dalam belajarnya. Dewasa ini BP di sekolah             selain ditujukan pada bimbingan belajar siswa juga diarahkan               pada bimbingan karier  melalui penelusuran bakat dan minat yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, terencana dan berkelanjutan.
Tujuan BP/BK adalah mendorong pertumbuhan dan perkembangan sikap sosial, pengetahuan dan keterampilan dalam mempersiapkan diri untuk ikut serta dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Fungsinya dalam untuk:
(a)  Membantu siswa memilih program belajar yang sesuai dengan bakat, minat serta kemampuan dirinya (fungsi penyaluran).
(b) Membuat siswa untuk memperoleh kemajuan dalam perkembangan dirinya secara optimal (fungsi penyesuaian).
(c)  Membantu siswa lebih memahami dirinya dan orang lain dengan segala aspeknya (fungsi pemahaman).
(d) Membantu siswa dengan guru mengadakan pembulatan/perbaikan terhadap hal-hal yang belum mencapai apa yang diharapkan dalam seluruh PBM fungsi korektif).
(e)  Membantu siswa mepercepat proses belajarnya, baik dalam arti waktu maupun materi pelajaran (fungsi akselerasi).
Misalnya siswa yang tergolong lambat dalam pelajaran dapat dibantu mempercepat proses pelajarannya melalui pengajaran remedial.
(f)   Membantu siswa menyembuhkan/memperbaiki kondisi-kondisi kepribadiannya yang diperkirakan menunjukkan penyimpangan-penyimpangan baik langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi prestasi belajarnya (fungsi terapeutik)
(g) Membantu memperkaya proses belajar siswa dalam segi metode dan alat yang digunakan sesuai dengan kebutuhannya untuk mencapai hasil belajar yang optimal (fungsi pengayaan).
Selanjutnya dalam pelaksanaan administrasi kurikulum terdapat banyak jenis pencatatan yang harus dilakukan. Jenis-jenis pencatatan yang perlu ada pada setiap sekolah antara lain:
(a)    Daftar presensi siswa
Daftar presensi digunakan untuk mencatat data keadaan siswa selama dalam waktu tertentu tentang kehadiran, ketidakhadiran, terlambat, sakit, izin siswa setiap hari dan setiap jam untuk tiap mata pelajaran tertentu selama waktu sekolah. Dengan adanya daftar presensi tersebut seorang guru dapat menghitung  presentase (%) keadaan siswa dengan membantu oleh rumus sederhana sebagai berikut:
    ∑ a (s + i + a) pada hari itu
                                                   x   100%
       ∑ Murid dalam kelas itu
 
                 Rumusan % absen murid setiap hari :


 
    

         a (s + i + a) dalam bulan yang bersangkutan
                                                                                x  100%
           ∑ Murid x  ∑ hari sekolah dalam bulan ybs.
 
Sedangkan untuk mencari % absent selama waktu satu bulan digunakan rumus sebagai berikut:



 


(b)    Jadwal pelajaran
            Jadwal pelajaran bagi suatu sekolah sangat diperlukan terutama bagi siswa untuk dapat mengetahui kegiatan belajar setiap hari, waktu belajar, dan jenis mata pelajaran yang dijarkan.
(c)     Jadwal regu kerja dan piket sekolah
            Regu kerja bagi setiap sekolah adalah penting terutama untuk menanamkan kebiasaan pada diri siswa dalam memelihara disiplin,  kebersihan, keindaha, keamanan serta sikap sosial murid itu sendiri. Dalam pelaksanaan tugas regu kerja telah tersusun dalam sebuah daftar yang membuat jumlah anggota regu yang bertugas setiap hari secara bergilir dengan tugas-tugas tertentu yang telah disepakati bersama.
(d)Persiapan mengajar
            Setiap guru sebelum melaksanakan tugas mengajar, ia mempunyai kewajiban dan tanggungjawab untuk mepersiapkan diri dengan sebaik-baiknya merencanakan bahan-bahan pelajaran yang akan diajarkan. Persiapan mengajar (SAP) bagi guru merupakan pekerjaan rutin yang harus dirancang berdasarkan PPSI, dengan komponen-komponen sebagaimana telah dijelaskan terdahulu. (Lihat hal. 77 diktat).
(e)    Penentuan jadwal ulangan/ujian
            Jadwal ulangan/ujian perlu diumumkan, tidak hanya secara lisan di depan siswa, tetapi sebaiknya dimuat dalam daftar terjadwal secara sistematis agar siswa mudah mengingat waktu, tempat dan mata pelajaran yang akan diujikan. Hal ini penting terutama sekolah yang mempunyai jumlah siswanya banyak dengan sekolah yang besar dan kompleks.
(f)      Tata tertib sekolah
Sesuai instruksi Mendikbud, tanggal 1 Mei 1974 Nomor: 14/U/1974, tata tertib sekolah dirumuskan sebagai ketentuan-ketentuan yang mengatur kehidupan sekolah sehari-hari dan mengandung sanksi terhadap pelanggarannya. Untuk menjamin kelancaran pelaksnaan tugas sehari-hari di sekolah, baik tugas edukatif maupun tugas administratif, tata tertib perlu disusun, dilaksanakn secara konsekuensi atas segala pelanggarannya, baik oleh siswa, guru, maupun personil sekolah lainnya. Karena itu, penyusunan tata tertib sekolah hendaknya mempertimbangkan segala kondisi secara objektif dan adil dalam pelaksanaannya, sehingga apa yang dinginkan dapat tercapai secara optimal.
(g)    Catatan pekerjaan siswa/buku kumpulan tugas siswa
Banyak siswa yang mengeluh karena kurang mendapat pelayanan yang memuaskan dari pihak guru. Guru-guru sering lalai dan kurang teliti mencatat segala macam pekerjaan siswa yang berhubungan dengan kegiatan kurikuler, ekstra kurikuler maupun ko kurikuler. Untuk mencegah kemungkinan terjadinya hal ini,  guru perlu membuat catatan tentang pekerjaan siswa, baik secara perorangan maupun kelompok sebagai bahan dalam pemberian bimbingan. Demi untuk efisiensi kerja guru, maka catatan pekerjaan siswa tersebut dapat diformulasi sedemikian rupa yang kemungkinan membuat pekerjaan tugas siswa secara komulatif.
(h)    Catatan hasil tes (daftar nilai siswa)
Hasil evaluasi terhadap proses dan hasil  belajar siswa,  (formatif, sub sumatif, dan sumatif serta diagnosis dan performance tes) sebaiknya diadakan pencatatan yang teliti dalam daftar atau buku hasil tes. Pencatatan ini dimaksudkan sebagai bahan masukan bagi guru untuk mengetahui tingkat intelegensi, minat, bakat, dan sikap siswa.
Disamping pencatatan hasil tes, seorang guru perlu pula mempersiapkan daftar nilai siswa untuk mencatat hasil belajar siswa (nilai) dari setiap mata pelajaran yang perlu diikuti selama waktu tertentu. Nilai yang dimuat dalam daftar ini meliputi : partisipasi siswa dalam kegiatan belajar mengajar (individu/ kelompok),  tugas-tugas yang diberikan guru,  hasil-hasil tes (formatif, sub sumatif, sisipan, sumatif) dan sebagainya.
(i)       Buku batas pelajaran.
Tugas lain dari seorang guru ialah membuat catatan batas pelajaran yang telah, sementara (sedang) dan yang telah, sementara (sedang) dan yang akan akan diajarkan. Pencatatan ini dapat dirancang baik untuk harian, mingguan, bulanan, caturwulan maupun semesteran, yang sekaligus menentukan target pencapaian kurikulum.
(j)      Buku kumpulan soal-soal
Bagi guru yang baik tidak hanya dinilai dari ketrampilan mengajarnya di kelas tetapi juga dari kemampuannya mengelola administrasi kurikulum di kelasnya. Demikian seorang guru tidak hanya diharapkan dari kemampuan menggunakan teknik-teknik menyusun soal-soal tes yang baik, tetapi juga dari kemampuan membukukan soal-soal tes yang telah disusun pada setiap kali setiap soal tersebut selesai digunakan. Hal ini dimaksudkan agar guru mudah mengontrol soal-soal mana yang telah diujikan dan mana yang belum diujikan, sehingga setiap kali diadakan tes, soal yang serupa tidak akan berulang kembali digunakan pada siswa yang sama.

  1. BIDANG ADMINISTRASI KESISWAAN (MURID)
Administrasi kesiswaan masalahnya dititik beratkan pada simurid itu sendiri, yaitu mengenai hak dan kewajibannya  mulai dari sejak ia diterima sebagai murid di suatu sekolah mengikuti pelajaran hingga ia tamat atau keluar dari sekolah itu. Murid adalah merupakan bagian  dari sekolah dan pula bagian dari masyarakat, karena itu murid adalah milik sekolah dan masyarakat. Karena murid  adalah milik dari kedua lingkungan tersebut, maka ia  mempunyai hak dan kewajiban sebagai anggota dari  lingkungan sekolah dan juga anggota dari linkungan masyarakat. Sebagai anggota masyarakat sekolah maka murid mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran, mempunyai hak untuk mempergunakan segala fasilitas yang tersedia di sekolah, mempunyai hak untuk memperoleh bimbingan serta mempunyai hak untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilakukan          di sekolah maupun di masyarakat.
Selain hak, ia juga mempunyai kewajiban untuk hadir di sekolah mengikuti pelajaran sesuai dengan diwaktunya, mempunyai kewajiban mengikuti ulangan/ujian dan mempunyai kewajiban pula mentaati segala peraturan tata tertib yang berlaku di sekolah. Untuk memelihara hak dan kewajiban murid tersebut, sekolah harus memberikan pelayanan yang wajar agar murid dapat belajar dengan baik dan gurupun dapat melaksanakan tugas mengajarnya dengan efektif.  Dilain pihak, masyarakat harus terbuka menerima segala upaya yang dilakukan oleh sekolah, menjalin dan menerima kerjasama yang lebih baik sesuai keadaan siswa itu sendiri.
Administrasi kesiswaan (murid) yang kita telah uraikan di atas, persoalannya dimulai dari sejak pertama kali murid masuk sekolah, mengikuti pelajaran hingga ia tamat di sekolah itu. Dalam hubungan itu,  sekolah perlu melakukan  beberapa kegiatan  dalam bidang administrasi kesiswaan ini guna menciptakan suasana dan kondisi sekolah yang lebih sukses. Kegiatan tersebut antara lain sebagai berikut:
1.   Kegiatan penerimaan siswa baru
Penerimaan siswa adalah kgiatan awal dan pertama bagi suatu lembaga pendidikan (sekolah). Dengan berpedoman pada kebijaksanaan pemerintah tentang prinsip pemerataan dan pemberian kesempatan belajar seluas mungkin bagi anak usia sekolah (SD, SMP, dan SMTA), maka dalam penerimaannya perlu memperhatikan:
a.    Fasilitas yang tersedia pada masing-masing sekolah.
b.    Usia murid, dengan member prioritas masing-masing:
(a)  Untuk Taman Kanak-kanak berumur antara 3-6 tahun.
(b) Untuk SD, sesuai Surat Dirjen PDM, tgl. 16 September 1975, Nomor: 1.3.030 Kep. 75, pada prinsipnya untuk masuk SD apabila anak sudah berusia 7 tahun, bila semua anak usia         7 tahun telah tertampung maka perioritas penerimaan adalah anak yang berusia 8 tahun, 9 tahun, 10 tahun,        11 tahun, 12 tahun, barulah mereka yang berusia 6 tahun. Dengan adanya kebijaksanaan baru tentang wajib belajar, maka penentuan usia perioritas ini akan ditinjau kembali sesuai kemampuan yang tersedia, terutama tenaga guru.
(c)  SMTP, bagi mereka yang berusia  antara 11-18 tahun.
(d) SMTA, bagi mereka yang berusia  antara 14-21 tahun. Untuk perguruan tinggi diperkirakan usia sekitar 18 tahun ke atas berdasarkan kriteria penerimaan yang ditetapkan oleh  Dirjen Dikti.
c.    Kesehatan jasmani dan rohani calon siswa dengan mempelihatkan hasil pemeriksaan kesehatan dari dokter yang ditunjuk.
d.    Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) dan rapor bagi calon siswa SD, SMTP dan SMA, sedangkan untuk calon masuk TK cukup menunjukkan Surat Kelahiran dari Kecamatan atau Akte Kelahiran dari Catatan Sipil. Penerimaan siswa baru biasanya didahului dengan pembentukan panitia penerimaan yang bertugas:
(a)  Menyusun jadwal kegiatan penerimaan
(b) Mempersiapkan formulir pendaftaran
(c)  Menentukan syarat-syarat pendaftaran
(d) Melakukan pendaftaran calon siswa
(e)  Mempersiapkan soal-soal tes saringan
(f)   Mengatur dan menentukan nomor tes, waktu dan tempat tes.
(g) Menentukan jumlah siswa yang akan diterima
(h) Menunjuk evaluator atau korektor hasil-hasil tes.
(i)   Menentukan waktu, tempat dan cara pengumuman dilakukan.
(j)   Mengadakan pendaftaran kembali bagi siswa yang lulus tes.
Secara khusus perlu diperhatikan inteligensi dan kemampuan potensil  siswa yang akan diterima dengan segla latar belakangnya. Pengumpulan bodata dari seluruh siswa yang dapat digunakan sebagai bahan kelengkapan data pendidikan bagi sekolah.
2.   Seleksi calon siswa
Seleksi dilakukan untuk memilih calon siswa yang memenuhi syarat diterima dan siswa yang perlu diper-timbangkan untuk ditolak penerimaannya sebagai siswa                di sekolah tersebut. Seleksi diadakan apabila tidak semua calon siswa yang mendaftar dapat ditampung, karena jumlah yang mendaftar lebih banyak dibanding dengan yang seharusnya diterima. Seleksi dapat diadakan melalui pengamatan terhadap:
(a)  Persyaratan pendaftaran sesuai ketentuan Panitia.
(b) Surat Tanda Tamat Belajar dan nilai rapor (bagi SMTP/SMTA)
(c)  Hasil Hasil seleksi (tes) umum, TKU, tes psikologi.
3.   Persiapan dan Pelaksanaan Tes
Persiapan tes yang penting adalah penyusunan dan penyediaan bahan tes, pengaturan jadwal, ruangan, tempat duduk, pengamat dan penginterview (untuk tes lisan), serta penyusunan tata tertib dan kriteria penilaian yang digunakan.
Pelaksanaan tes, meliputi penyediaan dan pembagian alat tes, pengawasan, tata tertib tes dan pengumpulan hasil-hasil tes. Penentuan calon siswa yang diterima dengan mengadakan pemeriksaan tes, pemberian nilai tes, dan penentuan urutan hasil  tes (ranking).
4.   Pengumuman calon siswa yang diterima
Pengumuman hasil tes selambat-lambatnya dua minggu sesudah berakhirnya tes, kecuali  ada ketentuan lain maka dapat diadakan penundaan selama waktu tertentu. Pengumuman dapat dilakukan melalui papan pengumuman, melalui media surat kabar, TV, radio, atau  pemberitahuan langsung kepada yang bersangkutan.
5.   Pendaftaran calon siswa yang lulus tes
Siswa yang dinyatakan lulus tes wajib mendaftarkan diri sebagai tanda kesediaan dan resmi sebagai siswa di sekolah itu. Karena itu bagi siswa yang tidak mendaftarkan diri dalam batas waktu tertentu dinyatakan gugur dengan sendirinya jika tidak ada dukungan keterangan yang sah (resmi) dari yang berwenang. Pada saat pendaftaran, siswa diberikan bahan-bahan keterangan yang memuat  ketentuan administratif           tata tertib sekolah, besarnya SPP yang harus dibayar, hak dan kewajiban lainnya. Penerimaan siswa harus dilakukan sedemikian rupa sehingga kegiatan belajar sudah dapat dimulai pada pertama tahun ajaran.
Bagi siswa yang pindah (masuk atau keluar) dari satu sekolah ke sekolah lain dapat dilakukan dengan ketentuan, kedua sekolah adalah sejenis, telah mendapat persetujuan dari masing-masing sekolah (baik yang akan dimasuki maupun yang akan keluar), serta syarat-syarat lainnya yang telah ditetapkan.
6.   Perencanaan kelas
Setelah tugas panitia penerimaan siswa telah berakhir, maka Kepala sekolah perlu mengadakan rapat dengan guru-guru untuk menentukan rencana kelas yang harus dipersiapkan, kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan rencana tersebut adalah:
(a)  Pengaturan kelas dan ruang-ruang belajar bagi siswa
(b) Penentuan jumlah siswa setiap kelas serta klasifikasi siswa setiap kelas menurut cara tertentu yang lebih efektif.
(c)  Pengaturan tempat duduk dengan memperhatikan kemmapuan dan keadaan fisik siswa, jarak tempat duduk siswa dengan meja, papan tulis, meja guru, lemari/rak buku dan sebagainya.
(d) Rencana penetapan denah sekolah dengan berbagai perabotnya.
(e)  Penempatan dan penentuan guru-guru wai kelas dengan memperhatikan masa kerja, golongan dan kemampuan guru untuk tugas tersebut.
7.   Hari pertama masuk sekolah
Kegiatan yang perlu dilakukan pada hari-hari permulaan tahun ajaran baru (pada hari pertama siswa masuk sekolah) antara lain:
(a)  Mengadakan orientasi siswa baru dengan memperkenalkan kepada guru-guru, wali kelas, kepala sekolah dan staf sekolah lainnya serta murid-murid lama setiap kelas.
(b) Mengadakan petunjuk dan nasihat-nasihat kepada siswa tentang berbagai hal, misalnya peraturan tata tertib sekolah, cara belajar di sekolah, sistem PBM yang berlaku, sanksi-sanksi bagi siswa yang membuat pelanggaran di sekolah maupun di luar sekolah, kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler, tugas dan tanggung jawab guru, kepala sekolah, struktur organisasi di sekolah, dan sebagainya.
(c)  Penjelasan tentang berbagai fasilitas pendidikan dan pengajaran  untuk setiap bidang studi, hak dan kewajiban siswa dalam memanfaatkan fasilitas  dan sumber lainnya.
(d) Penyerahan tata tertib sekolah kepada siswa untuk dibaca, ditanda tangani oleh siswa dan orang tua/wali untuk ditaati sebagaimana mestinya.
(e)  Pertemuan guru-guru dengan orang tua/wali murid dalam rangka pelaksanaan program sekolah serta pembentukan BP3, dsb.
8.   Kenaikan kelas dan Tamat belajar
(a)  Kenaikan kelas
Kenaikan kelas adalah perpindahan siswa dari satu kelas ke kelas lain yang setingkat lebih tinggi dari kelas sebelumnya. Fungsinya sebagai pernyataan bahwa siswa yang bersangkutan telah berhasil menyelesaikan pendidikan pada level sebelumnya dengan menunjukkan prestasi baik. Karena itu ia berhak untuk naik kelas mengikuti proses belajar selanjutnya.
(b) Tamat belajar
Tamat belajar adalah pernyataan berhasilnya siswa dalam jenjang program pendidikan dengan berdasarkan pada nilai akhir EBTA serta pertimbangan nilai-nilai pada semester sebelumnya di kelas terakhir. Kepala siswa yang tamat belajar diberikan penghargaan dengan STTB resmi (sah).
9.   Perpindahan siswa dan keluar sekolah
Seorang siswa dapat saja pindah ke sekolah lain yang sejenis atas lain dari kepala sekolah yang bersangkutan berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:
(a)  Kemungkinan dibukanya sekolah baru yang lebih dekat dengan alamat tempat dimana siswa yang bersangkutan tinggal.
(b) Mengikuti orang tua/wali, karena satu dan lain hal dipindahkan pada daerah tempat pekerjaan yang baru.
(c)  Karena alasan latar belakang sosial-ekonomi orang tua untuk mencari atau pindah pada sekolah yang mampu dijangkau pembiayaannya.
(d) Status sekolah yang bersangkutan dengan keyakinan agama serta  adat  istiadat yang dianut orang tua/wali siswa dsb.
Selain perpindahan tersebut, terdapat pula siswa yang  keluar atau dikeluarkan dari sekolah karena alasan-alasan sebagai  berikut:
(a)  Dibutuhkan untuk suatu pekerjaan tertentu, baik dari   orang tua/wali sendiri maupun oleh  instansi yang yang membutuhkannya karena sesuatu ketrampilan yang ia miliki.
(b) Tidak mampu  menyesuaikan diri, baik karena latar belakang sosial-ekonomi orang tua maupun karena kemampuan mengikuti pelajaran di sekolah itu ternyata karena kemampuan mengikuti pelajaran di sekolah itu ternyata kurang.
(c)  Pengaruh lingkungan remaja dan masyarakat umumnya dengan berbagai tingkah laku dalam versi modern dan negatif ikut mempengaruhi motivasi belajarnya di sekolah.
(d) Kesibukan orang tua/wali yang menyebabkan kurang mampu mengurus anak-anaknya dalam berbagai aspek kehidupan pendidikan.
(e)  Faktor psikologis dan perkembangan fisik anak (siswa).
(f)   Melanggar peraturan tata tertib sekolah yang berulang           kali atau karena melakukan kegiatan onar dan kriminilitas yang dapatmerusak nama baik sekolah, orang tua dan masyarakat.
(g) Perbuatan lain yang tidak terpuji dan meruikan oran lain
(h) Meronrong kewibawaan kepala sekolah, dan pemerintah dsb.
Dalam pengelolaan administrasi kesiswaan diperlukan dukungan berbagai alat kelengkapan ketatausahaan sesuai dengan jenis-jenis kegiatannya. Alat kelengkapan ketata-usahaan tersebut antara lain:

(a)    Buku Pokok Murid
Buku pokok murid biasa juga disebut buku induk atau buku stambuk murid. Buku ini harus ada pada setiap sekolah sejak sekolah itu pertama kali dibuka sampai bubarnya sekolah tersebut (ditutup). Buku ini tetap disimpan oleh kepala sekolah sampai kapanpun, kecuali ada alasan lain yang bersumber dari kebijaksanaan pemerintah untuk diadakan penutupan atau penghapusan dari penggunaannya.
Kegunaan buku pokok murid ini adalah untuk mencatat identitas diri murid dengan segala latar belakangnya termasuk latar belakang keluarganya, karena itu buku ini dirahasiakan bagi orang yang tidak berkepentingan.
(b)    Buku Klapper
Sebagaimana halnya dengan buku induk, maka buku klapper mempunyai kedudukan/fungsi yang penting bagi pengisian buku induk. buku klapper isinya memuat keadaan siswa menurut urutan nama berdasarkan abjad pembuka nama dari siswa yang bersangkutan. Fungsi lain dari buku klapper ialah untuk memudahkan kepala sekolah dalam mengontrol buku induk berdasarkan data yang ada dalam klapper.
(c)     Buku Mutasi Murid.
Buku mutasi digunakan untuk mencatat keterangan tentang perpindahan murid dari sekolah ke sekolah lain maupun bagi siswa yang keluar/tidak melanjutkan studi (dropout).


(d)    Daftar kenaikan kelas
Daftar kenaikan kelas dipergunakan untuk mencatat murid yang naik dari satu kelas  kekelas berikutnya yang lebih tinggi levelnya sebagai bahan dokumentasi sekolah. Isinya memuat pula identitas murid, nilai atau prestasi belajar yang pernah dicapai pada kelas sebelumnya.
(e)    Kartu partisipasinya siswa.
Parsitisipasinya sisiwa dalam berbagai kegiatan belajar mengajar di kelas/sekolah hendaknya oleh guru dicatat          dalam kartu partisipasi. kegiatan partisipasi siswa berupa diskusi, pertunjukan ketrampilan, demonstrasi terhadap sesuatu penemuan baru, serta penyelenggaraan tugas-tugas kelompok dsb. Pencatatan ini berguna untuk pemberian bimbingan dan motivasi belajar serta untuk kepentingan evaluasi bagi guru.
(f)      Buku keliling
Kebanyakan guru disekolah dewasa ini kurang menaruh perhatian terhadap penggunaan buku keliling ini. Ada guru  yang mampu membuat buku keliling ini tetapi tidak tahu untuk apa dan bagaimana memanfaatkannya. Sebagian besar guru yang gagal membimbing muridnya belajar secara efektif-         efisien di luar waktu belajar aktual adalah karena kurang dimanfaatkannya buku keliling tersebut. Buku keliling berfungsi mencatat berbagai kegiatan belajar murid di luar waktu belajar disekolah, serta kegiatan-kegiatan lainnya yang selalu dilakukan murid di rumah dan di masyarakat. Hasil pencatatan ini dapat dimanfaatkan guru dalam rangka pembimbingan selanjutnya    di sekolah.
(g)    Buku catatan harian siswa
Guru yang baik selamanya mempunyai catatan yang lengkap tentang keadaan muridnya. Karena ia sadari bahwa dirinya kurang mampu sebagai manusia biasa untuk mengingat seluruh peristiwa/kejadian yang dialami murid-muridnya. Kejadian sehari-hari yang dialami murid, baik positif maupun yang negative perlu dicatat pada buku catatan harian guru sebagai pelengkap tugas/kegiatan yang harus dilakukan guru setiap hari di sekolah maupun di luar sekolah.
(h)    Daftar identitas murid
Daftar ini digunakan mencatat identitas murid pada suatu kelas atau sekolah, yang berguna untuk pengisian daftar pribadi murid yang lebih bersifat kumulatif. Sedapat mungkin pencatatan ini meliputi seluruh latar belakang siswa yang bersangkutan.
(i)      Buku legger
Buku legger umumnya dikenal sebagai buku rangkuman nilai murid-murid di sekolah. Fungsinya untuk mencatat keseluruhan nilai murid dari seluruh mata pelajaran/bidang studi yang pernah diikuti siswa selama waktu tertentu. Karena dari buku legger ini pulalah seorang guru dapat memperoleh gambaran sampai sejauhmana prestasi yang dicapai seorang siswa, sekaligus sebagai bahan pertimbangan dalam penentusn kenaikan kelas.
(j)      Buku rapor (Laporan pendidikan)
Buku rapor ini berfungsi memebrikan laporan tentang keadaan pendidikan atau prestasi yang dicapai siswa dalam mengikuti program belajar dalam waktu tertentu sepanjang tahun ajaran. Rapor ini disampaikan kepada orang tua/wali murid untuk diketahui kemampuan akhir dari anaknya.
Penentuan nilai rapor diperoleh dari nilai tes subsumatif, nilai kokurikuler dan nilai sumatif. Nilai rapor (N) ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
                             Keterangan:
                             N  =   Nilai rapor
            2p + q + 2r
N  = 
                    5
 
                             P  =   Nilai rata-rata tes subsumatif
                             Q  =   Nilai rata-rata kegiatan
          kokurikuler
                                                          r   =   Nilai tes sumatif

  1. BIDANG ADMINISTRASI PERSONIL
Yang Dimaksud dengan personil ialah orang-orang melaksanakan sesuatu tugas untuk mencapai tujuan. (Ismed Syarief, 1976:38).                    Di sekolah, personil dimaksud adalah semua orang tergabung dalam  suatu kerjasama  pada suatu sekolah untuk mencapai tujuan sekolah yang telah ditetapkan sebelumnya (Ary, H.Gunawan, 1981:6).
Melihat bidang tugas masing-masing personil yang ada di sekolah, maka dapat dikelompokkan atas dua golongan personil, yaitu personil yang bertugas dalam bidang edukatif (guru-guru) dan personil yang bertugas dalam bidang administratif (tenaga administrasi = tenaga tata usaha sekolah). Dalam arti luas, personil sekolah meliputi semua              unsur yang terlibat dalam proses pengelolaan pendidikan di sekolah, yang teridir dari: Kepala Sekolah, guru-guru, karyawan tata usaha, tenaga kependidikan (BK, Pustakawan, Laboran, ahli media, Supervisor, para perencana pendidikan, ahli kesehatan, dsb.), pesuruh, penjaga sekolah, bahkan murid-murid yang belajar di sekolah itu.
Kepala sekolah selaku administrator, wajib menggunakan seluruh personil yang ada secara efektif dan efisien agar tujuan penyelenggaraan pendidikan di sekolah dapat tercapai seoptimal mungkin. Pendayagunaan          ini ditempuh dengan jalan memberikan tugas-tugas jabatan sesuai  dengan  kemampuan dan kewenangan masing-masing personil. Karena itu, adanya job description yang jelas sangat diperlukan oleh setiap personil sekolah.
Personil sekolah adalah unsur penggerak utama dalam usaha mencapai tujuan sekolah. Betapapun baiknya peralatan yang tersedia          di sekolah,  lengkap dan modern tetapi bila pelaksanaannya tidak atau kurang mampu mengoperasikannya, maka hasilnyapun akan tidak            sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini disebabkan karena kekurang mampuan kepala sekolah mendayagunakan personil yang ada, disamping keterbatasan dari para personil itu sendiri (kualitas dan kuantitas).
Di dalam proses administrasi personil, umunya dikenal beberapa kegiatan yang sering dilaksanakan diberbagai unit organisasi (kantor atau sekolah), yaitu sebagai berikut:


1.   Recruitment
Langkah awal dari proses penerimaan personil sekolah, adalah dengan mengadakan recruit sebagai usaha pemberian informasi baik langsung maupun dapat dengan melalui berbagai masmedia  (radio, TV, surat kabar, dll) kepada para peminat yang berkompeten. Kegiatan ini dianggap perlu karena jumlah peminat dalam populasi yang besar tetapi dengan ketrampilan yang terbatas.
2.   Seleksi
Pada prinsipnya seleksi diadakan karena jumlah pelamar jauh lebih banyak (besar) dibanding dengan lowongan yang tersedia. Selain               itu untuk mendapatkan tenaga yang benar-benar trampil dan           mampu melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan yang dikehendakinya. Bagi sekolah tentunya seleksi ini diadakan untuk mendapatkan tenaga-tenaga guru yang profesional dengan wawasan kompetensi yang diakui dan kewenangan mengajar yang dibutuhkan. Bagi guru seleksi diadakan baik secara lisan, tertulis maupun perbuatan (praktek mengajar bidang studi tertentu). dengan demikian fungsi adalah untuk menyiapkan, memilih dan memperoleh tenaga personil yang tepat dan relevan dengan bidang tugas/pekerjaan tertentu yang diinginkan.
3.   Pengangkatan dan Penempatan
Hasil seleksi yang telah ditetapkan dapat diterima,  diangkat dan ditempatkan sesuai dengan lowongan yang tersedia. calon yang  lolos dalam seleksi diputuskan untuk  diterima, diusulkan pengangkatannya menjadi Capeg selama dalam waktu tertentu.


4.   Orientasi (Induksi)
Calon pegawai yang telah diangkat harus mendapat bimbingan dalam masa permulaan ia bekerja agar dapat menyesuaikan diri dengan situasi tempat kera, cara-cara bekerjasama dengan personil lainnya yang telah ada, sistem kerja dalam struktur dan mekanisme pelaksanaan tugas dan sebagainya. Proses ini berlaku pula bagi pegawai lama yang dipindahkan atau ditempatkan pada suatu pekerjaan/jabatan yang baru.
5.   Bimbingan dan Pengarahan
Untuk mengembangkan tugas/pekerjaan sesuai dengan kebutuhan, maka personil yang telah ditempatkan perlu secara kontinyu diikuti dengan pemberian bimbingan dan berusaha meningkatkan/ mengembangkan potensi-potensi yang ada pada mereka. Peningkatan dan pengembangan  ini dimaksudkan untuk menata personil yang ada secara efektif dan efisien melalui berbagai usaha pemberiaan informasi, intruksi, tugas-tugas latihan, observasi pekerjaan, diskusi dan nasihat, dsb.
6.   Kesejahteraan
Untuk meningkatkan dan memelihara semangat serta hasil              kerja para personil sekolah perlu diberi rasa aman dan puas                  baik material maupun non material agar dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya di tempat dimana ia bekerja.
Kesejahteraan yang bersifat material, misalnya pemberian balas jasa atas jasa yang telah diberikan berupa gaji, insentif, premi, hadiah dan pemberian lainnya yang berwujud material fisik. Sedangkan ksejahteraan yang non materil dapat iberikan dalam bentuk pujian, menetapkan sebagai personil yang teladan dan berprestasi, pemberian piagam penghargaan, kenaikan pangkat istimewa, dan lain sebagainya.
7.   Evaluasi
Untuk mengetahui keberhasilan dan hambatan yang dihadapi        personil sekolah dalam melaksanakan tugas yang telah direncanakan,        maka diperlukan evaluasi yang kontinyu dari pimpinan sekolah            yang berwewenang. Evaluasi hendaknya dilakukan secara adil dan obyektif sesuai kenyataan sehingga data yang diperoleh benar-benar memenuhi kriteria kesahihannya. Mengadakan evaluasi terhadap prestasi kerja personil sekolah dimaksudkan untuk meningkatkan (promosi) dan pengembangan kariernya, karena itu realisasi dari hasil evaluasi ini terlihat sebagi suatu konduite.
8.   Kenaikan Pangkat dan gaji Berkala
Setiap personil, baik yang berstatus sebagai pegawai Negeri, calon pegawai negeri Sipil, maupun tenaga honorer, diberi hak yang sama dalam pemberian gaji, honorer, bonus, dan tunjangan-tunjangan lainnya sesuai dengan peraturan yang berlaku sebagai jaminan/ imbalan atas prestasi yang telah dilakukan dalam bidnag tugasnya. Demikian pula  halnya dengan mereka yang telah memenuhi syarat untuk naik pangkat atau Kenaikan Gaji Berkala (KGB) harus dengan segera diusulkan kenaikannya sesuai dengan syarat-syarat yang berlaku. Oleh karena, dengan pemberian kenaikan pangkat dan gaji berkala yang tepat pada waktunya akan dapat menimbulkan kepercayaan yang besar antara personil dengan pimpinannya, disamping itu prestasi kerja (kuantitas dan kualitas) akan lebih meningkat. Karena itu usul kenaikan pangkat dan gaji berkala harus segera dilaksanakan bila telah tiba waktunya dan telah memenuhi syarat, tanpa ada alasan untuk menunda-nunda kenaikan pangkat dan gaji berkala tersebut tanda ada alasan yang logis.
9.   Pemberhentian dan Pensiun
Pemberehntian terhadap setiap personil sekolah dapat saja terjadi            setiap saat apabila dianggap perlu, dan ini disebabkan oleh berbagai hal. Demikian pula pemberian pensiun bagi personil yang telah mencapai batas usia pensiun.
Untuk pendalaman materi ini dapat dibaca bab terakhir dari diktat/buku ini yaitu: PP. No. 32/1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dan UU No. 1/1969 tentang Pensiun Pegawai Negeri Sipil.
Selanjutnya, dalam rangka pelaksanaan administrasi personil seorang pimpinan harus mampu meaksanakan ketatausahaan yang teratur dan sistematis dengan menyediakan berbagai buku/daftar seperti:
(a)    Rencana Kerja Tahunan
Pada awal setiap tahun ajaran, kepala sekolah dan guru-guru mengadakan rapat untuk menyusun/mempersiapkan program kerja selama waktu satu tahun untuk dioperasikan selama waktu tertentu.
Fungsinya sebagai pedoman kerja guru dan kepala sekolah sekaligus sebagai program yang memudahkan penilaian dan pembinaan dari Penilik/Pengawas, Tugas kepala sekolah dalam menyusun program ini ialah menjabarkan kegiatan-kegiatan secara terperinci dengan memperhatikan perioritas dari masing-masing kegiatan. Penyusunan rencana kerja ini meliputi          bidang umum, kurikulum, kesiswaan, personalia, perlengkapan/ peralatan, keuangan, ketatalaksanaan dan humas.
(b)    Buku catatan harian guru dan kepala sekolah
Buku catatan harian berguna mencatat segala sesuatu kejadian dan kegiatan yang berhubungan dengan tugas-tugas guru maupun tugas kepala sekolah yang telah direncanakan. Fungsinya untuk mengontrol kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan dan kegiatan-kegiatan yang belum dilaksanakan sekaligus mencatat hambatan-hambatan yang dihadapi serta cara untuk mengatasinya.
(c)   Daftar riwayat hidup dan riwayat pekerjaan
Daftar riwayat hidup dimaksudkan untuk mencatat berbagai informasi dan keterangan latar-belakang setiap pegawai secara lengkap yang berguna bagi bahan kelengkapan dan dokumentasi sekolah/kantor. Data /keterangan yang perlu dicantumkan dalam daftar riwayat hidup dan pekerjaan ini antara lain:
-          Data kenal diri, masa kerja dan golongan, pengkat dan jabatan, tempat dan tanggal  lahir pegawai, tanggal dan tahun SK pengangkatan  pertama dan SK kenaikan pangkat.
-          Keanggotaan dalam organisasi sosial, parpol dan golkar.
-          Pendidikan dan latihan yang pernah diikuti, baik di dalam maupun di luar negeri, Ijazah, STTB, Sertifikat dan tanda penghargaan lainnya di dalam maupun di luar negeri.
-          Riwayat pekerjaan negeri sebelumnya.
-          Identitas lain, termasuk latar belakang keluarga, dsb.
(d)  Buku Tugas Pekerjaan
Setiap personil skolah yang telah, sedang dan akan melaksanakn tugas/pekerjaan tertentu, baik dinas maupun non dinas perlu dicatat dalam buku tugas, baik buku tugas kepala sekolah maupun buku tugas dari masing-masing guru sesuai dengan tugasnya masing-masing. OLeh karena banyaknya         tugas yang harus diselesaikan, kadang-kadang sebagian tgas terlupakan, sehingga dengan adanya buku tugas ini akan membantu dan memberikan dukungan bagi terselenggaranya semua tugas tersebut dengan baik.
(e)    Daftar Urut Kepangkatan
Sekolah yang mempunyai jumlah personil yang banyak, sangat diperlukan adanya daftar urut kepangkatan yang dapat digunakan sebagai pedoman pengurusan formasi kepegawaian dalam hal promosi, mutasi, penggajian, transfer dan usulan lain yang diperlukan. Dan tujuan dari daftar ini ialah:
-          Sebagai bahan obyektifuntuk melaksanakan pembinaan karier dan sistem prestasi kerja
-          Sebagai formasi kepegawaian dalam mempertimbangkan lowongan tertentu yang perlu diisi dengan segera sesuai dengan kriteria: pangkat, jabatan, masa kerja, latihan jabatan, pendidikan, usia, dan sebagainya.
(f)      Buku cuti
Di setiap sekolah sebaiknya tersedia buku cuti untuk mencatat setiap permohonan untuk cuti, jenis cuti yang diambil, lamanya waktu cuti diberikan. bagi-guru-guru sebenarnya tidak diberikan cuti walaupun itu adalah haknya, tetapi cuti ini dianggap telah disatukan dengan waktu liburan sekolah tahunan yang lamanya sama dengan cuti tahunan atau cuti karena alasan penting.
Cuti bagi pegawai negeri sipil pelaksanaannya diatur dalam PP. No. 24 tahun 1976. Sebagai bahan pendalaman anda dapat membacanya pada bab terakhir dari buku/diktat ini.
(g)    Daftar DP3 (Daftar Penilaian dan Pelaksanaan Pekerjaan)
DP3 adalah daftar yang bersifat rahasia untk personil lain yang tidak berkepentingan, digunakan sebagai pertimbangan yang obyektif dalam pembinaan personil berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi kerja, berdasarkan data hasil penilaian dibuat dan dipelihara oleh pejabat penilai di lingkungan keja masing-masing untuk waktu + 5 tahun.
Kegunaannya adalah sebagai bahan untuk melaksanakan pembinaan dan dalam mempertimbangkan kenaikan pangkat, gaji berkala, usul jabatan, mutasi dan sebagainya sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan.
DP3 diatur dalam PP. No. 10 tahun 979 yang anda dapat membacanya pada bagian akhir dari buku/diktat ini.

  1. BIDANG ADMINISTRASI KEUANGAN
Sebagaimana kita ketahui bahwa masalah keuangan bagi sekolah sangat diperlukan dalam penyelenggaraan pendidikan. Maju mundurnya seluruh kegiatan pendidikan di sekolah tidak hanya ditentukan oleh kelengkapan  alat-alat yang diperlukan, personil yang cakap dantrampil, gedung sekolah yang lengkap dan modern, tetapi ditentukan pula oleh cukupnya keuangan untuk mengelola seluruh kegiatan pendidikan di sekolah tersebut. Sebab, sekolah yang tidak memiliki dana yang cukup memadai akan sia-sialah program pendidikan di sekolah itu, karena kekuarangan dana mengakibatkan stabilitas pendidikan di sekolahpun akan mengalami kegoncangan. Prestasi kerja personil sekolah akan menurut jika kesejahteraan mereka (gaji, tunjangan, insentif, honorer dll) tidak terpenuhi akibat dari kekurang dana tersebut.
Sehubungan dengan masalah keuangan tersebut, maka sekolah-sekolah harus menyediakan dan menyediakan pengadaan tenaga pengelola keuangan yang trampil yang dapat menangani masalah pembukuan keuangan sekolah tersebut. Keuangan sekolah harus ditata/diatur sedemikian rupa oleh kepala sekolah sehingga dapat memebrikan jaminan atas keamanan dan ketelitian dalam penerimaan maupun pengeluaran. Hal ini berkaitan dengan berbagai alat/kegiatan ketatausahaan keuangan yang perlu ada pada setiap sekolah.
1.     Proses penyusunan anggaran (budgeting)
Perencanaan anggaran untuk suatu sekolah harus disusun dan diusahakan dapat menampung seluruh program dan kegiatan               yang memerlukan pembiayaan, baik menyangkut kegiatan rutin maupun kegiatan pembangunan (proyek). Perencanaan anggaran disusun dengan berdasarkan mata anggaran yang bersumber         dari APBN maupun dari APBD. Anggaran untuk satu tahun diselenggarakan penggunaan dan pengelolaan dalam tahun yang bersangkutan, yang bergerak dari bulan April sampai dengan bulan Maret tahun berikutnya secara sambung menyambung (bergelinding). Perputaran tahun anggaran (budget cyclus) tersebut prosesnya berlangsung sebagai berikut:


a.     Tahap perencanaan
1)   Usul anggaran semua sekolah dihimpun oleh Kandep/Kanwil Dikbud menjadi Daftar Usulan Proyek (DUP) untuk kegiatan yang bersifat pembangunan dan di dalam daftar Usul kegiatan (DUK) untuk kegiatan yang bersifat rutin, yang selanjutnya disampaikan kepada Depdikbud Pusat untuk penyusunan APBN dan kepada Pemerintah Daerah untuk penyusunan APBD.
2)   Semua DUP dan DUK yang telah disusun oleh Departemen disampaikan kepada Direktorat Anggaran Departemen keuangan untuk penyusunan RAPBN. Sedangkan DUP dan DUK dari pemerintah Daerah disampaikan selanjutnya kepada Panitia Anggaran Eksekutif untuk penyusunan RAPBD.
3)   RAPBN disampaikan kepada DPR untuk dibahas dalam rapat Komisis dan diputuskan dalam Sidang Pleno DPR yang hasilnya disahkan dengan Undang-Undang. Sedangkan RAPBD disampaikan kepada DPRD untuk dimusyawarahkan dan disahkan dengan Peraturan Daerah.
b.   Tahap pelaksanaan
1)     Semua RAPBN dan RAPBD yang telah disahkan menjadi APBN/APBD sudah dapat dilakukan langkah administratif untuk mengeluarkan dana tersebut sesuai mata anggaran dan jumlah yang  telah ditetapkan melalui proses sebagai berikut:
-          Instansi/lembaga yang bersangkutan mengajukan permintaan pengesahan Daftar Izin Proyek (DIP) untuk kegiatan yang bersifat pembangunan dan Daftar Isian Kegiatan (DIK) untuk kegiatan yang bersifat rutin, kecuali gaji.
-          Sesuai permintaan tersebut Menteri Keuangan mengeluarkan persetujuan bagi Mendikbud untuk menerbitkan Surat Keputusan Otorisasi (SKO). Untuk APBD kegiatan itu dilakukan oleh Gubernur/Bupati.
2)   Berdasarkan SKO tersebut instansi/lembaga mengadakan penagihan kepada Negara. Selanjutnya Kantor per-bendaharaan Negara (KPN) atau Biro Keuangan untuk  dan APBD menerbitkan Surat Perintah Membayar Uang (SPMU) atau mandat yang mengakibatkan dibayarkannya sejumlah uang untuk pihak yang berhak menerimanya. Untuk APBD pembayarannya dilakukan oleh Kas Negara melalui Bank Indonesia atau oleh Bendaharawan Daerah melalui Bank pembangunan Daerah.
3)   Dana rutin yang dikeluarkan sebagai Uang Untuk ipertanggung jawabkan (UUDP) dikeluarkan sebelum sebelum kegiatan dilaksanakan. dana yang dikeluarkan untuk dipertanggung jawabkan disebut Beban Sementara, sedangkan dana yang dikeluarkan setelah kegiatan dilaksanakan disebut Beban Tetap.
4)   Kegiatan Bendaharawan dalam ketatausahaan keuangan diwujudkan berupa penerimaan, penyimpanan, penggunaan pembayaran dan pertanggungan jawab. Untuk itu bendaharawan berkewajiban membuat/penyelenggaraan pembukuan dalam bentuk Buku Umum, Buku Harian/Buku Pembantu dan Buku Kas Tabelaris.


c.    Tahap Pertanggungan Jawab
1)   Dalam pelaksanaan kegiatan atau setelah kegiatan dilaksanakan, dapat diadakan pemeriksaan keuangan oleh aparat yang berwenang, baik intern oleh atasan bendaharawan (pimpinn proyek) dan dapat juga dilakukan pemeriksaan ekstern oleh DPKN/KPN atau oleh Inspektorat Jenderal/Inspektorat Darah dalam bentuk: Pemeriksaan sebelum uang digunakan dalam pemeriksaan sesudah uang digunakan.
2)   Pemeriksaan dilakukan terhadap bendaharawan yang bertugas menerima, menyimpan, membukukan, mengeluar-kan uang dan mempertanggung jawabkan.
Sumber keuangan lain yang dikelola oleh sekolah adalah dari orang tua murid dalam bentuk SPP, BP3 dan sumber lain dari dermawan. Kepala sekolah selaku pucuk pimpinan harus mampu menjalankan kebijaksanaan agar semua dana dapat dimanfaatkan secara efisien sehingga kegiatan kurikuler maupun ekstra kurikuler dapat terlaksana dengan baik.
2.       Mengerjakan Pembukuan (Accounting)
Pengurusan masalah keuangan adalah sangat rumit dan sulit (kompleks). Karena itu seorang bendaharawan sekolah perlu adanya tata administrasi keuangan yang memadai dalam          hal penerimaan, penyimpanan, pengeluaran dan memper-tanggung jawabkan uang tersebut. Untuk menghindari         terjadinya penyelewengan/penyalah-gunaan keuangan, maka administrasinya bersifat khas dan tidak  boleh dicampur adukkan dengan lain baik antara uang untuk pos yang satu dengan pos yang lain maupun antara pengurusan keuangan dengan pengurusan yang lainnya. Untuk menjaga keamanan keuangan, maka ada beberapa instruksi khusus yang perlu diperhatikan, antara lain:
(a)    Setiap penerimaan dan pengeluaran segera dibukukan tepat pada saat yang tersebut dimasukkan atau dikeluarkan.
(b)   Setiap penerimaan atau pengeluaran harus disertai  tanda bukti penerimaan atau pengeluaran yang sah di atas materai.
(c)    Setiap halaman buku kas harus diberi nomor dan diparaf oleh pemegang keuangan.
(d)   Kesalahan-kesalahan dalam buku kas tidak boleh dihapus, tetapi harus dicoret/digaris kesalahan tersebut dan dibubhi paraf.
(e)    Buku kas dibuka dan ditutup pada setiap akhir bulan/tahun anggaran meskipun tidak ada penerimaan dan pengeluaran, dan sebagainya.
3.   Pemeriksaan keuangan (Auditing)
Pekerjaan bendaharawan adalah menyangkut uang/ kekayaan negara, maka pekerjaan tersebut termasuk pekerjaan yang sangat peka, sehingga setiap saat keadaannya harus  selalu siap diperiksa dan keadaannya selalu cocok dengan kenyataannya. Untuk menjaga keseimbangan  dan kesesuaian yang penggunaan keuangan sekolah, maka kepala sekolah harus menggunakan waktu untuk mengadakan kontrol setiap saat terutama penggunaannya, hal ini dimaksud untuk menghindari penggunaan-penggunaan keuangan yang tidak pada tempatnya, dimana kadang-kadang terjadi penyalahgunaan/penyelewengan karena penempatan/penyaluran yang salah pemeriksaan keuangan dilakukan setiap saat oleh aparat pengawas baik             dari pusat maupun daerah seperti telah dijelaskan di atas,           yaitu dari DPKN, KPN, BPK, Inspektorat Jenderal, Inspektorat Daerah, pimpinan proyek, kepala sekolah (intern) dan mungkin                 juga aparat tersebut di atas sebagai suatu tim khusus, dan sebagainya.

  1. BIDANG ADMINISTRASI MATERIAL (PERBEKALAN)
Administrasi materil (perbekalan) diartikan sebagai usaha pelayanan dalam bidang material dan fasilitas kerja lainnya bagi personil dalam satuan kerja di lingkungan suatu organisasi guna meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja, alat perbekalan  (material) yang dikelola dalam bidang administrasi material pada garis besarnya dapat dikelompokkan atas dua golongan sebagai berikut:
a.      Alat-alat perlengkapan (benda) yang habis terpakai yaitu peralatan yang dapat habis dalam waktu relatif singkat bilamana diper-gunakan, misalnya, kertas, kapur tulis, karbon, tinta, dan sebagainya. Barang/benda/peralatan yang habis terpakai tersebut dapat berarti:
(a)    Benar-benar habis atau musnah setelah dipergunakan, seperti bensin, bahan-bahan kimia, kapur tulis, dll.
(b)   Berubah sifatnya dan bentuknya bila dipergunakan seperti  kayu besi, plastik, rotan, spon, karton manila, dsb yang dipergunakan dalam mata pelajaran keterampilan/praktek, sehingga barang tersebut berubah sifatnya dan bentuknya.
(c)    Berubah sifatnya sehingga tidak dapat dipergunakan lagi untuk keperluan yang sama seperti karbon, pita mesin ketik, lampu balon, kertas dalam berbagai bentuk, tip eks, karton sheet, bola volly,  bola kaki, dan lain-lain.
b.    Alat perlengkapan (benda) yang tahan lama yang dapat dipergunakan terus menerus dalam jangka waktu yang cukup, misalnya meja kerja/belajar, bangku/kursi, papan tulis, alat-alat peraga, kendaraan bermotor, mesin ketik, buku-buku pelajaran (buku tes), dan sebagainya.
Klasifikasi alat-alat perlengkapan (benda) tersebut di atas, para ahli membagi pula atas perangkat lunak dan perangkat           keras, alat-alat langsung dan tak langsung, barang-barang           (alat) langsung dan tak langsung, alat-alat administrasi dan alat edukatif, sarana  dan prasarana dan sebagainya. Yang terpenting dalam uraian ini bukan memisah-misahkan alat-alat perbengkelan (benda) itu dalam berbagai klasifikasi, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana mengelola alat perlengakapan tersebut  sehingga tahan lama, mudah dioperasikan, praktis dalam penggunaanya, fungsional dalam kebutuhan/bermanfaat langsung secara optimal, pemakaiannya lebih efktif dan efisien dan dapat dipertanggung jawabkannya. Dalam hubungan ini instansi/lembaga harus mengambangkan suatu sistem informasi/komunikasi yang teratur dan tertib karena pengadaan, pemakaian dan pemeliharaan alat-alat tersebut memerlukan sejumlah dana. Informasi yang  tepat dan cepat akan berbagai kebutuhan peralatan dan akan memudahkan kemungkinan disusunnya suatu perencanaan kebutuhan barang yang lengkap, sesuai dengan kebutuhan dan perlengakapan. Karena peralatan yang tidak tepat akan merupakan sumber pemborosan, sebab tidak sesuai sifat pekerjaan yang dibutuhkannya, demikian pula, agar pengadaan alat/pelengakapan harus sesuai dengan yang dibutuhkan (kualitas dan kuantitas) yang dapat meningkatkan daya guna dan hasil guna pengoperasiannya.
Selanjutnya mengenai proses pengadaan dan ketata-usahaan alat-alat perlengkapan, baik menyangkut perencanaan barang, pengadaan, penympianan, pemeliharaan, inventarisasi, penyingkiran (penghapusan), pengendalian dan pertanggung jawaban serta laporan alat-alat perlengkapan tersebut di atas, akan dijelaskan lebih lanjut pada Bab IV buku/diktat ini, hal ini ditempuh untuk menghindari terulangnya materi bahasan yang sama pada tempat yang berbeda dalam tulisan ini.

  1. BIDANG ADMINISTRASI GEDUNG SEKOLAH
Administrasi gedung sekolah (school plan administration)         pada umumnya di Indonesia  belum dikelola secara intensif oleh fungsionaris sekolah atau aparat Depdikbud yang berwewenang. Umumnya gedung-gedung sekolah yang didirikan/dibangun hanya untuk memenuhi kebutuhan pelajar sementara, karena kurang memperhatikan kemungkinan pengembangan di masa-masa akan datang, baik bangunan fisik gedung maupun lingkungan dimana sekolah itu dibangun.
Sebuah gedung sekolah bukanlah sekedar tempat murid-murid belajar mencari dan mendapatkan ilmu pengetahuan, tetapi disediakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat  akan pendidikan anaknya yang tidak hanya didewasakan dari aspek intelektualnya tetapi dalam seluruh aspek kepribadiannya yang unik yang sesuai dengan tahap perkembangan dan kebutuhan belajar anak-anak itu sendiri. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mendesak dan menggeser cara berpikir para ahli untuk memikirkan tempat belajar yang paling praktis dan efisien. Diperkirakan pada masa-masa akan datang tempat belajar seperti sekolah tidak lagi menjadi pusat perhatian lebih praktis adalah belajar langsung di tempat mana mereka bekerja (bekerja di tempat kerja). Alasan ini dikemukakan karena sekolah dianggap tidak mampu menyediakan kondisi pelajar yang memadai, baik tempat belajar, ruang belajar maupun fasilitas/alat perlengkapan belajar yang menarik minat dan perhatian  anak untuk belajar bagaimana ia belajar. Sekolah hanya menyediakan tempat bagi berlangsungnya wajib belajar, untuk itu, diperkirakan beberapa cara yang terbaik  yang dapat dipakai dalam perencanaan gedung sekolah sebagai alternatif, yaitu:
(a)  Syarat keamanan dan kesehatan lingkungan dimana sekolah itu dibangun.
(b) Persesuaian dengan kurikulum dan kebutuhan akan kegiatan belajar murid-murid sesuai dengaan tahap pekembangannya.
(c)  Fleksiblitas, efisiensi dan ekonomis dalam penggunaannya serta sesuai dengan pandangan hidup yang membuat murid-murid senang dan gembira untuk tinggal belajar di sekolah.
(d) Gedung sekolah sebaiknya tidak didirikan ditempat yang sepi jauh dari kehidupan dan tidak pula ditempat yang penuh keramaian masyarakat dan lingkungan fisik lainnya yang mengganggu kehidupan sekolah.
(e)  Tersedianya air yang bersih (bebas dari kotoran) dan tempat pembuanagan kotoran (sampah) dan kotoran manusia sehingga diperlukan pula kamar kecil (WC) di setiap sekolah/kelas dengan perbandingan 1:50 untuk pria 1:30 untuk wanita.
(f)   Memenuhi persayaratan cahaya  (penerangan) dan warna
-          Cahaya yang menyilaukan dapat melelahkan guru dan murid dalam proses belajar, efisiensi kerja kurang menguntungkan dan dapat merusak indra.
-          Jumlah jendela untuk setiap sekolah minimal disediakan       20% dari luas lantai sekolah itu, cahaya diusahakan tidak langsung mengenai murid-murid, cahaya yang baik untuk belajar + 200 buah lilin.
-          Warna yang baik adalah yang mudah dan lembut dan tidak menyilaukan yaitu dengan daya pantul (50-80%)
-          Udara di atas ruangan tidak boleh terlalu dingin dan tidak         pula terlalu panas, udara yang baik dalam kelas adalah 25,6% dengan kelembaban sekitar 45%. Padahal kelembaban                  di Indonesia rata-rata 70%, karena itu diperlu adanya ventilasi secukupnya.
(g)   Bentuk keseluruhan gedung harus indah dan menarik sesuai dengan keadaan sekitarnya.
(h)   Bentuk sekolah sebaiknya terbuka, misalnya dengan bentuk  seperti huruf I, L, H, U, E, F, T, dan hindari bentuk sekolah seperti huruf O, karena kemungkinan akan mengalami kesulitan bagi pengembangannya dimasa-masa mendatang.
(i)     Konstruksi gedung sekolah harus kuat daya tahannya, menjamin keselamatan penghuninya dan mudah untuk dibersihkan.
(j)     Gedung sekolah harus dibangun diatas tanah yang luas, datar, tidak berbecek/lumpur, dengan memperhatikan jenis program pendidikan yang akan dilaksanakan dan faktor pertambahan jumlah murid (anak usia sekolah) yang akan mendatang.
(k)    Mempunyai ruangan yang memenuhi syarat (baik ukuran maupun jumlahnya). Ukuran umum untuk ruang belajar adalah 7 x 8 m yang dapat ditempati oleh 48 orang murid. Selain ruang belajar perlu juga disediakan ruang kantor, ruang kepala sekolah, ruang guru-guru, ruang perpustakaan, ruang UKS, ruang koperasi sekolah dan kantin, ruang pertemuan, gudang peralatan kantor/sekolah, ruang laboratorium, ruang tamu, ruang kesenian, ruang observasi, simulasi dan demonstrasi, ruang keterampilan, ruang WC, tempat parkir, ruang olahraga dan ruang bermain anak-anak, dan lain sebagainya sesuai kebutuhan.
(l)     Ruang sekolah yang baik harus tersedia berbagai perabot sekolah yang dibutuhkan, baik untuk murid-murid maupun untuk guru-guru dan pegawai tata usaha.
(m)  Gedung sekolah yang baik selalu terpelihara baik kebersihan, keindahan, kesehatan maupun keamanannya sehingga penyeleng-garaan pendidikan dapat berlangsung secara efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan sekolah dan masyarakat.

G.   HUBUNGAN SEKOLAH DAN MASYARAKAT
Kegiatan hubungan sekolah dan masyarakat adalah aktivitas          yang bertujuan untuk menciptakan kerjasama yang harmonis antara sekolah sebagai lembaga pendidikan dengan masyarakat untuk memperoleh simpati dan dukungan serta saling pengertian yang sebaik-baiknya dari masyarakat.
1.   Kecenderungan hubungan.
Mengapa sekolah perlu berhubungan dengan masyarakat?
Telah dijelaskan bahwa sekolah adalah pusat kegiatan masyarakat. Sekolah didirikan oleh masyarakat dengan maksud untuk meneruskan kebudayaan kepada generasi muda agar menjamin kelangsungan hidup masyarakat. Masyarakat juga berkeyakinan bahwa berkat pendidikan di sekolah, taraf dan mutu kehidupan dapat diperbaiki dan ditingkatkan. Disini terlihat antara sekolah dan masyarakat ada kecenderungan yang besar untuk berhubungan akibat adanya ketertarikan kebutuhan tadi. Disatu pihak masyarakat membutuhkan sekolah untuk mengembangkan dan meningkatkan kehidupan kebudayaan dan dilain pihak, sekolah membutuhkan masyarakat untuk memberikan dukungan dan simpatinya terhadap pelaksanaan program pendidikan di sekolah dan menerimanya sebagaimana adanya.
Hubungan antara sekolah dan masyarakat sesuai kecenderungan dan kebutuhan itulah memungkinkan sekolah           dapat mengadakan perubahan-perubahan dalam mengembangkan kepribadian dan sosial anak melalui pengalaman-pengalaman belajar dibawah bimbingan sekolah, baik didalam maupun diluar sekolah. Perubahan dalam pendidikan semacam inilah mengharuskan sekolah mengintegrasikan diri bersama masyarakat, pemerintah dan keluarga (orang tua) sama-sama bertanggungjawab dalam hal pembinaan pendidikan.
Kecenderungan hubungan ini menurut ELSBREE, ada 3 penyebabnya, yaitu: (1) Faktor perubahan sifat, tujuan dan metode mengajar  di sekolah; (2) Faktor tuntutan akan perubahan-perubahan dalam pendidikan di sekolah dan perlunya bantuan masyarakat terhadap sekolah, dan (3) Faktor berkembangnya ide demokrasi bagi masyarakat terhadap pendidikan.
2.   Tujuan hubungan sekolah - mayarakat
a.    Untuk mewujudkan kerjasama dan tanggung jawab bersama dalam pendidikan antara sekolah, masyarakat dan keluarga pada umunya.
b.    Untuk mengembangkan, membina pengertian masyarakat tentang semua aspek, bidang pelaksanaan tugas atau program-pogram pendidikan di sekolah.
c.    Memperoleh partisipasi, dukungan dan bantuan secara konkrit dari masyarakat.
d.    Untuk mewujudkan gagasan-gagasan, ide-ide baru masyrakat melalui program-program kerjasam dengan BP3.
e.    Untuk memajukan kualitas belajar dan pertumbuhan anak, maka keikutsertaan masyarakat dalam berbagai kegiatan sekolah member sumbangan yang besar bagi keberhasilan pendidikan anak.
f.     Untuk meningkatkan tujuan masyarakat dan memajukan kualitas penghidupan masyarakat.
g.    Untuk mengembangkan kegembiraan (anthusiasme) dan membantu program hubungan sekolah dan masyarakat                       di sekolah.

3.   Fungsi dan peranan sekolah dalam masyarakat.
Momentum pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia seluruhnya dalam segala aspek kehidupan, adalah merupakan tugas yang sangat berat yang diemban sebagian oleh masyarakat sekolah dewasa       ini. Tugas berat ini kita tidak mampu menghadapinya dengan melakukan kegiatan-kegiatan secara konvensional seperti yang sedang berlangsung dewasa ini, tetapi sekolah harus mampu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi, baik kurikulum mapun guru-gurunya. Guru harus mampu merubah peranannya agar dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakat yang demikian pesat. Tentunya dengan perubahan peranan otomatis yang terjadi adalah peningkatan pengetahuan, keterampilan, sikap atau nilai yang sesuai pula dengan                dinamika perkembangan masyarakat tersebut, sebab masyarakat membutuhkannya. Perubahan peranan ini agaknya sekolah mengalami banyak kesulitan yang disebabkan oleh:
(a)    Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat, diikuti perubahan akan kebutuhan masyarakat, dimana sekolah kurang mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan itu sehingga agaknya jauh ketinggalan.
(b)   Guru-guru sering berhenti untuk belajar dan tidak berusaha untuk menambah pengetahuannya, sementara ilmu pengetahuan melaju terus diberbagai aspek kehidupan manusia.
(c)    Kurikulum yang uniform dan kurang fleksibel sehingga kebutuhan lokal masing-masing sekolah/daerah belum mampu dipantauannya.
(d)   Guru-guru dalam kegiatannya hanya menunggu instruksi dari pihak atasan sebagai akibat dari sistem administrasi kita yang menganut pola birokrasi ynag sebagian besar mematikan inisiatif dan kreatifitas guru-guru.
(e)    Para kepala sekolah, penilik/pengawas sekolah masih kurang dinamis dalam mengadakan supervisi dan monitoring pelaksanaan pengajaran di sekolah, sementara instrument supervisi yang digunakan masih belum mampu meningkatkan kemampan profesional guru-guru karena penilaian dilakukan pada umumnya masih didasarkan atas perasaan.
(f)     Kesempatan mengikuti pendidikan dan latihan (inservice training) bagi guru-guru masih terbatas pada orang-orang tertentu saja.
(g)   Kondisi belajar yang bersifat homogen (tidak bervariasi)        dalam melayani kebutuhan belajar anak menurut irama perkembangannya di sekolah dan di masyarakat.
(h)   Banyak tamatan (alumni) dari berbagai lembaga pendidikan yang menganggur/kurang mendapat pasaran sebagai akibat dari makin sempitnya lapangan kerja yang diadakan.
(i)     Kurangnya dana pendidikan bagi palaksanaan kegiatan operasional (teknis edukatif), kalaupun ada sebagian telah terkuras dalam urusan administrasi, sementara gaji dan kesejahteraan guru belum mampu mencukupi kebutuhan hidupnya.
      Akhir-akhir ini pemisahan sekolah dari masyarakat sudah          mulai berkurang baik di desa-desa maupun di kota-kota karena kesadaran dan pengertian masyarakat sudah mulai terbina dan masyarakat menyadari bahwa masalah pendidikan adalah penting. Dalam keadaan demikian, fungsi sekolah harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari untuk melakukan fungsi sebagai berikut:
(a)Fungsi Konservatif.
Sekolah bertanggung jawab dalam memelihara dan mengembangkan kebudayaan serta norma-norma yang dianggap baik dan diyakini kebenarannya, seperti  falsafah Negara Pancasila, way of life, melalui pendidikan di sekolah agar anak-anak menjadi pendukung norma-norma untuk kemudian disebar-luaskan kepada generasi berikutnya. Mengkonservasi berarti mengawetkan, melestarikan, menyimpan dan memelihara serta melindungi keasliannya, sehingga masyarakat sekolah dapat memiliki kepribadian     kuat dan budi pakerti yang luhur dalam membina dan mengembangkan nilai-nilai hidupnya. Disini terletak tanggung jawab sekolah untuk memelihara dan meneruskannya melalui kegiatan baik intrakurikuler, ekstrakulikuler maupun kokulikuler.
Contoh yang dapat kita ambil, misalnya pendidikan agama, berisikan ajaran-ajaran yang luhur bagi manusia sepanjang masa, kewarganegaraan/PMP diajarkan untuk menjamin terus terpeliharanya pancasila dihati bangsa. Begitu juga dengan pendidikan kesenian dan kesastraan, pendidikan bahasa Indonesia, bahasa daerah dan lain-lain mata pelajaran yang tepat mengkonservasi unsur-unsur kebudayaan yang kita anggap penting bagi kehidupan generasi muda demi terwujudnya keutuhan wawasan nusantara kita yang makin meningkat dimasa-masa mendatang.
(b)  Fungsi Inovatif
Modernisasi telah menerobos masuk dalam kehidupan manusia dari kota sampai ke pelosok pedesaan yang terpencil, dimaksudkan untuk memperbaiki taraf hidup masyarakat pada umumnya. Sekolah harus turut serta dalam proses modernisasi tersebut dengan mengkristalisasikan norma-norma dan nilai-nilai kepribadian kita untuk dijadikan sebagai filter terhadap modernisasi tersebut tanpa merusak prikehidupan bangsa kita yang mendukung proses modernisasi tersebut. Disini dituntut agar sekolah harus berorientasi kepada pembangunan dan kemajuan (development oriented and progress-orientes) sehingga mampu menyiapkan tenaga kerja yang memiliki watak, pengetahuan dan keterampilan untuk pembangunan bangsa dan negara (basic memorandum).
Bagi guru dan tenaga pendidikan lainya dituntut untuk memiliki wawasan (kompetensi) yang luas dibidang keguruan baik kompetensi profesional (akademik) kompetensi personal, maupun kompetensi sosial (kemasyarakatan) yang diharapkan dapat menjadi guru yang “agent of modernization” dan “agent of innovation” dalam mengembangkan dan memajukan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat,         bangsa dan negara. Seperti di negara yang telah maju, misalnya Jepang dan Jerman menjadi negara yang modern         dan tinggi peradabannya atas jasa guru-gurunya, dan hal ini bukan tidak mustahil terjadi pula di Indonesia kalau fungsi inovatif dapat diterapkan disekolah-sekolah.
(c)   Fungsi Selektif
Sekolah-sekolah kita di Indonesia umumnya belum mampu melaksanakan fungsi selektif secara baik dalam menyalurkan anak-anak keberbagai program belajar sesuai dengan bakat  dan kemampuannya. Disamping itu, belum setiap anak mendapat kesempatan akan tetapi karena ketidakmampuan ekonomi orang tua membiayai pandidikan anaknya.  Keadaan ini sebagian daerah memaksa anak-anak meninggalkan bangku sekolah sebelum mendapatkan bekal pendidikan yang cukup untuk memasuki dunia kerja yang layak untuk hidupnya, juga sistem pendidikan kita belum mencapai tingkat yang standard. Demikian pula sekolah-sekolah kejuaruan dan keguruan yang mengembangkan bakat-bakat khusus sangat terbatas.
Dengan berbagai kendala yang dihadapi dunia pendidikan dewasa ini, diperlukan tenaga bimbingan dan konseling yang dapat mengembangkan fungsi selektif ini, yaitu menyeleksi siswa yang memiliki bawaan tertentu (bakat-bakat khusus) untuk pekerjaan tertentu, pemilihan jurusan yang tepat, jenis pendidikan yang sesuai program belajar yang seirama dengan kemampuan dan karakteristik siswa dan fungsi selektif lainya. BK yang baik diperlukan untuk menyalurkan anak-anak kedalam proses pendidikan yang sesuai dengan bakat dan kemampuannya.
Masyarakat diharapkan dapat memberikan dukungan dan partisipasinya terhadap fungsi sekolah ini (fungsi konservatif,  inovatif dan selektif) dan ikut bertanggungjawab dalam pelaksanaannya. dengan demikian antara masyarakat dan sekolah terjalin hubungan kerjasama yang harmonis dalam melaksanakan dan sama-sama bertanggungajawab dalam pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut di atas.
4.   Metode Hubungan Sekolah dan Masyarakat.
Metode untuk membina dan mengembangkan hbungan sekolah dan masyrakat dapat dilakukan dengan melalui berbagai cara. Cara yang umumnya masih dianggap baik walaupun masih bersifat tradisional, yaitu memberi penerangan/penjelasan/informasi kepada masyarakat tentang program-program pendidikan di sekolah agar masyarakat memperoleh gambaran yang jelas dan tepat tentang keadaan sekolah yang sebenarnya. Teknik yang digunakan dalam pemberian informasi tersebut yang umumnya ialah melalui:
(a)    Laporan pendidikan di sekolah kepada orang tua murid.
(b)   Buletin sekolah yang terbitkan setiap bulan.
(c)    Penerbitan surat kabar Suara Guru dan Sekolah.
(d)   Pameran sekolah yang disaksikan oleh masyarakat.
(e)    Open house, yaitu mengundang masyarakat untuk mengunjungi sekolah, dan sebaliknya.
(f)     Melalui penjelasan yang diberikan oleh staf sekolah.
(g)   Melalui siaran pendidikan (radio, TV).
(h)   Melalui laporan tahunan.
(i)     Organisasi perkumpulan alumni sekolah.
(j)     Organisasi orang tua murid (BP3).
(k)    Melalui kegiatan ekstrakulikuler.
(l)     Gambaran keadaan sekolah melalui murid-murid.
(m)  Melalui rapat orang tua murid dan sekolah, dan sebagainya.
Dalam kurikulum tahun 1975 tentang Pedoman Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Buku III. D, hal. 4, dijelaskan bahwa kegiatan hubungan sekolah dan masyarakat pada umumnya meliputi antara lain:
(a)  Mengatur hubungan sekolah dengan orang tua murid.
(b) Memelihara hubungan baik dengan Badan Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan (BP3).
(c)  Memelihara dan mengembangkan hubungan sekolah dengan lembaga-lembaga pemerintahan, swasta dan organisasi sosial.
(d) Memberi pengertian kepada masyarakat tentang fungsi sekolah melalui bermacam-macam teknik komunikasi.
(e)  Hubungan dengan instansi atasannya secara kedinasan. Juga hubungan dengan organisasi profesi yang ada (PGRI).
(f)   Dapat mengembangkan hubungan lebih luas dengan berbagai instansi, lembaga-lembaga masyarakat, organisasi-organisasi sosial dan masyarakat pada umumnya.









  1. PERTANYAAN LATIHAN
1.    Kemukakan bidang garapan daripada Administrasi Pendidikan         di sekolah.
2.    Jelaskan pengertian masing-masing bidang aministrasi dibawah ini:
a.    Administrasi Kurikulum/Pengajaran;
b.    Administrasi Kesiswaan/murid;
c.    Administrasi Personil sekolah;
d.    Administrasi keuangan sekolah;
e.    Administrasi material/perbekalan;
f.     Administrasi gedung sekolah;
g.    Administrasi hubungan sekolah-masyarakat.
3.    Sebutkan kegiatan-kegiatan dalam administrasi kurikulum dalam berbagai jenis tugas ketatausahaan yang harus dikerjakan.
4.    Sebutkan dan jelaskan komponen-komponen dalam penyusunan disain instruksional dengan penekanan dimensinya masing-masing.
5.    Susunlah sebuah disain instruksional dengan materi yang berorientasi pada kegiatan CBSA. (materinya dipilih sendiri).
6.    Sebutkan dan jelaskan fungsi BK di sekolah. Kemukakan pula alasn-alasan mengapa BK perlu ada disetiap sekolah.
7.    Datangilah sebuah SD yang mudah dikunjungi. Ambillah absensi (daftar hadir) SD tersebut untuk waktu satu bulan, kemudian hitunglah persensi kehadiran, alpa, sakit dan izin selama satu bulan dan bagaimana keadaan setiap harinya?
8.    Kegiatan-kegiatan apa saja yang sering dilakukan sekolah dalam bidang administrasi murid/kesiswaan? Jelaskan.
9.    Jelaskan hubungan antara buku induk dengan buku klapper, dan dimana letak perbedaan keduanya.
10. Susunlah kegiatan-kegiatan dalam proses kepegawaian dalam bentuk sebuah matriks, jelaskan masing-masing kegiatan tersebut.
11. Jenis kegiatan apa saja yang harus ada di sekolah dalam hubungan dengan pengelolaan keuangan sekolah?
12. Ceriterakanlah bagaimana proses penyusunan rencana anggaran sekolah hingga proses pertanggung jawabannya melalui prosedur yang sebenarnya.
13. Kemukakan jenis-jenis alat perlengkapan yang ada pada setiap sekolah dan jelaskan bagaimana pengelolaannya?
14. Syarat-syarat apa saja yang diperlukan bagi sebuah gedung sekolah yang baik menurut anda?
15. Jelaskan menurut pendapat anda sesuai dengan kenyataan yang ada dewasa ini, bagaimana kecenderungan hubungan antara sekolah dan masyarakat?
16. Mengapa sekolah perlu berhubungan dengan masyarakat? Apa tujuan yang diinginkan dan apa pula manfaatnya?
17. Peranan apa yang perlua ada pada setiap guru untuk dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakat?
18. Metode apa yang anda anggap paling efekti dalam membina hubungan sekolah dan masyarakat tersebut? Jelaskan.
19. Jelaskan fungsi dan kegunaan dari hubungan sekolah dengan masyarakat yang berkaitan dengan fungsi konservatif, fungsi inovatif, dan fungsi selektif bagi sekolah.